Kina menyentuh permukaan halus gading gajah putih yang berada di depannya. Gading itu dirangkai menjadi satu di dalam ikatan tali tipis dan melayang di rak. Cahaya berwarna biru berputar di sekeliling gajah itu. Kina merasa sedih jika membayangkan mereka merelakan gading gajah itu hanya untuk manusia.
“Gading ini memang kita dapatkan ketika tidak sengaja bertemu para kawanan gajah. Mereka sedang mengungsi ke tempat lain untuk menghindari kawanan hewan karnivora. Ada gajah yang dengan sukarela menghadang dan menyelamatkan kita. Pada akhirnya gajah itu meninggal. Setelah ayah dan ibumu kembali, kami melihat gadingnya ditinggalkan oleh kawanan hewan karnivora. Untuk itu ayah mengambilnya dan berniat untuk mengembalikannya kepada kawanan gajah. Mereka memberikannya kepada kami untuk digunakan dengan baik. Gajah itu menceritakan niat baik gajah yang berkorban.” Arvensis menunduk dengan sedih. Dia mengingat gajah yang tidak bersalah itu.
Kina mulai memahami penjelasan dari ayahnya. Dia menatap sekeliling ruangan, benda-benda yang mereka temukan ini pasti diberikan secara sukarela oleh pemiliknya atau kerabatnya. Hatinya menjadi lebih tenang. Kedua orang tuanya tidak sejahat itu.
“Lalu ini apa?” Kina mengambil sebuah tabung yang berbentuk bulat di ujungnya. Tabung itu terdapat cairan berwarna biru terang yang bergerak seperti ombak air.
“Itu air dari laut tempat tinggal Naga Basuki. Air itu diberikan kepada ibu kamu ketika kami melintasi Selat Bali.” Arvensi berkata dengan senyum kecilnya. Kina meliriknya dengan pandangan bertanya. Sepertinya kisah kali ini tidak sesedih itu.
“Air ini bisa mengobati sakit kulit. Kalau kamu membawanya melintasi samudra dia bisa datang jika kamu menuangkan airnya. Hanya saat kamu membutuhkannya.” Pinan mengambil tabung itu dan menatapnya dengan lembut.
“Air ini diberikan secara cuma-cuma juga?”
“Naga Basuki itu naga yang tegas dan bijaksana. Kamu harus bisa menebak teka-teki yang diberikan oleh dia. Terkadang teka-tekinya tidak masuk akal.” Pinan meletakkan tabung itu di rak kembali dan tertawa kecil mengingat kenangan mereka.
“Terus air ini kenapa bisa diberikan kepada ibu?” tanya Kina dengan penasaran.
“Saat itu ibu jatuh ke dalam air karena ombak yang bergulung-gulung. Ibu jatuh tepat di tempat persembunyian Naga Basuki dan tanpa sengaja membangunkannya. Dia akan membantu ibu jika ibu bisa menjawab pertanyaannya.”
“Seteleh itu ibu bisa menjawabnya?” Kina menebak akhir cerita ibunya.
“Tidak. Sama sekali tidak ada yang bisa ibu jawab, tapi ibu berhasil menemaninya bermain. Dia terlalu bosan katanya. Jadilah membawa ibu berkeliling guanya dan akhirnya mengantarkan ibu ke perahu ayahmu kembali. Katanya itu juga ujian untuk ayah kamu. Dia lalu memberikan air ini karena sudah membuatnya senang.”
Kina membuka mulutnya dengan heran, sebuah cerita yang tidak masuk akal. Apa hewan mitologi ini memang kelewat unik? Kina tidak mengira mereka juga bisa bersikap seperti manusia.
“Tapi kenapa mereka bisa bertemu dengan banyak manusia? Apa sekarang mereka masih ada? Kalau ada kenapa aku tidak pernah melihatnya? Gyn …” Kina menarik adiknya yang melihat gagang sumpit dari kayu berukiran simbol kuno. “Gyn juga tidak pernah melihatnya.”
“Karena memang mereka tidak ada di sini.” Pinan tertawa kecil. Dia tahu anaknya pasti bingung dengan semua penjelasan ini.
“Lalu bagaimana ayah dan ibu bisa menemukan mereka?” Kina memojokkan kedua orang tuanya dengan pertanyaan yang dia sampaikan. Dia benar-benar bisa mati penasaran jika kedua orang tuanya tidak menceritakan kisahnya secara penuh.
“Kisahnya akan sangat panjang. Apa kamu tidak penasaran cerita yang lainnya? Seperti sisik naga ini?” Pinan memberikan sisik naga berwarna emas. Sisik itu berkilap diterpa cahaya dari berlian.
Kina menatapnya dengan lebih dalam. Dia tiba-tiba terperosok ke dalam ingatan naga itu. Naga besar yang badannya melekuk-lekuk. Naga itu sedang terbang di langit dan berputar-putar mengelilingi bulan. Tubuhnya sedang melindungi bulan dari dinginnya malam. Kina kemudian kembali ke dunia saat ini. Ingatan itu cukup mengejutkan dirinya dan hampir saja sisik itu terjatuh. Beruntungnya dia masih menyadari keberadaan sisik itu.
“Kenapa dengan sisik ini? Tidak ada ingatan di dalamnya.”
“Dia memang menyimpan ingatan bagus dalam sisik ini. Semua pengorbanannya sebelum ditangkap oleh para penyihir untuk membuat obat ketahanan. Karena naga ini adalah penjaga dan inti hidupnya tentang penjagaan maka mereka beranggapan jika membuat obat dari inti mereka akan membuat mereka bisa kebal dengan senjata apapun.”
“Apakah pada akhirnya mereka berhasil mendapatkan naganya?” Kina merasa sedih mendengarnya.
“Ya. Mereka mendapatkan naga itu, tapi tidak dengan inti tubuhnya. Inti tubuh itu jatuh ke bumi dan terkubur beberapa tahun setelahnya. Sepertinya para penyihir itu tidak mengetahuinya.”
“Kalau ibu dan ayah tahu cerita itu, kenapa ibu dan ayah tidak menolongnya?” tanya Gyn. Dia tertarik dengan cerita ayah dan ibunya. Pendengarannya langsung terkoneksi dengan imajinasinya.
“Ayah dan ibu tidak bisa melakukan itu. Para penyihir itu terlalu kuat dan di luar sana ada banyak musuh yang mengincar.”
“Jadi … apa selama ini kalian tinggal di kota ini untuk berlindung?”