Perjalanan pertama menjadi saksi pembuka rahasia tentang perasaan yang terpendam diantara mereka.
Setelah puluhan purnama terpisah, mereka kembali bertemu lagi di sebuah kesempatan yang langka.
Biar saja,
Mungkin alam ingin memberi sinyal, bahwa perasaan mereka masih ada,
Bahwa perasaan mereka tidak hilang, melainkan hanya istirahat tuk sekejap.
*
Alarm berbunyi, membangunkan Bayu yang masih berada di alam mimpi. Ketikamembuka mata, ia sadar, bahwa ia harus segera bangkit. Jam sudah menunjukkan pukul empat pagi, saatnya ia menyiapkan diri tuk melaksanakan ibadah pagi, yaitu sholat subuhnya.
Ia ingat kata-kata Almarhum Bapaknya. "Nak, sesungguhnya bangun sebelum Subuh itu sungguh banyak manfaatnya. Mulai dari menyiapkan diri shalat sampai kita jauh lebih bisa menata diri lebih baik di setiap awal paginya. Keren, to?"
...
"Lebih bagus lagi, ditambah sholat sunnah dua rakaat sebelum subuh. Karena dua rakaat sebelum fajar, atau shalat Subuh, lebih baik nilainya dari dunia dan seisinya."
Bayu mengangguk. "Masya Allah.."
"Dan alangkah lebih baik, kalau berjamaah, di masjid. Wes, pahala tok isine." Bapak melanjutkan lagi. "Karena kamu tau to, seseorang yang melaksanakan shalat subuh berjamaah, maka orang itu akan mendapatkan pahala serarus Sembilan belas kali dibanding shalat sendiri.."
Usai mengingat kata-kata Bapak, Bayu menguatkan dirinya untuk bangkit dari ranjang yang mencengkramnya erat.
Sebelum mengambil wudhu, Bayu membuka ponselnya sejenak, dan terdapat dua pesan, dari dua wanita yang—saat ini—sukses membuatnya bimbang.
Ayu:
Bangun, Mas. Subuhan.
Dan pesan kedua...
Diandra:
Bayuu, jangan lupa sholat subuh..
Satu pesan, dari wanita yang saat ini sedang mendampinginya di dunia nyata. Dan satu pesan, dari wanita masa lalu, yang tak sengaja betemu lagi dengannya di dimensi masa kini.
Tak ada satupun dari pesan tersebut yang dibalasnya. Ia menghela nafas, semua seakan berat saja rasanya.
Lebih baik, ia bangkit, kemudian berjalan mengambil wudhu, dan bergegas menuju masjid, tepat di samping penginapan ini.
Karena tekadnya bangun pagi, memang demi sholat subuh. Selain itu, kali ini, ia ingin segera menumpahkan isi hatinya pada sang Ilahi, demi mencapai ketenangan hati yang memang sedang ia cari.
**
"Kita mau kemana? Ayo, kasih tau.. Ini kan udah pagi. Masa iya, aku nggak tau kemana kita mau pergi?" desak Andra, yang masih diburu rasa penasarannya.
"Udah, siap-siap aja. Jam setengah tujuh pagi, kita berangkat," balas Bayu.
"Ini kan udah jam enam.."
"Ya udah, sarapannya agak cepat. Mumpung masih pagi, disana pasti bagus pemandangannya."
Bayu dan Andra sudah ada di ruang makan penginapan, dengan menyantap menu sarapan mereka. Bayu dengan roti terbalut selai cokelat pilihannya, dan segelas susu hangat mendampinginya; sementara Andra dengan sereal cokelat, serta satu buah pisang yang menjadi idolanya tuk menyantap makanan di pagi hari.
"Kita mau ke Tebing keraton," kata Bayu, akhirnya membuka jawaban akan pertanyaan Andra.
"Tebing Keraton?" Andra menggaruk kepalanya. "Tempat apa, tuh?"
Dan Bayu, hanya mengulum senyumnya. Biarkan saja Andra makin penasaran. Yang jelas, petualangannya hari ini, akan sangat menakjubkan.
"Ih, tuh kan, sok misterius!" keluh Andra. "Sebel, deh!"
"Tenang aja, Ndra.. Kamu pasti bahagia, hari ini," kata Bayu, penuh keyakinan.
*
"Kok jaketnya samaan?" tanya Andra, menunjuk jaket parka hitamnya, kemudian bergilir menunjuk jaket parka hitam yang Bayu pakai. "Ini kan jaket couple yang kita beli di Jogja waktu jaman kuliah."
