Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
MENU
About Us  

Ada hal-hal yang tidak pernah terdengar, meski sebenarnya ingin disuarakan. Kadang, mereka hanya mengendap di sudut dada, menunggu waktu yang tepat. Tapi waktu tak pernah benar-benar memberi aba-aba.

Aditya duduk di teras rumah sore itu. Buku catatan kecilnya di pangkuan, pena di tangan. Aku tergantung di sandaran kursi di dekatnya, mengawasi dari balik kainku yang mulai pudar warnanya. Tak ada angin. Tak ada suara. Hanya suara detak jarum jam dari dalam rumah dan sesekali deru motor lewat di kejauhan.

Sore itu berbeda. Bukan karena langit lebih biru, bukan karena udara lebih sejuk. Tapi karena Aditya untuk pertama kalinya membuka suara—bukan ke orang lain, melainkan ke dirinya sendiri.

“Dulu,” tulisnya di halaman baru buku kecil itu, “gue pikir hidup tuh soal jadi seseorang. Jadi anak paling pinter, paling lucu, paling bisa bikin semua orang senang.”

Tangannya berhenti. Ia menatap halaman itu lama.

“Tapi kenapa ya makin gue kejar, makin gue ngerasa gak jadi siapa-siapa?”

Seminggu terakhir, setelah sesi refleksi bersama Bu Ratih, Aditya mulai membiasakan diri menulis setiap hari. Kadang dua kalimat, kadang satu paragraf. Ia menyebutnya 'rapor perasaan.' Bukan untuk siapa-siapa. Bukan untuk konten. Hanya untuk dirinya sendiri.

Di sekolah, sikapnya mulai berubah. Tidak langsung ceria, tidak langsung kembali aktif di kelas. Tapi mulai membuka diri. Sedikit demi sedikit.

Saat Saka mengajaknya ngobrol soal game baru, Aditya tersenyum. Saat Reya mengajak ke kantin, ia tidak menolak. Bahkan kemarin, saat ada tugas kelompok, Aditya menawarkan diri membuat bagian presentasi.

“Kemajuan kecil juga tetap kemajuan,” kata Bu Santi saat menemui Aditya di ruang BK.

Aditya hanya mengangguk. Tapi senyumnya—meski belum lebar—lebih jujur dari sebelumnya.

Di rumah, ia kembali menyentuh channel YouTube-nya. Tapi bukan untuk unggah video. Ia menonton ulang beberapa video lama. Yang dibuat saat pertama kali ia mulai channel itu. Suaranya masih agak grogi, editannya kasar. Tapi tawa di dalamnya terasa asli.

“Apa gue bisa balik ke titik itu?” gumamnya.

Aku, dari tempatku digantung di sisi meja, ingin menjawab: mungkin bukan balik, tapi jalan terus sambil bawa versi itu.

Satu malam, Aditya menemukan video dari channel lain, seorang YouTuber kecil seperti dirinya. Isi videonya sederhana: curhatan soal rasa tidak percaya diri, rasa ingin menyerah karena angka, dan tekanan untuk selalu produktif.

Aditya menonton tanpa berkedip.

Di kolom komentar, seseorang menulis:

“Gue pikir gue doang yang ngerasa begini. Ternyata ada juga yang ngerti.”

Tiba-tiba Aditya membuka laptop, menyalakan kamera, dan mulai merekam. Tanpa script, tanpa editan mewah.

“Hai,” katanya pelan. “Gue Aditya. Mungkin lo biasa lihat gue main game, bikin jokes receh, atau ngebacot di Roblox. Tapi malam ini gue nggak pengen jadi karakter itu.”

Ia menarik napas.

“Akhir-akhir ini gue ngerasa capek. Bukan karena sekolah atau bikin video, tapi karena... gue ngerasa nggak tahu siapa gue. Gue cuma ngikut arus. Takut ngecewain orang. Takut channel gue sepi. Tapi gue lupa tanya diri gue sendiri: gue bikin ini semua buat apa?”

