Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
MENU
About Us  

Langit pagi ini tampak kusam. Awan menggumpal, seperti enggan membuka hari dengan terang. Tapi Aditya tetap melangkah keluar rumah dengan tugas yang tergantung di punggungnya. Buku catatan disimpan rapi di kompartemen dalam, bersebelahan dengan tempat pensil dan satu bungkus kecil permen mint—ia selalu membawanya kalau merasa tegang.

Kami tidak terburu-buru, tapi langkahnya mantap. Jalanan kampung yang biasa ia lewati sekolah tampak lebih hidup menuju ke sini. Seorang bapak menyiram tanaman, ibu-ibu menjemur pakaian, dan anak kecil berteriak mengejar layangan yang tersangkut di atap.

Namun langkah Aditya berhenti sejenak di depan gang sempit, tempat seorang laki-laki dengan jaket luluh duduk sambil merokok.

Ayahnya.

Pertemuan mereka tidak direncanakan. Bahkan sejak Aditya tinggal bersama neneknya, ia tak pernah tahu kapan—atau apakah—akan bertemu ayahnya lagi. Tapi pagi itu, semesta seolah membuka satu bab lama yang belum selesai ditutup.

Ayahnya menoleh pelan. Wajah tirus, mata sembab, dan senyum yang tak utuh.

"Apa?"

Aditya menggenggam taliku lebih erat. Aku bisa merasakan detak jantungnya bertambah cepat.

Ayahnya berdiri. “Kamu sehat?”

Tidak ada jawaban. Hanya anggukan kaku.

“Ayah cuma... lagi nyari kerja. Makanya ada di sekitar sini. Kalau kamu sempat, kita bisa ngobrol ya?”

Aditya mengangguk lagi, lalu berjalan cepat, melewati gang itu tanpa menoleh.

Di sekolah, pikiran tidak fokus. Saat guru bertanya, Aditya hanya mengangguk-angguk tanpa benar-benar mengerti. Di kelas IPS, ia bahkan salah menjawab soal yang ia kuasai dengan benar.

Saat istirahat, dia tidak pergi ke kantin. Ia memilih duduk sendiri di bangku taman belakang sekolah. Tempat biasanya ia dan Reya menyatukan soal permainan atau kehidupan.

Aku berbaring di tempatnya. Dari sini, aku bisa melihat wajahnya—linglung, tegang, dan kelabu.

Ayu menyusul tak lama kemudian.

“Lo nggak ke kantin?”

Aditya menggeleng. “Ngak lapar.”

Ayu duduk. Hening beberapa saat. Lalu bertanya pelan, "Lo kenapa? Lo kelihatannya kayak abis ketemu hantu."

Aditya tersenyum miris. “Gue ketemu bokap.”

Ayu menatap lama. “Yang ninggalin lo dan nyokap itu?”

“Yang ninggalin semuanya,” jawab Aditya pendek.

Ayu tidak berkata apa-apa. Ia hanya meraih botol minumnya dan meletakkannya di depan Aditya.

“Minum dulu, terus ceritain kalau lo mau.”

Butuh lima belas menit sampai Aditya mulai bercerita. Tentang bagaimana dulu ayahnya sering pulang tengah malam dalam keadaan mabuk, tentang pertengkaran orang tuanya yang nyaris jadi musik pengantar tidur, tentang malam ketika ibunya akhirnya meninggal dunia. Dan pagi tentang saat ia dan ayahnya tak saling bicara, lalu tiba-tiba ayahnya pun pergi.

"Waktu itu gue kira bokap cuma pergi kerja. Tapi dia nggak balik. Nenek yang datang jemput gue seminggu kemudian."

Ayu menggenggam tangan Aditya pelan. “Lo nggak pernah cerita soal ini.”

Aditya mengangguk. “Gue takut orang mandang gue beda.”

“Aditya,” Ayu menatap serius. “Lo bukan masa lalu orang tua lo. Lo bukan cerita mereka. Lo cerita lo sendiri.”

Kalimat itu menggantung lama di udara.

Di rumah, malam harinya, Aditya membuka laptop. Ia membuka dokumen kosong dan mulai menulis:

Hari ini gue ketemu bokap. Rasanya kayak ngelihat bayangan lama yang gak pernah gue siapin buat balik. Tapi ternyata... rasa marah itu belum hilang. Dan gue capek pura-pura biasa aja.