"Iya. Nggak sengaja, bisa sama-sama bawa jaket ini, ya?" kata Bayu, yang juga masih terheran-heran.
"Kamu masih pakai?"
"Masih. Aku suka jaketnya."
Andra tersenyum. "Aku juga suka."
Keduanya tersenyum bersama. Siapa sangka, segala sesuatu mengingatkan mereka akan hubungan mereka di jaman kuliah dulu. Dan mereka makin yakin, saat ini, takdir tengah mempermainkan mereka dalam sebuah pertemuan.
“Padahal jaket ini murah meriah, ya, Ndra. Tanpa merek. Tanpa rencana juga belinya. Kamu masih inget nggak, gimana cerita kita beli jaket ini?” tanya Bayu.
Andra tertawa kecil. “Kamu mau coba ngetes ingatan aku, ya?”
“Iya. Kamu kan pelupa!” ejeknya.
“Inget, kok. Kita beli jaket ini, waktu ada Sekaten di Jogja. Terus lagi naik kora-kora, tiba-tiba gerimis. Akhirnya kita lari-lari beli jaket di bazaar baju... Dapet, deh. Jaket kembar. Ya, kan?” Andra menjelaskan panjang lebar.
“Alhamdulillah. Ingatan kamu membaik.”
“Ih, aku nggak pernah pikun, tauuu!” protesnya.
Mereka tertawa bersamaan.
“Bentar lagi ada Sekaten. Ayo, kesana lagi,” ajak Bayu.
“Iya. Kalau ada waktu dan kesempatan untuk ke Jogja. Mau banget.”
“Nanti kita naik kora-kora lagi!”
Andra menggeleng. “Nggak mau. Aku mual.”
“Justru itu. Aku pengen lihat, apa lambung kamu udah kuat? Atau masih lemah kayak dulu?” ledek Bayu.
Seolah Andra tak mau kalah, ia pun ikut meledek. “Oke. Tapi ada syarat juga buat kamu.”
“Apa?”
“Kamu harus masuk rumah hantu. Waktu itu kan kamu nggak berani!”
“Sialan. Masih inget aja!”
“Hahahaha.”
Di wilayah Kotamadya Yogyakarta, terdapat upacara adat yang disebut sebagai Sekaten atau yang lebih dikenal dengan istilah Pasar Malam Perayaan Sekaten karena sebelum upacara Sekaten diadakan kegiatan pasar malam terlebih dahulu selama satu bulan penuh. Tradisi yang ada sejak zaman Kerajaan Demak (abad ke-16) ini diadakan setahun sekali pada bulan Maulud, bulan ke tiga dalam tahun Jawa, dengan mengambil lokasi di pelataran atau Alun-alun Utara Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sekaten merupakan pasar malam yang diadakan antara 1 sampai 2 minggu sebelum acara tradsional Sekaten di alun-alun utara Yogyakarta. Selain berisi penjual makanan dan minuman, ada beberapa atraksi di perayaan ini. Semuanya bisa dinikmati pengunjung secara cuma-cuma alias gratis. Keramaian ini merupakan kegiatan awal sebelum acara Sekaten itu sendiri.
“Oke, oke. Kita buktikan di kunjungan kita selanjutnya, saat ada pasar malam Sekaten,” kata Bayu, dengan yakin.
Andra menganguk. “Oke.”
“Semoga kita masih diberi kesempatan untuk datang bersama di Sekaten selanjutnya.”
“Semoga..” kata Andra, dalam hati memberi amin yang cukup serius.
Kisah mereka memang sepanjang itu. Seolah mereka sudah pernah mengelilingi dan mencoba apapun yang ada di sekitar mereka. Seluruh Yogyakarta dan isinya, sudah pernah mereka raba dengan romansa kisah mereka.
Tanpa terasa, sudah sepuluh menit mereka berbincang tentang topik Sekaten ini. Hingga akhirnya mereka sadar bahwa mereka harus segera berangkat tuk melakukan petualangan yang sudah mereka nantikan sejak semalam tadi.
"Ayo, berangkat," ajak Andra.
Bayu mengangguk. "Yuk."
Dan tepat pukul setengah tujuh pagi, Bayu dan Andra memulai perjalanannya. Mereka menggunakan jaket parka hitam, yang merupakan jaket kebanggaan mereka, dari dulu, bahkan sampai kini. Sepatu Nike berwarna hitam milik Bayu, serta sepatu Nike berwarna putih milik Andra pun, sudah bertengger mesra di kaki mereka masing-masing.
