Setelah Yonel menjelaskan kepada Horien, Horien kesal dan tidak menerima penjelasan itu. Apalagi dia masih dendam dengan Kina yang kemarin-kemarin mengancam dirinya. Anak laki-laki itu tidak mau membantu dan memilih pergi.
“Nggak apa-apa itu temen kamu?” tanya Kina ketika melihat Horien pergi dengan kesal.
“Nanti biar aku bicara sama dia. Sekarang kalian ingin masuk ke ruangan tanaman kemarin kan?” tanya Yonel. Aku akan membawa kalian ke sana tapi kita perlu ganti baju terlebih dahulu.”
Yonel mengajak Grafen, Kina, dan Gyn untuk ke toko baju. Yonel menyuruh Kina dan Gyn untuk berganti pakaian seperti seorang pelayan. Kina menatap jijik pakaian itu. Dia seperti sedang melakukan cosplay.
“Ini kita harus kayak gini beneran?” Begitu tirai terbuka, suara protes dari Kina langsung terdengar. Yonel dan Grafen tertawa. Wanita galak itu berubah menjadi lebih imut dan terlihat tidak berdaya.
“Ya gimana, Kak. Ini pakaian untuk pelayanku di rumah. Kalau kalian nggak mau ketahuan ya pakai ini.” Yonel menahan tawanya sambil menjelaskan.
Kina menaikkan bibirnya dengan kesal. Jika bukan karena buah yang satu-satunya ada di rumah Yonel, Kina tidak sudi melakukan ini. “Kayaknya seragammu perlu diganti deh biar lebih elegan gitu. Pelayanmu pasti juga kesal kalau disuruh pakai kayak gini,” tutur Kina.
“Udah, Kak? Ini waktu kita nggak banyak sebelum ayah Yonel balik.” Grafen mengingatkan.
“Udah. Mari kita mulai inspeksinya.”
Keempat orang itu masuk ke dalam rumah dengan santai. Pelayan pun tidak ada yang curiga karena memang ada banyak orang yang bekerja di sini dari segala umur. Beberapa anak seumuran mereka juga ada yang mengambil kerja paruh waktu untuk melangsungkan hidupnya. Kota kecil mereka memang tidak mempermasalhkan itu, aturan untuk memperkerjakan anak di bawah umut pun cukup ketat dan hanya dibatasi empat sampai tiga jam sehari.
“Kok nggak ada?” Kina terkejut melihat ruangan yang sudah kosong. Semua tanaman itu tidak ada di ruangan yang sama. Dia menatap Yonel dengan tajam. “Ke mana semua tanaman ini?” tanya Kina. Jantungnya berdegup dengan keras. Dia takut semua rencananya akan buyar.
“Tenang, Kak.” Gyn memegang bahu kakaknya agar rileks. Waktu sudah dekat di batas pergusuran, Kina takut tidak bisa mencegah itu semua. “Kita bisa pikirkan cara lain lagi.”
“Ke mana kira-kira orang tua kamu memindahkan ini?” Grafen mondar-mandir. Dia menatap lantai untuk mencari inspirasi.
“Selain di sini, tempat yang luas dan tidak ada orang yang terpikir untuk ke sana di mana?” tanya Kalila. “Tanaman itu tidak bisa disimpan di tempat yang lembab atau akan rusak. Mereka pasti akan mencari tempat yang hangat dan tidak terjangkau.”
“Ke mana kira-kira?”
Terdengar suara langkah kaki seseorang. Yonel segera mengunci pintunya. Kemudian mereka berempat bersembunyi di balik kain bekas penutup itu. Ada dua orang yang berbicara. Mereka saling menebak orang itu.
“Mereka masuk sini?” Suara pria paruh baya mulai terdengar dengan jelas. Setelahnya gagang pintu ditarik dengan kuat. “Terkunci. Mereka tidak masuk ke tempat ini bukan?”
“Bagaimana jika mereka ada di dalam om?” Keempat orang itu membuka mata lebar-lebar. Suaranya sangat familiar.
Suara pintu terbuka. Mereka saling menutup mulut agar tidak mengeluarkan suara.
“Sepertinya mereka sudah melihat tempat ini. Kamu bisa balik. Terima kasih sudah mengatakannya kepada saya. Yonel dan Grafen akan menjadi urusan saya.” Pria paruh baya itu menepuk pundak Horien.
Anak laki-laki itu ingin memprotes tapi tidak bisa. Ayah Yonel memaksanya untuk pulang. Dia melangkah dengan lesu dan kembali ke tempatnya.
Sepeninggal Horien, ayah Grafen menghubungi satpam dengan walkie talkie untuk mengecek ruangan yang ada di atas loteng. Satpam itu lalu melaporkan bahwa tidak ada siapa-siapa. Setelahnya pria paruh baya itu menyuruh orang untuk menjaga tempat itu.
“Aku tidak akan membiarkan kalian mendapatkan apa yang kalian inginkan.” Ruangan terkunci kembali.
“Oke bagaimana kita bisa ke sana tanpa ketahuan?” tanya Kina kepada Yonel.
“Hemm. Ayah pasti menambahkan penjagaan yang ketat. Tapi aku punya ide. Kita bisa naik ke genteng yang ada di sini. Genteng ini akan menyatu dengan genteng yang ada di gedung sana. Bagaimana? Kalian berani? Aku dan Grafen akan berjaga ke depan.”
“Oke.” Kina setuju untuk melakukannya. “Kalian jaga Gyn di sini. Aku akan melakukannya sendiir.”
“Tapi, Kak?” Gyn terlihat khawatir.
“Kamu harus percaya sama kakak.” Kina lalu menarik kain yang terhubung di langit-langit atap. Cukup kuat dan dia langsung menaikinya. Dia membuka lubang di langit-langit dan menaikinya. Semua ini akan berada di tangan Kina.
“Oke. Kita keluar. Kita amati Kak Kina dari gedung di sebelah barat. Kita bisa melihat dari sana. Ketika Kak Kina sudah masuk, kita alihkan perhatian satpam.” Yonel memberi petunjuk.
Kina membutuhkan waktu selama tiga puluh menit untuk bisa merayap ke bagian atap sebelah utara gedung. Jantungnya berdegup dengan kencang. Tidak pernah menyanga dia akan merayap di atas genting untuk mengambil sebuah tanaman.
Begitu Kina membongkar genting, ketiga orang yang mengamati itu langsung berlari ke gedung sebelah. Mereka siap untuk melakukan drama. Yonel berlari mendekati satpam untuk meminta tolong.
“Pak itu tolong Grafen mau jatuh ke bawah.” Para satpam yang ada di sana langsung berlari untuk mencegah Grafen terjatuh dari lantai tiga.
Yonel memberikan kode kepada Gyn untuk masuk ke dalam ruangan. Tepat saat itu kakaknya sudah memasukkan tanaman belladonna ke dalam kantongnya.
“Kenapa kakak mengambil semuanya?” tanya Gyn heran.
“Karena tanaman ini tidak seharusnya ada di sini.” Kina lalu menarik lengan adiknya. “Kita harus segera meninggalkan tempat ini. Kita tidak punya banyak waktu.”
Tepat setelah kedua orang itu keluar, satpam kembali berjaga. Kina dan Gyn saling berpandangan dan tertawa. Akhirnya mereka berhasil meskipun harus bertaruh nyawa.