Gue pengen jadi orang yang bisa minta maaf. Tapi ternyata susah. Apa itu salah?

Hari-hari berikutnya, Aditya mulai membaca artikel tentang luka masa kecil. Ia menonton video tentang trauma keluarga dan dampaknya terhadap hubungan sosial.

Salah satu video yang mengatakan:

"Menyembuhkan bukan berarti melupakan. Tapi mengakui bahwa luka itu pernah ada, dan memutus rantainya agar tidak membelenggu masa depan."

Aditya menuliskannya di buku catatannya, lalu menggambar rantai kecil yang terpotong di tengah.

Pada sesi BK berikutnya, Bu Ratih mengajukan satu pertanyaan yang membuat Aditya teringat:

“Kalau kamu bisa menulis surat ke ayahmu, tapi tidak harus mengirimkannya, kamu akan menulis apa?”

Aditya tidak langsung menjawab. Tapi malamnya, ia duduk di kamar dengan lampu redup dan mulai menulis:

Halo, Pak. Atau Ayah. Atau... orang asing yang pernah ada di rumahku.

Aku marah. Banget. Karena kamu pergi. Karena kamu tidak bilang apa-apa. Karena aku harus ngerasa mengisi atas sesuatu yang bukan salah aku.

Tapi aku juga kangen. Aku pengen kamu lihat aku sekarang. Bukan karena aku pengen kamu bangga, tapi karena aku pengen tau... apa kamu nyesel?

Aku nggak tau akan kirim surat ini atau nggak. Tapi aku tahu, nulis ini bikin aku ngerasa lebih lega.

Mungkin suatu hari aku bisa minta maaf padamu. Tapi bukan hari ini.

Beberapa hari setelahnya, Aditya kembali melewati gang tempat ayahnya muncul dulu. Tapi tempat itu kosong. Hanya ada plastik bekas dan puntung rokok.

Ia berdiri sejenak. Lalu membuka tugasku, mengambil catatannya, dan menyelipkan surat itu ke antara halaman.

“Gue belum siap,” gumamnya, “tapi gue juga nggak mau terus dibelenggu.”

Langit sore itu mulai cerah. Awan menggulung perlahan, membiarkan cahaya matahari menembus satu celah kecil.

Di sekolah, Aditya mulai membuat konten baru: vlog sederhana tentang kesehatan mental dari perspektif remaja. Bukan tutorial, bukan ceramah. Hanya cerita—jujur ​​dan seadanya.

Judulnya: Cerita yang Gak Pernah Masuk Presentasi Sekolah.

Dalam video pertamanya, Aditya duduk di taman belakang sekolah.

"Hari ini gue cuma pengen bilang: nggak apa-apa buat nggak baik-baik aja. Dan lo nggak harus cepet sembuh. Kadang-kadang, cukup lo sadar kalau lo lagi luka, itu udah langkah pertama."

Video itu tidak viral. Tapi komentar-komentarnya tulus.

“Bang, boleh minta link artikel yang lo baca soal penyembuhan?” “Nonton ini kayak ngobrol sama temen lama.” “Lo bikin gue berani nulis surat juga. Mungkin gue gak kirim, tapi gue tulis.”

Malam itu, sebelum tidur, Aditya menulis satu kalimat di buku catatannya:

Maaf belum bisa memaafkan. Tapi aku sedang menuju ke sana.

Dan aku, tas hitam luluh yang menemaninya setiap hari, tahu satu hal:

Terkadang, langit tidak selalu biru. Tapi bukan berarti matahari hilang.