Dengan gagah, Bayu dan Andra sudah berboncengan mesra di atas motor Vixion merah kebanggaan. Helm pun sudah terpasang mesra di kepala mereka masing-masing.
Keduanya tertawa, menikmati semilir angin, sembari melontarkan obrolan-obrolan ringan sepanjang jalan.
"Akhirnya, kamu kesampaian, ya, beli Vixion," kata Andra. "Dulu padahal cuma angan-angan.."
"Iya, alhamdulillah..." balas Bayu, dengan suara sedikit keras, berusaha menyaingi suara angin yang sedikit mengaburkan pembicaraan mereka. "Terima kasih, Ndra.."
"Untuk?"
"Semua. Terutama karena kamu telah menemani susahnya masa kuliahku, dengan motor Shogun hitam jadulku... Padahal, kalau kamu mau dapat laki-laki kaya raya, pun kamu bisa."
"Tapi kan dulu aku pilih kamu," balas Andra, ringan.
"Dulu, ya? Sekarang gimana?"
"Eh.. Apaan sih, Bayu... Hahaha.. Aku jomblo tau..”
“Masa, sih?”
“Iya. Kalau kamu?”
Bayu terdiam. Bingung harus menjawab apa. Seharusnya ia bangga mengatakan bahwa ia memiliki Ayu, yang lebih dari sempurna untuk dirinya. Tapi mulutnya justru enggan mengatakannya.
Dan seketika, suasana menjadi canggung. Bayu pun mengutuk dirinya, mengapa ia melontarkan pertanyaan berupa pancingan seperti itu. Padahal, pertanyaan itu bisa membuat Andra makin berharap. Dan ketika Andra sudah berharap, Bayu tak bisa bertanggung jawab, karena sudah ada hati yang harus ia jaga.
"Jauh nggak sih, perjalanannya?" tanya Andra. "Kok nggak sampai-sampai?"
"Lumayan. Nggak ada satu jam, sih. Coba kamu pantau google map, ya, Ndra.."
"Oh.. Oke.."
Mereka tetap melaju, mengikuti panduan teknologi masa kini, yaitu google map. Sungguh, bagi Bayu si pecinta traveling, keberadaan fitur tersebut sangatlah membantu perjalanannya, asalkan didukung dengan sinyal dan koneksi yang baik.
Sebenarnya, rute menuju Tebing Keraton sangat mudah. Setelah menemukan lokasi bernama Tahura atau yang dikenal dengan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuandra, tinggal lurus saja mengikuti jalan.
"Jalannya gini amat. Tanjakannya tinggi, turunannya juga curam," keluh Andra. "Maaf kalau aku nggak sengaja pegangan pinggang kamu, ya.."
"Iya. Tenang. Like we used to do.." balas Bayu.
"Kan dulu pacaran.. Sekarang kan nggak.."
"O iya, ya. Hahahaha.."
Mereka pun melanjutkan perjalanan dalam obrolan singkat yang sengaja mereka ciptakan. Obrolan yang membuat mereka semakin dekat lagi, setelah sekian lama terpisah jarak, ruang, dan waktu.
Dan mereka baru sadar, mereka rindu.
*
Beberapa menit kemudian, mereka sudah masuk kawasan Tebing Keraton. Harga tiket masuk terbilang murah, sekitar sebelas ribu rupiah untuk warga lokal, dan tujuh puluh lima ribu rupiah untuk Warga Negara Asing. Biaya parkir pun cukup murah, untuk motor sekitar lima ribu rupiah, dan mobil sekitar sepuluh ribu rupiah.
Murah, kan?
Tebing keraton atau bukit keraton merupakan satu bukit dengan tebing terjal yang menghadap langsung ke area Taman Hutan Raya Juanda Bandung. Ditambah dengan background gunung tangkuban perahu, menambah keindahan area ini
"Alhamdulillah, sampai," kata Bayu.
"Mana Tebingnya?" tanya Andra, melihat ke sekeliling.
Bayu terkekeh. "Belum, lah! Ini baru parkiran.. Untuk sampai objek wisata Tebing Keraton, kita harus jalan kaki dua kilo meter lagi. Atau, kalau nggak kuat, naik ojek aja.."
"Jangan naik ojek! Mending jalan aja." Andra, bicara dengan lantang dan gagahnya.
"Yakin kuat? Kalau aku sih kuat, karena aku sering olah raga." Bayu menepuk dadanya.
"Kamu ragu sama aku?"
"Lumayan."
