Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
MENU
About Us  

Punggungnya terasa lebih ringan pagi ini. Bukan karena ia tak membawa banyak buku, tapi karena beban pikirannya seperti sudah mulai melepuh, mengering, dan mengelupas sedikit demi sedikit. Ada ruang baru di dalam dirinya, tempat napas bisa ditampung tanpa sesak.

Aditya tidak lagi menunduk saat berjalan ke sekolah. Langkahnya tegap, meski tetap pelan. Dan aku, tas tua yang sudah menampung terlalu banyak rahasia, tahu—anak ini sedang menapaki jalannya menuju pemulihan.

Namun seperti luka yang belum sepenuhnya kering, dunia masih menyimpan kejutan yang bisa saja menggores ulang. Dan hari itu, kejutan itu datang dalam bentuk seseorang yang sudah lama tak muncul di hadapan kami.

“Dit.”

Aditya berhenti. Aku pun ikut terhenti di punggungnya. Suara itu pelan, ragu-ragu, tapi tidak asing. Ia menoleh pelan. Dan di sana, berdiri dengan rambut diikat ekor kuda dan wajah yang tampak canggung—Reya.

Bukan Ayu.

Bukan teman dari masa kini.

Tapi Reya. Teman perempuan yang dulu pernah mengisi banyak ruang dalam hidup Aditya. Yang dulu sering duduk di sampingnya saat istirahat, sebelum hilang entah kemana setelah pertengkaran yang tak pernah benar-benar dibicarakan.

“Reya?” suara Aditya nyaris tak terdengar. Bahkan aku, yang selalu ada di dekat mulutnya, hampir tidak menangkapnya.

Reya mengangguk. Ia membawa buku, mengenakan seragam dengan jaket almamater yang sama. “Aku pindah balik... ke sekolah ini,” katanya pelan. “Baru minggu ini resmi.”

Aditya mengangguk kaku. Aku bisa merasakan tubuhnya menegang.

“Boleh kita ngobrol nanti? Nggak harus sekarang sih. Gue cuma... pengin minta maaf,” lanjut Reya.

Aditya tak langsung menjawab. Tapi kemudian, ia menarik napas panjang.

“Oke,” katanya pendek.

Dan saat Reya berjalan menjauh, aku bisa merasakan sesuatu yang lama terkubur mulai bergerak di dalam diri Aditya. Campuran getir, penasaran, marah yang sudah melebur jadi sisa-sisa keingintahuan.

Hari itu berlangsung cepat. Aditya hanya diam di kelas, tapi tidak tenggelam. Ia menyimak pelajaran, ikut diskusi, bahkan sempat melempar candaan saat guru Matematika salah tulis angka. Hal-hal kecil, yang dulu terasa berat, kini mulai terasa wajar kembali.

Saat istirahat, ia duduk sendiri di bangku dekat lapangan. Aku terletak di sebelahnya. Ia membuka resletingku dan menarik keluar kertas catatan yang ditulis semalam. Dibacanya pelan, lalu dilipat ulang dan dimasukkan ke saku kemeja.

“Gue mau ketemu dia nanti, cuma mau pastiin diri dulu,” gumamnya.

Yang dimaksudnya tentu Reya. Masa lalu yang datang mengetuk bukan untuk menghancurkan, tapi menagih akhir yang tak pernah selesai.

Sore harinya, mereka bertemu lagi di taman dekat sekolah. Reya duduk duluan. Kali ini, Aditya datang lebih tenang. Aku tetap setia di punggungnya, menjadi saksi yang tak bicara, tapi menyimpan semuanya.

“Gue... salah waktu itu,” kata Reya setelah diam cukup lama. “Waktu kabar soal keluarga lo tersebar, gue malah ikut menjauh. Aku nggak tahu harus gimana. Gue takut... kelihatan sok peduli.”

Aditya menatapnya lama. Lalu tersenyum tipis.

“Lo nggak salah. Gue juga ngejauh. Gue takut semua orang tahu, termasuk lo. Jadi gue mundur duluan.”

Reya menggigit bibirnya. “Tapi gue harusnya tetap jadi temen lo.”

“Udah telat buat balikin kayak dulu,” kata Aditya jujur. “Tapi bukan berarti nggak bisa mulai lagi, kan?”

Reya menatapnya, lalu tersenyum kecil. “Lo berubah ya.”

Aditya tertawa pendek. “Gue ngerasa kayak ganti kulit. Bukan berubah jadi orang lain, tapi jadi versi yang lebih jujur.”

“Gue senang lo bisa sampai sini, Dit,” bisik Reya.

Aditya mengangguk. “Gue juga.”