Aditya terdiam. Matanya berkaca.

“Gue tahu banyak dari lo yang mungkin juga ngerasain hal kayak gini. Jadi... video ini bukan buat ngeluh. Tapi buat bilang: lo nggak sendiri. Gue juga lagi belajar nerima diri gue, pelan-pelan.”

Ia mengunggah video itu malam itu juga. Bukan di channel utama, tapi di playlist terpisah: Cerita dari Belakang Layar.

Keesokan paginya, komentar datang.

“Gila, gue nonton sambil nangis.” “Gue juga lagi capek. Makasih udah berani ngomongin ini.” “Bang, lo bikin gue ngerasa gak sendirian.”

Tapi yang paling menyentuh adalah satu komentar dari seseorang bernama @Rinata:

“Lo bilang lo bukan siapa-siapa. Tapi lo udah jadi seseorang buat gue: bukti kalau jujur itu bukan kelemahan.”

Hari itu, di sekolah, Aditya berjalan dengan langkah lebih ringan. Punggungnya—tempat aku biasa bersandar—tidak lagi terlalu membungkuk.

Saat di kelas, Bu Murni memulai sesi diskusi dengan pertanyaan, “Apa momen paling jujur yang pernah kamu alami akhir-akhir ini?”

Aditya mengangkat tangan. Teman-temannya menoleh. Bu Murni tersenyum, memberi isyarat.

Aditya berdiri. Suaranya masih sedikit bergetar.

“Aku bikin video. Bukan buat viral. Tapi buat jujur soal rasa capek yang nggak kelihatan.”

Hening sesaat. Lalu beberapa teman bertepuk tangan pelan.

Ayu menepuk pundaknya. “Bangga sama lo.”

Sore harinya, Aditya duduk di kamar sambil memutar playlist Cerita dari Belakang Layar. Ia menambahkan deskripsi baru:

“Di sini, lo bisa nemuin bagian diri gue yang nggak sempat gue tunjukin di video lain. Nggak harus banyak yang nonton. Yang penting nyata.”

Ia memandangi kameranya.

“Kayaknya gue tau kenapa gue bikin konten,” katanya padaku, seolah aku bisa menjawab.

“Bukan buat ngejar angka. Tapi biar gue nggak sendirian. Dan biar lo juga nggak ngerasa sendirian.”

Malam itu, Aditya menyimpan buku catatannya ke dalam tasku. Pertama kalinya buku itu dibawa keluar kamar.

“Besok gue pengen nulis di taman sekolah. Kayaknya enak sambil liat langit.”

Aku tidak bisa menjawab, tapi rasanya aku mengerti: Aditya tidak lagi menyembunyikan perasaannya di balik layar atau senyum palsu. Ia mulai berani menulis di dunia nyata.

Bukan lagi suara yang mengendap.

Tapi suara yang akhirnya... terdengar.