*** 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Our Perfect Times
2178      1168     8     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Dimension of desire
362      281     0     
Inspirational
Bianna tidak menyangka dirinya dapat menemukan Diamonds In White Zone, sebuah tempat mistis bin ajaib yang dapat mewujudkan imajinasi siapapun yang masuk ke dalamnya. Dengan keajaiban yang dia temukan di sana, Bianna memutuskan untuk mencari jati dirinya dan mengalami kisah paling menyenangkan dalam hidupnya
SABTU
5155      1783     13     
True Story
Anak perempuan yang tumbuh dewasa tanpa ayah dan telah melalui perjalanan hidup penuh lika - liku, depresi , putus asa. Tercatat sebagai ahli waris cucu orang kaya tetapi tidak merasakan kekayaan tersebut. Harus kerja keras sendiri untuk mewujudkan apa yang di inginkan. Menemukan jodohnya dengan cara yang bisa dibilang unik yang menjadikan dia semangat dan optimis untuk terus melanjutkan hidupn...
Sebelah Hati
2003      1054     0     
Romance
Sudah bertahun-tahun Kanaya memendam perasaan pada Praja. Sejak masih berseragam biru-putih, hingga kini, yah sudah terlalu lama berkubang dengan penantian yang tak tentu. Kini saat Praja tiba-tiba muncul, membutuhkan bantuan Kanaya, akankah Kanaya kembali membuka hatinya yang sudah babak belur oleh perasaan bertepuk sebelah tangannya pada Praja?
VampArtis United
2367      1314     3     
Fantasy
[Fantasi-Komedi-Absurd] Kalian harus baca ini, karena ini berbeda... Saat orang-orang bilang "kerja itu capek", mereka belum pernah jadi vampir yang alergi darah, hidup di kota besar, dan harus mengurus artis manusia yang tiap hari bikin stres karena ngambek soal lighting. Aku Jenni. Vampir. Bukan yang seram, bukan yang seksi, bukan yang bisa berubah jadi kelelawar. Aku alergi darah. B...
Nuraga Kika
44      40     0     
Inspirational
Seorang idola sekolah menembak fangirlnya. Tazkia awalnya tidak ingin melibatkan diri dengan kasus semacam itu. Namun, karena fangirl kali ini adalah Trika—sahabatnya, dan si idola adalah Harsa—orang dari masa lalunya, Tazkia merasa harus menyelamatkan Trika. Dalam usaha penyelamatan itu, Tazkia menemukan fakta tentang luka-luka yang ditelan Harsa, yang salah satunya adalah karena dia. Taz...
Lepas SKS
245      211     0     
Inspirational
Kadang, yang buat kita lelah bukan hidup tapi standar orang lain. Julie, beauty & fashion influencer yang selalu tampil flawless, tiba-tiba viral karena video mabuk yang bahkan dia sendiri tidak ingat pernah terjadi. Dalam hitungan jam, hidupnya ambruk: kontrak kerja putus, pacar menghilang, dan yang paling menyakitkan Skor Kredit Sosial (SKS) miliknya anjlok. Dari apartemen mewah ke flat ...
Hello, Me (30)
22744      1740     6     
Inspirational
Di usia tiga puluh tahun, Nara berhenti sejenak. Bukan karena lelah berjalan, tapi karena tak lagi tahu ke mana arah pulang. Mimpinya pernah besar, tapi dunia memeluknya dengan sunyi: gagal ini, tertunda itu, diam-diam lupa bagaimana rasanya menjadi diri sendiri, dan kehilangan arah di jalan yang katanya "dewasa". Hingga sebuah jurnal lama membuka kembali pintu kecil dalam dirinya yang pern...
Negaraku Hancur, Hatiku Pecah, Tapi Aku Masih Bisa Memasak Nasi Goreng
1770      807     1     
Romance
Ketika Arya menginjakkan kaki di Tokyo, niat awalnya hanya melarikan diri sebentar dari kehidupannya di Indonesia. Ia tak menyangka pelariannya berubah jadi pengasingan permanen. Sendirian, lapar, dan nyaris ilegal. Hidupnya berubah saat ia bertemu Sakura, gadis pendiam di taman bunga yang ternyata menyimpan luka dan mimpi yang tak kalah rumit. Dalam bahasa yang tak sepenuhnya mereka kuasai, k...
FAMILY? Apakah ini yang dimaksud keluarga, eyang?
345      279     2     
Inspirational
Kehidupan bahagia Fira di kota runtuh akibat kebangkrutan, membawanya ke rumah kuno Eyang di desa. Berpisah dari orang tua yang merantau dan menghadapi lingkungan baru yang asing, Fira mencari jawaban tentang arti "family" yang dulu terasa pasti. Dalam kehangatan Eyang dan persahabatan tulus dari Anas, Fira menemukan secercah harapan. Namun, kerinduan dan ketidakpastian terus menghantuinya, mendo...