Andra memajukan bibirnya, kesal. "Lagipula, kalau aku nggak kuat, aku tau, kamu nggak akan tinggalin aku sendirian. Kamu pasti tungguin aku sampai aku bisa jalan lagi. Kamu pasti sabar, meskipun mungkin sampai sana sudah siang dan terik.."
Deg.
"Tapi itu dulu, waktu kita masih sama-sama. Nggak tau kalau sekarang, saat kondisi kita sudah bukan lagi sebagai apa-apa," lanjut Andra.
Bayu menghela nafas. "Jadi apa-apa, ataupun bukan apa-apa, aku akan selalu peduli sama kamu, Ndra. Jangan pernah risau akan hal itu."
Dan Andra tercengang dibuatnya. Kalimat sederhana, namun penuh makna.
"Ayo, jalan," ajak Bayu, yang tanpa basa-basi, langsung menggamit tangan Andra, tuk digenggamnya erat.
Andra sempat diam, namun kemudian, ia melanjutkan langkah, sembari menikmati tangan mereka yang bertautan.
"Kalau nggak gandengan, aku takut kamu terpisah jauh. Jalanan lumayan rusak," kata Bayu, seakan tau isi pikiran gadis di sampingnya.
"Oh.. Oke.."
Benar saja, jalanan memang penuh batu, disertai tanjakan, yang membuat mereka mau tak mau harus lebih berhati-hati dan tak bisa terburu-buru untuk sampai ke atas sana.
"Jadi inget, dulu kita pernah ke Dieng sama temen-temen KKN, ya..." kata Bayu.
"Iya. Indah banget. Romantis banget kita, dulu. Sampai-sampai, cari lokasi KKN aja bareng.. Dapetlah kita di Wonosobo. Alhasil, tiap akhir pekan ke Dieng, ya..." balas Andra, dengan nafas sedikit memburu, karena lelah yang sedikit menyergap.
"Foto-fotonya masih ada, loh.." Bayu terkekeh, mengingat masa-masa KKN jaman kuliah dulu.
"Aku juga. Masih aku simpan. Aku juga kadang masih komunikasi sama anak-anak.. Kamu masih?"
Bayu mengangguk. "Masih. Mereka kan rata-rata di Jogja. Jadi kadang masih suka ketemu.."
"Enak, ya.."
"Makanya, kamu besok pindah kerja di Jogja aja..." kata Bayu, enteng.
"Jaminannya apa kalau aku pindah sana?" Andra menatap Bayu, penuh tanya.
Bayu tersenyum tulus. "Jaminannya... Bahagia."
"Kenapa?"
Karena ada aku, balas Bayu dalam batinnya. Namun yang terlontar di bibirnya, berbeda kata. "Pasti bahagia.. Siapa, sih, yang nggak bahagia di Jogja?"
"Ah, iya. Benar. Jogja memang selalu menjanjikan bahagia.."
Sembari mengobrol, mereka melangkahkan kaki dengan hati-hati, dengan jemari mereka yang saling bertautan, serta canda tawa yang sesekali mereka lontarkan.
Setelah tiba di titik yang mereka tuju, yaitu ujung Tebing Keraton, mereka berdua berdecak kagum. Begitu terpesonanya mereka melihat hamparan pepohonan di sekeliling bawah dan pemandangan Gunung Tangkuban Perahu di seberang.
Sungguh, salah satu tempat yang wajib di Bandung adalah Tebing Keraton. Tempat wisata yang berarti Kemegahan Alam ini terletak di daerah Dago Pakar. Di sini, pengunjung bisa melihat indahnya alam Bandung dari ketinggian sekitar 1200 mdpl.
"Gimana?" tanya Bayu, meminta pendapat Andra.
Andra meneguk air liurnya. Ia diam sejenak, mengagumi segala yang telah Tuhan ciptakan dengan sempurna. "Bagus... Sangat..." kata Andra, lirih, namun penuh decak kekaguman.
Bayu mengangguk. "As your wish, Diandra. Seneng, kan?"
"Sangat bahagia... Terima kasih.."
"Sama-sama..."
Tiba-tiba, gadis itu mendekatkan bibirnya ke telinga Bayu, kemudian berbisik pelan. "Kamu selalu berhasil membuat aku bahagia. Dari dulu, bahkan hingga kita bukanlah apa-apa lagi..."
Dan Bayu balas berbisik. "Jadi apa-apa atau bukan, sudah menjadi tugasku untuk membuat kamu bahagia, Ndra."
