Ramai-ramai suara orang saling berbicara di depan rumah keluarga Arvensis. Suara itu terdengar sampai ke gudang belakang. Mereka saling berpandangan. Jantung mereka berdetak dengan kencang. Sepertinya permasalahan pergusuran masih berlanjut sampai saat ini. Arvensis menarik Gyn dan Kina ditarik oleh Pinan. Mereka membawa anak-anak kembali ke lantai satu gudang.
Setelahnya Pinan meletakkan kunci itu kembali ke tempat semula agar gudang menjadi seperti sebelumnya. Mereka lalu keluar dari gudang secara bersamaan. Kina kesal dengan kedatangan para warga yang menggangu pertanyaannya. Dia lagi-lagi tidak bisa mendapatkan jawaban dari semua teka-teki yang ada.
Tubuh Kina ditarik ke belakang oleh Pinan. Ternyata para warga datang bersamaan dengan Walikota Baron. Walikota dengan tubuh kekar, berkumis tipis, berjanggut lancip, hidung mancung, dahi lebar, dan kaki kurus itu berjalan dengan gagahnya. Dia tidak segan-segan membawa anak buahnya yang berbaris rapi untuk masuk ke dalam kawasan rumah Arvensis. Beberapa anak buah yang ada di bagian kanan dan kiri tanpa sengaja menginjak tanaman obat.
“Ohh, sorry.” Walikota Baron memutar tubuhnya dan mengambil salah satu tanaman. Dia melihat sekilas cahaya yang terpancar di dalam tanaman itu lalu memasukkannya ke dalam koper. Dia sekalian ingin mengetahui rahasia apa yang disembunyikan oleh pemilik rumah itu sehingga tidak ingin pergi dari kota kecil ini.
“Kamu mengambilnya?” Kina maju ke depan dan tangannya ditarik oleh Pinan kembali.
“Ssttt, jangan melakukan apa pun, Kina.” Pinan memperingatkan anaknya untuk menjaga sikat.
Pinan sebenarnya ingin marah melihat kelakuan anak buah walikotanya, akan tetapi dia tidak bisa melakukan apa pun. Mereka bukan siapa-siapa di kota itu. Mereka hanya penjual biasa yang sedang terkena tekanan karena menolak menjual tanahnya.
“Ada apa bapak kemarin?” Arvensis maju ke depan dan melepaskan tangan Gyn yang bersembunyi di belakangnya.
“Saya hanya ingin melihat apakah keluarga ini sama tenarnya dengan apa yang dikatakan orang-orang?” Walikota Baron memegang dagunya dan menelisik satu keluarga di depannya. Dia tidak mengetahui apa pun tentang keluarga itu karena memang tidak banyak yang bisa dicari informasinya.
Walikota Baron hanya menemukan fakta bahwa Pinan dan Arvensis adalah penjual obat yang tanamannya ditanam oleh mereka sendiri di dalam rumah. Ketika melihat sekeliling rumah itu, benar adanya. Tanaman obat itu terkenal sangat manjur ketika dijadikan obat. Dia kemudian berpikir bahwa semua ini ada yang salah. Pasti ada yang disembunyikan oleh pemiliknya.
“Maaf, Pak. Keluarga kami adalah keluarga biasa. Bisa dilihat rumah kami tidak sebagus rumah-rumah orang yang lain. Kami juga hanya berjualan di pasar. Pajak yang kami bayarkan sudah sesuai.” Pinan menjelaskan dengan rinci. Dia tidak gentar sedikit pun menghadai pria yang lebih besar. Kina sedikit takjub melihat ibunya. Ibunya keren karena berani berpendapat di depan laki-laki.
“Saya hanya ingin memastikan sekaligus melakukan negosiasi yang sangat menguntungkan untuk keluarga kalian.” Walikota Baron lalu masuk ke dalam rumah mereka tanpa permisi. Mau tidak mau Pinan dan Arvensis ikut masuk ke dalam rumah. Sementara Kina dan Gyn menunggu di luar untuk mengamati anak buah walikota, mereka takut tanaman obat mereka akan dihancurkan dalam sekejap.
“Mohon maaf, Pak. Jawaban kita masih sama. Kita tidak ingin menjual tanah ini. Ini adalah tempat tinggal kami satu-satunya.” Pinan menjawabnya dengan lugas. Matanya tak lepas menatap gerak-gerik Walikota Baron yang mencurigakan.
Walikota Baron memang sengaja masuk ke dalam rumah untuk mencari sesuatu, perasaannya tidak enak. Sejak masuk ke dalam wilayah keluarga Arvensis, perasaannya menjadi tidak karuan. Dia seperti merasakah kehidupan makluk lain di wilayah mereka.
Begitu dia masuk ke dalam rumah Arvensis, matanya tidak pernah berhenti untuk mencari-cari sesuatu yang ganjal. Tapi sepertinya rumah itu pintar dalam menyembunyikan sesuatu sehingga Walikota Baron tidak menemukan apapun.
“Hemm … sepertinya masih butuh waktu lama,” kata Walikota Baron dengan ambigu. “Baiklah kalau begitu, saya akan kemari lagi nanti. Saya harap kalian sudah setuju untuk menjualnya.”
Tubuh tegap pria itu muncul di halaman depan dan mengajak anak buahnya untuk kembali. Kina dan Gyn langsung masuk ke dalam rumah. Ayah dan ibunya terlihat tidak tenang.
Kina mendudukkan dirinya dan memegang jari tangan ibunya. Kina meremasnya dengan pelan. Perasaannya cukup sedih melihat kejadian ini. Kina lalu memikirkan cara lain untuk menggagalkan proyek itu rapi apa dan siapa yang bisa membantunya? Kina bahkan tidak memiliki banyak teman di sekolah.
“Ayah dan ibu tenang aja. Nanti Kina pikirin caranya juga. Aku nggak mau kita kehilangan rumah ini.” Kina mengucapkannya dengan tulus.
Arvensis, Pinan, dan Gyn terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa salah satu keluarga mereka itu akan mengatakan hal itu. Apalagi jika mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Kina masih sangat menyetujui penjualan tanah itu. Sekarang dia tidak lagi berada di antara para lawan itu.
Ada benarnya memang dia membawa anak-anak mereka untuk menonton harta berharga yang mereka miliki. Usahanya berhasil untuk memperkenalkan dunia mereka sekaligus membuat Kina menyadari betapa berharganya tempat tinggalnya saat ini.
Sebenarnya ada satu tempat lagi yang belum sempat Pinan dan Arvensis ceritakan. Tempat itu adalah tempat sakral yang mereka jaga agar tidak terkontaminasi dengan hal-hal di luar pembuatan obat.