Mereka tidak banyak bicara setelah itu. Tapi diam yang terjadi bukan canggung. Justru hangat. Seperti dua orang yang pernah saling kehilangan arah, lalu kini memilih berjalan berdampingan lagi. Tidak harus seperti dulu. Tapi cukup.

Di kamar malam itu, Aditya menulis di laptop. Bukan untuk YouTube, bukan juga untuk tugas. Tapi jurnal pribadi. Sebuah kebiasaan baru yang disarankan Bu Ratih sejak ia mulai konseling.

“Hari ini gue ketemu Reya. Ternyata masa lalu nggak seseram yang gue kira. Mungkin karena gue udah nggak lari lagi.”

“Dulu gue pikir, buat jadi kuat, gue harus nutup semua pintu. Tapi ternyata, ada pintu yang kalau dibuka, malah bikin lega.”

Aku tersenyum—ya, sebisa tas tersenyum. Karena aku tahu, anak ini pelan-pelan sedang menyulam dirinya kembali. Benang-benang dari masa lalu tak lagi menjadi jebakan, melainkan bahan yang ia gunakan untuk merajut hari-hari baru.

Besok, mungkin akan ada hujan.

Mungkin juga akan ada pertanyaan baru yang belum bisa dijawab.

Tapi untuk malam ini, Aditya tidur lebih cepat dari biasanya. Dan aku, tersampir di gantungan kamar, merasa... pulang.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Arsya (Proses Refisi)
2663      1298     1     
Mystery
"Aku adalah buku dengan halaman yang hilang. Cerita yang tercerai. Dan ironisnya, aku lebih paham dunia ini daripada diriku sendiri." Arsya bangun di rumah sakit tanpa ingatanhanya mimpi tentang seorang wanita yang memanggilnya "Anakku" dan pesan samar untuk mencari kakeknya. Tapi anehnya, ia bisa mendengar isi kepala semua orang termasuk suara yang ingin menghabisinya. Dunia orang dewasa t...
Merayakan Apa Adanya
1145      848     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Time and Tears
623      466     1     
Romance
Rintik, siswi SMA yang terkenal ceria dan berani itu putus dengan pacarnya. Hal berat namun sudah menjadi pilihan terbaik baginya. Ada banyak perpisahan dalam hidup Rintik. Bahkan temannya, Cea harus putus sekolah. Kisah masa remaja di SMA penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Tak disangka pula, pertemuan dengan seorang laki-laki humoris juga menambah bumbu kehidupan masa remajanya. Akankah Ri...
Jalan Menuju Braga
1169      763     4     
Romance
Berly rasa, kehidupannya baik-baik saja saat itu. Tentunya itu sebelum ia harus merasakan pahitnya kehilangan dan membuat hidupnya berubah. Hal-hal yang selalu ia dapatkan, tak bisa lagi ia genggam. Hal-hal yang sejalan dengannya, bahkan menyakitinya tanpa ragu. Segala hal yang terjadi dalam hidupnya, membuat Berly menutup mata akan perasaannya, termasuk pada Jhagad Braga Utama--Kakak kelasnya...
Cinderella And The Bad Prince
3608      2059     11     
Romance
Prince merasa hidupnya tidak sebebas dulu sejak kedatangan Sindy ke rumah. Pasalnya, cewek pintar di sekolahnya itu mengemban tugas dari sang mami untuk mengawasi dan memberinya les privat. Dia yang tidak suka belajar pun cari cara agar bisa mengusir Sindy dari rumahnya. Sindy pun sama saja. Dia merasa sial luar biasa karena harus ngemong bocah bertubuh besar yang bangornya nggak ketul...
Bisikan yang Hilang
119      108     3     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
Yang Tertinggal dari Rika
5730      2101     11     
Mystery
YANG TERTINGGAL DARI RIKA Dulu, Rika tahu caranya bersuara. Ia tahu bagaimana menyampaikan isi hatinya. Tapi semuanya perlahan pudar sejak kehilangan sosok paling penting dalam hidupnya. Dalam waktu singkat, rumah yang dulu terasa hangat berubah jadi tempat yang membuatnya mengecil, diam, dan terlalu banyak mengalah. Kini, di usianya yang seharusnya menjadi masa pencarian jati diri, Rika ju...
Solita Residen
3944      1522     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
Public Enemy
1      1     0     
Fantasy
Ziora dianggap orang yang menyebalkan oleh semua orang karena tingkahnya, entah saat di lingkungan rumah atau di lingkungan Kartel sekolah sihirnya. Namun, bagaimana pun sudut pandangnya dan sudut pandang mereka berbeda. Semua hal yang terjadi dan apa yang Ziora rasakan berbeda. Mereka selalu berpikir, dialah dalangnya, dialah pelakunya, tanpa mau mendengarkan penjelasannya. Kenapa ia...
Only One
2273      1355     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...