Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
MENU
About Us  

Aditya berdiri di depan cermin kamar, mencoba tiga gaya rambut berbeda—tanpa hasil yang memuaskan. Ia tertawa sendiri, lalu akhirnya menyisir rambut seperti biasa: rapi ke samping. Aku, tergantung di punggung kursi, tahu kenapa ia ribet sejak pagi. Hari ini, ia akan berbicara di depan teman-teman satu angkatan, dalam sebuah acara bincang inspiratif bertema “Suara Kita”.

Bukan acara resmi sekolah. Ini proyek dari kelompok ekskul jurnalistik dan OSIS gabungan. Ide dari Bu Ratih dan beberapa guru—untuk memberi ruang bagi siswa yang menyuarakan pengalaman dan pemikiran mereka. Sesuatu yang mungkin belum pernah terjadi sebelumnya di sekolah ini.

Dan Aditya diminta jadi salah satu pembicara.

Bukan karena dia juara kelas. Bukan karena dia ketua OSIS. Tapi karena dia pernah terpuruk. Dan karena itu, saya berani memikirkan soal itu.

“Ada yang mau tahu kenapa saya pernah menghapus sekolah minggu?” suara Aditya terasa gemetar dari balik mic. Tangannya memegang pinggiran podium, dan aku bisa merasakan sedikit getaran dari tubuhnya. Tapi dia tidak lari.

Beberapa siswa di aula diam. Beberapa lainnya terlihat penasaran. Ayu duduk di deretan depan, menyemangati dengan pandangan penuh dukungan. Bahkan Reya duduk di pojok, tak kalah fokus mendengarkan.

"Saya bukan anak yang mudah dibuka. Dulu saya pikir, semua masalah harus disimpan sendiri. Tapi ternyata, menyimpan itu bukan berarti kuat. Kadang, malah bikin kita meledak dari dalam."

Dia berhenti sebentar. Menarik napas. Lalu tersenyum.

"Saya anak dari keluarga yang tidak utuh. Ibu saya meninggal saat aku masih SMP. Ayah saya—nggak tahu dia di mana sekarang. Saya tinggal sama nenek. Dan kadang, sama Pakde. Saya kira, asal saya tetap terlihat biasa-biasa aja, semua akan baik-baik aja."

Beberapa wajah mulai berubah. Tidak semua orang tahu cerita itu. Tapi Aditya tidak tampak menyesal membaginya. Ia menatap lurus.

"Yang bikin hidup makin berat itu bukan masalah, tapi perasaan sendirian. Dan makin lama saya simpan sendiri, makin berat rasanya. Sampai akhirnya saya cuma bisa nangis di kamar, marah ke semua orang, dan pengin hilang."

Dia menghela napas.

“Tapi ternyata... saya nggak sendirian. Ada temen saya yang nyari. Ada guru yang care. Ada tempat buat cerita. Dan perlahan, saya belajar bilang: 'saya nggak baik-baik aja.' Itu kalimat paling sulit buat saya ucapin. Tapi itu juga titik balik saya.”

Suara di ruangan yang sunyi. Bahkan kipas angin terdengar jelas.

Aditya melanjutkan, kali ini lebih tenang. "Hari ini saya pengin bilang ke siapa pun yang lagi ngerasa sendiri: kamu nggak sendirian. Nggak harus jadi berani hari ini juga. Tapi coba buka satu pintu. Coba cerita ke satu orang. Coba izinkan diri kamu buat sembuh."

Lalu ia menutupnya dengan kalimat, “Dan jangan takut terlihat rapuh. Karena dari mengulang-retak itu, cahaya bisa masuk.”

Tepuk tangan meledak. Beberapa siswa terlihat menunduk. Beberapa lainnya berdiri. Bu Ratih menatap Aditya dengan mata berkaca-kaca. Dan aku—tas tua yang dulu ikut menampung air mata Aditya diam-diam di kamar—merasa bangga.

Anak ini tidak lagi bersembunyi.

Dia mulai berdiri.

Sore harinya, kami berjalan pulang melewati jalur biasa. Tapi langkah Aditya kali ini lebih ringan, meski aku tetap berisi penuh. Ia mampir ke warung dekat gang, beli dua gorengan, lalu duduk di tepi taman kecil dekat rumah.

Tak banyak yang dia lakukan. Hanya duduk, makan, lalu menatap langit.

