Taman Hutan Raya Juanda menjadi salah satu tujuan wisata untuk para wisatawan jika berlibur ke Bandung. Apalagi, jika wisatawan tersebut adalah pecinta alam, sudah dipastikan, Tahura Juanda adalah destinasi utama. Taman Hutan Raya Juanda dikenal juga dengan nama Tahura Juanda, atau cukup dengan singkatan THR Juanda.
Mereka sudah memarkirkan kendaraan mereka, dan kini, mereka berjalan berdampingan, memasuki gerbang Tahura.
“Tebing Keraton, deket ya, sama Tahura?” tanya Andra.
Bayu mengangguk. “Masih satu kawasan. Sebetulnya, Tebing Keraton pun masuk kedalam area Taman hutan raya Juanda lho. Hanya saja tiket masuknya berbeda.”
“Oh, gitu...”
“Makanya, sayang rasanya kalau kita sudah disini, tapi kita nggak keliling Tahura Juanda... Bagus, lho, dalamnya. Banyak tempat wisata...”
“Di dalem Tahura?” tanya Andra.
“Iya.. Di dalam Tahura, ada gua peninggalan Jepang, lalu ada air terjun... Banyak, pokoknya.”
Andra tersenyum senang.
“Tapi... kita nggak mungkin bisa explore semua itu. Jadi, ya, paling kita hanya keliling aja.. Lihat-lihat pohon,” kata Bayu, terkekeh.
“Kenapa begitu? Kok kita nggak bisa explore?” Andra bertanya dengan raut keseriusannya. Menjelajah sebuah tempat baru, adalah salah satu passion Andra. Jadi, ia agak sedih ketika Bayu memupuskan harapannya dengan kalimatnya tadi.
“Kita datang tanpa persiapan, Ndra... Masuk ke gua dan obyek wisata lainnya, butuh waktu yang agak lama, karena jalannya pun lumayan jauh.. Dan kita pakai celana jeans.. Kan malah susah...”
“Yah...”
“Lain waktu, ya?” hibur Bayu.
Andra menghela nafas, kemudian mengangguk.
Lagi, lagi, Bayu melakukan sebuah kesalahan. Ia membuat janji, lagi. Seolah janji demi janji begitu mudah meluncur dari bibir manisnya, membuat Andra seakan memiliki harapan saja. Padahal nyatanya, Andra bukanlah siapa-siapa lagi dalam kehidupan seorang Bayu. Andra hanya sebatas serpihan cerita di masa lalu miliknya.
“Jangan cemberut, dong.. Meski begitu, keliling Tahura juga nggak buruk, kok.. Pemandangannya bagus baget.”
Andra tersenyum. “Aku percaya, kamu selalu bawa aku ke tempat-tempat menarik dari dulu, Bay..”
“Supaya kamu senang, Ndra...” balas Bayu, singkat. “Dan aku tau, kamu suka suasana alam.. Makanya, aku nggak ragu ajak kamu kesini..”
“Seperti waktu di Jogja, kita sering banget ke Hutan Pinus, ya, Gi... Sama ke Kebun Buah Mangunan... Karena sebegitu cintanya aku dengan suasana hijau...”
“Iya, kamu memang pecinta alam... Hahaha...”
“Apapun yang serba hijau, aku suka. Bahkan sekedar foto di rumput pun, aku sudah bahagia...”
Betul, Andra memang sangat menyukai nuansa hijau, terutama alam. Ia suka sekali gunung, hutan, serta tempat wisata yang menyuguhkan keteduhan dan pepohonan di dalamnya. Kalau di Bandung, Tahura Juanda adalah salah satu tempat yang Andra—pasti—sukai.
“Hijau-hijau, ya... Jadi inget, dulu kita sering sekali ke Alun-alun Kidul Jogja... Siang bolong... Supaya kamu bisa foto di rerumputan hijau...” Bayu terkekeh.
“Dan kamu mau nemenin aku... Hahahaha..” Andra ikut meleburkan tawa. “Padahal, alun-alun di siang hari tuh sepi dan nggak ada apa-apa...”
“Soalnya kalau nggak dituruti, kamu pasti ngambek, Ndra..”
“Ah, iya.” Andra menepuk dahinya. “Dulu aku childish juga, ya. Dikit-dikit ngambek.”
“Nggak, kok. Ngambeknya masih dalam taraf wajar. Nyatanya, aku tahan, kan?” Bayu menepuk dadanya, bangga.
“Kalau kamu tahan.... Kenapa kita harus putus?” pancing Andra.
Deg.
Seketika, Andra tertawa, dan meninju lengan lelaki di sebelahnya pelan. “Hahaha... Bercanda, Bay... Jangan langsung tegang gitu dong mukanya....”
Dan Bayu hanya memasang wajah datar. “Kita putus karena kesepakatan yang sudah kita buat bersama, ya. Jadi, nggak ada alasan apa-apa selain itu.”
“Iya. Iya...”
Tahura Juanda adalah salah satu hutan raya yang menjadi kawasan konservasi alam. Hutan konservasi ini berada dekat sekali dengan pusat kota Bandung. Bisa dikatakan, hutan ini menjadi salah satu paru-paru kota Bandung.
Awalnya luas hutan raya ini hanya 10 hektar saja, tapi sekarang sudah mencapai luas 590 hektar dan membentang dari Dago Pakar sampai ke kawasan Maribaya Lembang.
“Kamu tau Ir. H. Djuanda?” tanya Bayu.