*** 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
H : HATI SEMUA MAKHLUK MILIK ALLAH
73      67     0     
Romance
Rasa suka dan cinta adalah fitrah setiap manusia.Perasaan itu tidak salah.namun,ia akan salah jika kau biarkan rasa itu tumbuh sesukanya dan memetiknya sebelum kuncupnya mekar. Jadi,pesanku adalah kubur saja rasa itu dalam-dalam.Biarkan hanya Kau dan Allah yang tau.Maka,Kau akan temukan betapa indah skenario Allah.Perasaan yang Kau simpan itu bisa jadi telah merekah indah saat sabarmu Kau luaska...
Naskah Novelku
7      4     1     
Inspirational
Ini cerita kita, penulis kecil yang nulis tanpa suara. Naskah dikirim, tanpa balasan. Postingan sepi, tanpa perhatian. Kadang bertanya, “Apakah aku cukup baik?” Aku juga pernah di sana. Hingga suatu malam, bermimpi berada di perpustakaan raksasa, dan menemukan buku berjudul: “Naskah Novelku.” Saat bangun, aku sadar: Menulis bukan soal dibaca banyak orang, Tapi soal terus berka...
Perjalanan yang Takkan Usai
900      671     1     
Romance
Untuk pertama kalinya Laila pergi mengikuti study tour. Di momen-momen yang menyenangkan itu, Laila sempat bertemu dengan teman masa kecil sekaligus orang yang ia sukai. Perasaan campur aduk tentulah ia rasakan saat menyemai cinta di tengah study tour. Apalagi ini adalah pengalaman pertama ia jatuh cinta pada seseorang. Akankah Laila dapat menyemai cinta dengan baik sembari mencari jati diri ...
RUANGKASA
56      51     0     
Romance
Hujan mengantarkan ku padanya, seseorang dengan rambut cepak, mata cekung yang disamarkan oleh bingkai kacamata hitam, hidung mancung dengan rona kemerahan, dingin membuatnya berkali-kali memencet hidung menimbulkan rona kemerahan yang manis. Tahi lalat di atas bibir, dengan senyum tipis yang menambah karismanya semakin tajam. "Bisa tidak jadi anak jangan bandel, kalo hujan neduh bukan- ma...
Hideaway Space
308      222     0     
Fantasy
Seumur hidup, Evelyn selalu mengikuti kemauan ayah ibunya. Entah soal sekolah, atau kemampuan khusus yang dimilikinya. Dalam hal ini, kedua orang tuanya sangat bertentangan hingga bercerai. evelyn yang ingin kabur, sengaja memesan penginapan lebih lama dari yang dia laporkan. Tanpa mengetahui jika penginapan bernama Hideaway Space benar-benar diluar harapannya. Tempat dimana dia tidak bisa bersan...
7°49′S 112°0′E: Titik Nol dari Sebuah Awal yang Besar
995      662     1     
Inspirational
Di masa depan ketika umat manusia menjelajah waktu dan ruang, seorang pemuda terbangun di dalam sebuah kapsul ruang-waktu yang terdampar di koordinat 7°49′S 112°0′E, sebuah titik di Bumi yang tampaknya berasal dari Kota Kediri, Indonesia. Tanpa ingatan tentang siapa dirinya, tapi dengan suara dalam sistem kapal bernama "ORIGIN" yang terus membisikkan satu misi: "Temukan alasan kamu dikirim ...
Matahari untuk Kita
3145      1052     9     
Inspirational
Sebagai seorang anak pertama di keluarga sederhana, hidup dalam lingkungan masyarakat dengan standar kuno, bagi Hadi Ardian bekerja lebih utama daripada sekolah. Selama 17 tahun dia hidup, mimpinya hanya untuk orangtua dan adik-adiknya. Hadi selalu menjalani hidupnya yang keras itu tanpa keluhan, memendamnya seorang diri. Kisah ini juga menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Jelita. Gadis c...
Our Perfect Times
2719      1425     8     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Metafora Dunia Djemima
234      195     2     
Inspirational
Kata orang, menjadi Djemima adalah sebuah anugerah karena terlahir dari keluarga cemara yang terpandang, berkecukupan, berpendidikan, dan penuh kasih sayang. Namun, bagaimana jadinya jika cerita orang lain tersebut hanyalah sebuah sampul kehidupan yang sudah habis dimakan usia?
Di Bawah Langit Bumi
4140      1945     87     
Romance
Awal 2000-an. Era pre-medsos. Nama buruk menyebar bukan lewat unggahan tapi lewat mulut ke mulut, dan Bumi tahu betul rasanya jadi legenda yang tak diinginkan. Saat masuk SMA, ia hanya punya satu misi: jangan bikin masalah. Satu janji pada ibunya dan satu-satunya cara agar ia tak dipindahkan lagi, seperti saat SMP dulu, ketika sebuah insiden membuatnya dicap berbahaya. Tapi sekolah barunya...