Tapi aku tahu, dalam diamnya itu, ada rasa lega yang tak bisa dijelaskan.

Malamnya, di kamar, Aditya menulis lagi. Jurnal harian yang kini mulai menjadi kebiasaan baru.

"Hari ini aku bicara. Dan ternyata, rasanya bukan cuma lega. Tapi kayak—akhirnya suara yang lama ketahan, bisa keluar. Dan yang paling aneh, orang-orang dengerin."

"Dulu gue pikir satu-satunya tempat gue bisa jadi diri sendiri ya cuma pas main Roblox di YouTube. Tapi ternyata, dunia nyata juga bisa jadi tempat aman. Asal... gue berani buka pintu duluan."

Aku ingin menggenggam tangan. Tapi aku cuma tas. Jadi aku hanya duduk diam di sudut kamar, menyerap udara malam yang terasa sedikit lebih hangat dari biasanya.

Aditya sudah tidak lagi bersembunyi.

Dan ini baru permulaan.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Our Perfect Times
809      584     7     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Yang Tertinggal dari Rika
1268      808     9     
Mystery
YANG TERTINGGAL DARI RIKA Dulu, Rika tahu caranya bersuara. Ia tahu bagaimana menyampaikan isi hatinya. Tapi semuanya perlahan pudar sejak kehilangan sosok paling penting dalam hidupnya. Dalam waktu singkat, rumah yang dulu terasa hangat berubah jadi tempat yang membuatnya mengecil, diam, dan terlalu banyak mengalah. Kini, di usianya yang seharusnya menjadi masa pencarian jati diri, Rika ju...
Spektrum Amalia
685      470     1     
Fantasy
Amalia hidup dalam dunia yang sunyi bukan karena ia tak ingin bicara, tapi karena setiap emosi orang lain muncul begitu nyata di matanya : sebagai warna, bentuk, dan kadang suara yang menghantui. Sebagai mahasiswi seni yang hidup dari beasiswa dan kenangan kelabu, Amalia mencoba bertahan. Sampai suatu hari, ia terlibat dalam proyek rahasia kampus yang mengubah cara pandangnya terhadap diri sendi...
Metanoia
45      38     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
FINDING THE SUN
430      174     14     
Action
Orang-orang memanggilku Affa. Aku cewek normal biasa. Seperti kebanyakan orang aku juga punya mimpi. Mimpiku pun juga biasa. Ingin menjadi seorang mahasiswi di universitas nomor satu di negeri ini. Biasa kan? Tapi kok banyak banget rintangannya. Tidak cukupkah dengan berhenti dua tahun hanya demi lolos seleksi ketat hingga menghabiskan banyak uang dan waktu? Justru saat akhirnya aku diterima di k...
Aku Ibu Bipolar
45      38     1     
True Story
Indah Larasati, 30 tahun. Seorang penulis, ibu, istri, dan penyintas gangguan bipolar. Di balik namanya yang indah, tersimpan pergulatan batin yang penuh luka dan air mata. Hari-harinya dipenuhi amarah yang meledak tiba-tiba, lalu berubah menjadi tangis dan penyesalan yang mengguncang. Depresi menjadi teman akrab, sementara fase mania menjerumuskannya dalam euforia semu yang melelahkan. Namun...
Senja di Balik Jendela Berembun
17      17     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
No Life, No Love
893      733     2     
True Story
Erilya memiliki cita-cita sebagai editor buku. Dia ingin membantu mengembangkan karya-karya penulis hebat di masa depan. Alhasil dia mengambil juruan Sastra Indonesia untuk melancarkan mimpinya. Sayangnya, zaman semakin berubah. Overpopulasi membuat Erilya mulai goyah dengan mimpi-mimpi yang pernah dia harapkan. Banyak saingan untuk masuk di dunia tersebut. Gelar sarjana pun menjadi tidak berguna...
Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
1758      1076     0     
Inspirational
Judul ini bukan hanya sekadar kalimat, tapi pelukan hangat yang kamu butuhkan di hari-hari paling berat. "Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari" adalah pengingat lembut bahwa menjadi manusia tidak berarti harus selalu tersenyum, selalu tegar, atau selalu punya jawaban atas segalanya. Ada hari-hari ketika kamu ingin diam saja di sudut kamar, menangis sebentar, atau sekadar mengeluh karena semua teras...
Langkah yang Tak Diizinkan
149      126     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...