Perjalanan mereka menuju ujung Tebing Keraton, memang terlihat sederhana. Tetapi, mereka berdua menikmatinya. Sungguh, hal ini merupakan pengalaman istimewa dengan tawaran pemandangan serta suasana yang juga istimewa.
"Tempat wisata ini baru muncul di Bandung sekitar bulan Mei 2014 lalu," kata Bayu.
“Dan Tebing Keraton, artinya Kemegahan Alam..."
"Memang, sangat indah. Sesuai namanya.." Andra manggut-manggut. "Aku pikir, Tebing Keraton mirip seperti Bukit Bintang di Jogja, dimana kita bisa melihat lampu kota yang luar biasa indah di malam hari.. Ternyata, disini beda, ya.. Tebing Keraton Bandung, menyuguhkan kita dengan pemandangan hutan Juanda dari ketinggian. Bagus banget, udara sejuk," kata Andra, panjang lebar, mendiskripsikannya.
Dari penjelasan Andra, Bayu tau betul, kalau gadis ini begitu bahagia dan antusias. Andra terlihat senang, dan berusaha mengambil gambar dari beragam sisi, untuk mendapat dokumentasi paling menarik versi dirinya. Sungguh, pagi ini adalah pagi yang menakjubkan bagi seorang Andra.
"Sini, aku fotoin kamu," kata Bayu, menawarkan.
Andra mengangguk. "Boleh. Nanti gantian, ya."
"Oke."
"Kita juga harus foto berdua... Untuk mengabadikan ini semua," kata Andra, dengan permintaan barunya, lagi.
Bayu tertawa. "Oke, oke. Apapun untuk kamu, Tuan Puteri..."
Dan mereka menghabiskan sisa waktu dengan berfoto. Saling mengambil gambar satu sama lain, serta mengabadikan gambar mereka bersama dengan cara selfie maupun dibantu orang lain, membuat mereka lupa waktu. Ternyata, bahagia itu sederhana, ya?
Bayu jadi ingat pesan Almarhum Bapak, ketika mereka mengunjungi tempat ini.
"Gi... Lihat pemandangannya, indah sekali, kan? Lihat pula ketinggiannya, tinggi sekali, kan?"
"Iya, Pak..."
"Ini bukti bahwa Allah itu maha besar. Hebat sekali menciptakan segala sesuatu di alam ini... Kita sebagai manusia, harus menjaga alam ini.. Dan kita sebagai manusia, harus selalu menyadari, kalau kita hanya partikel kecil yang menghuni muka bumi... Jadi, tetaplah rendah hati dan jangan pernah menyombongkan diri."
Begitulah, nasihat sang Ayah yang diberikan pada Bayu, yang membuat Bayu tumbuh menjadi sosok yang senantiasa menundukan diri. Karena sesungguhnya, kesombongan adalah sesuatu yang bisa merusak citra diri manusia.
"Nggak nyesel, kan?" tanya Bayu, melirik Andra.
Andra menggeleng. "Sama sekali nggak."
"Rasa penasarannya udah terjawab, kan?"
Dan Andra terkekeh. "Udah."
Andra masih memejamkan mata, dan menghirup berulang kali udara pagi di Tebing Keraton. Udara segar, di tempat yang tak kalah menawan.
Daya tarik tempat ini adalah lokasinya yang berada di sisi tebing, berhadapan langsung dengan area taman hutan raya Juanda.
"Di pagi hari, bisa melihat lautan kabut yang menutupi area hutan raya. Indah banget, ya?" Bayu menunjuk ke arah lautan kabut di sekitar mereka.
"Terima kasih, ya, Bay. Sudah bawa aku ke tempat menawan ini.."
"Sama-sama.."
Destinasi wisata alam di Bandung ini lebih direkomendasikan untuk dikunjungi di pagi hari. Bagi wisatawan penyuka fotografi, pemandangan sunrise ataupun sunset dari tebing ini layak untuk diabadikan. Terdapat pula banyak pengguna Drone yang hunting video di tempat ini.
Terbukti secara nyata, bahwa tempat ini luar biasa indahnya.
"Foto di sebelah sana, yuk!" kata Andra, membuyarkan lamunan Bayu.
Dan kini, kedua insan tersebut kembali menghibur diri, dan menikmati keindahan di Tebing Keraton ini.
Setidaknya, hari ini, mereka masih dipertemukan oleh bahagia. Dan bahagia itu, menjadi milik berdua.
Karena besok, belum tentu mereka menemukan bahagia seperti ini, lagi.
*