Sembari berjalan, mereka berbincang ringan. “Pahlawan Indonesia, kan?”
“Iya.. Maksudnya, kamu tau, jasa beliau?”
Andra menggeleng. “Nggak.. Duh, rasanya kayak pelajaran Sejarah, nih!”
“Ya udah, mau aku ceritakan nggak, soal siapa sosok Ir. H. Djuanda? Atau kamu mau cari di google aja?”
“Ngapain cari di google? Sementara di sebelahku, ada Wikipedia berjalan!” ledek Andra.
Keduanya terkekeh lagi, sebelum Bayu memulai dongeng berbobotnya ini.
“Ir. H Juanda merupakan Perdana Menteri terakhir era demokrasi parlementer di negara kita. Beliau berjasa besar dalam deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957. Isi dari deklarasi tersebut adalah pernyataan bahwa semua pulau dan laut nusantara adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.” Bayu mulai menjelaskan.
“Sebelum deklarasi djuanda, Negara-negara internasional hanya mengakui batas laut teritorial adalah 3 mil laut dari garis pantai terendah. Akibatnya, negara kita yang terdiri dari banyak pulau terpisah-pisah oleh perairan internasional yang bebas diakses oleh negara asing. Tentu saja ini berbahaya bagi kedaulatan negara.”
“Dan setelah deklarasi Djuanda, tidak ada lagi perairan internasional yang “nyempil” didalam wilayah negara kita. Batas negara kita pun diukur dari kepulauan terluar,” kata Bayu panjang lebar, sembari mengekspresikan dengan gerakan-gerakan tangannya selama penjelasan berlangsung. “
Andra mengangguk-angguk. Ia paling suka momen seperti ini. Bayu menjelaskan dengan jelas, sementara gadis ini terpukau habis-habisan. Rasanya, segala materi yang dijelaskan, langsung terserap sempurna di dalam otak. Membuatnya mengingat dengan rinci bagian-bagian dari suatu yang diceritakan.
“Sambil berwisata, kita mengenal pula pahlawan negara kita. Ya, kan?”
Gadis itu mengangguk. “Iya. Aku suka. Pengetahuan baru buatku..”
Lokasi Taman Hutan Raya Juanda Bandung berada di kampung Pakar, desa Ciburial, kecamatan Cimenyan Bandung. Daerah ini berada di ketinggian 770 – 1330 dpl. Luas area taman ini sekitar 590 hektar, dan membentang dari kawasan Dago Pakai sampai dengan Maribaya Lembang.
“Karena luasnya inilah terdapat beberapa pintu gerbang masuk ke THR Juanda. Gerbang-gerbang utama menuju lokasi sudah gampang diakses dan cukup mulus,” ujar Bayu, lagi.
“Memang, gerbangnya dimana aja?” tanya Andra.
“Ada banyak. Ada gerbang Tahura di daerah Pakar, Dago.. Ada juga gerbang Tahura di daerah Lembang.. Kemudian ada juga pintu masuk melalui PLTA...” ujar Bayu. “Tapi, yang paling mudah di akses adalah gerbang dari dago pakar.”
Andra menyipitkan matanya, berusaha menyimak dengan lebih seksama, agar tak satu infopun terlewatkan.
“Gerbang Tahura dari Dago Pakar, memiliki jalan yang sudah cukup bagus dan mudah di akses. Terdapat petunjuk jalan yang cukup jelas. Merupakan akses yang paling mudah dan paling populer.”
“Oh...” Gadis itu mengangguk-angguk, paham.
“Jalan ini juga satu arah dengan objek wisata tebing keraton bandung, yang memang masih dalam kawasan taman hutan raya Juanda. Tebing Keraton, yang baru aja kita datangi...”
Tanpa terasa, mereka sudah mengitari daerah Tahura cukup jauh. Pepohonan demi pepohonan mereka lalui, sembari bercengkrama mesra, dan menebar rindu melalui isyarat dalam hati.
“Banyak orang olahraga, ya, ternyata? Tau gini, kita bawa training juga, biar bisa ikut lari-lari disini..” Andra melihat sekeliling. Banyak orang yang berlalu lalang sembari berlari, atau sekedar berjalan santai.
“Yakin, kuat? Habis dari Tebing Keraton, loh...” Bayu, membuat Andra seketika kembali ke alam sadarnya.
Dan Andra tertawa. “Ah, ya. Aku nggak kuat. Hahahaha...”
Begitulah. Andra memang sedikit lemah dalam hal berlari. Baru lari beberapa meter saja, rasanya sudah sangat lelah. Dan ujungnya, Bayu harus mengalah, ia memperlambat langkahnya menjadi berjalan kaki, agar bisa menyeimbangi langkah Andra yang tak panjang itu.
“Udah, ah. Daripada kepikiran ingin olahraga di sini, mendingan kita foto-foto,” ajak Bayu, yang langsung mengambil posisi tuk mengambil gambar Andra dengan beragam pose, di beragam spot yang menarik, tentunya.
Lagi-lagi, mereka bahagia. Disaksikan oleh ratusan pohon yang rimbun nan hijau, mereka terbalut dalam tawa nan sukacita. Seandainya, waktu mereka lama. Seandainya, mereka masih bersama.
Ah, banyak andai demi andai yang pada kenyataannya merupakan angan belaka. Karena nyatanya, hidup lebih rumit daripada sekedar ‘andai’.
Betul, kan?