Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
MENU
About Us  

Aku tidak tahu pasti kapan Aditya mulai kehilangan cahayanya. Mungkin bukan hilang, tapi meredup—perlahan, seperti senja yang pelan-pelan ditelan malam. Aku hanya tahu, belakangan ini, punggung tempatku biasa bersandar terasa berbeda. Tegang. Lebih membungkuk. Lebih diam.

Hari itu hujan turun sejak subuh. Aditya tidak membawa payung. Aku menempel lembap di punggungnya saat kami berlari menyeberangi jalan, berusaha menghindari genangan. Tapi langkahnya tidak tergesa seperti biasanya. Seolah hujan tak perlu dihindari, biarlah membasahi, siapa tahu bisa meluruhkan sesuatu.

Di sekolah, suasana kelas sama seperti biasa—ramai, penuh obrolan tentang tugas, game baru, atau gosip dari kelas sebelah. Tapi Aditya cuma duduk di bangkunya, kepala bersandar di meja, matanya menerawang ke jendela. Ada embun yang menyelinap di kaca, tapi tidak sedingin yang merambat dari tubuh Aditya sendiri.

“Lo gak bikin tugas biologi?” bisik Saka, temannya yang duduk di depan.

Aditya menggeleng lemah. “Nanti gue kerjain... di rumah.”

Padahal aku tahu, ia belum menyentuh tugas itu. Semalam ia hanya membuka laptop, menatap layar kosong, lalu mematikan lampu dan diam dalam gelap. Tidak menangis, tidak marah, hanya diam. Aku digantung di paku kamar, menyaksikan siluetnya dari kejauhan.

Pelajaran Biologi dimulai. Bu Mega masuk sambil membawa setumpuk kertas soal dan lembar tugas. Semua murid mendesah pelan. Saka membalikkan badan, mengangkat alis pada Aditya.

“Gawat, kayaknya dikumpulin hari ini.”

Aditya tidak menjawab. Ia hanya membuka bukunya dan mulai menyalin sesuatu dengan tangan lemas. Tulisan itu tidak rapi. Spidol hitamnya bahkan nyaris habis.

“Aditya,” panggil Bu Mega. “Kamu kelihatan nggak fokus. Ada yang bisa dibantu?”

Ia menggeleng. “Nggak, Bu. Maaf.”

Waktu istirahat, Reya duduk di sebelahnya sambil membuka kotak makan. Isinya pastel buatan ibunya. Ia menawarkan satu ke Aditya. “Mau?”

Aditya menoleh, mencoba tersenyum. Tapi aku tahu senyuman itu seperti spidolnya tadi: nyaris habis.

“Lo kenapa sih akhir-akhir ini?” tanya Ayu pelan. “Gue liat lo kayak... kosong.”

“Enggak apa-apa kok,” jawab Aditya cepat.

“Bilang ‘nggak apa-apa’ tuh bukan solusi, Dit. Kadang, lo perlu ngaku kalau lo nggak baik-baik aja.”

Aditya menarik napas panjang. Lalu membungkuk, menyembunyikan wajahnya di atas meja.

Aku tahu, itu bukan karena mengantuk. Tapi karena menyembunyikan mata yang mulai berkaca.

Pulang sekolah, hujan sudah reda. Tapi hatinya belum. Sepanjang jalan, Aditya tidak berbicara. Sesampainya di rumah, ia hanya memberi salam, lalu langsung ke kamar.

Neneknya mengetuk pintu beberapa menit kemudian. “Dit, kamu nggak makan dulu?”

“Gak lapar, Nek.”

“Tadi katanya mau dibikinin bakwan.”

“Nanti aja ya...”

Aku diletakkan di pojok kamar, tak jauh dari kursi belajar. Aditya duduk di lantai, punggungnya bersandar ke dinding. Ia membuka YouTube, melihat channel-nya sendiri. Subscriber-nya bertambah lima orang hari ini. Tapi ekspresinya datar. Tak ada senyum, tak ada rasa bangga.

“Ngapain gue bikin video kalau gue sendiri gak yakin sama isinya...” gumamnya.

Ia membuka komentar lama dari salah satu video populernya. Banyak yang bilang lucu, seru, menghibur. Tapi satu komentar yang muncul di antara pujian itu terus mengganggunya:

“Bang, mainnya kurang semangat ya sekarang. Kenapa?”

Tengah malam, lampu masih menyala. Aditya membuka buku catatan kecil yang jarang ia pakai. Halamannya sebagian kosong, tapi ada beberapa coretan di sana. Tulisannya kecil, agak berantakan, tapi aku sempat melihat sekilas dari tempatku tergantung:

“Kenapa gue ngerasa capek banget, padahal gak ngapa-ngapain?”

“Kalau gue berhenti, orang bakal ninggalin gue?”

“Apa semua orang juga bingung sama diri mereka sendiri?”

Tulisan itu tidak selesai. Pena jatuh ke lantai. Aditya menyandarkan kepala ke meja, membiarkan dirinya tertidur dengan mata masih basah.

Keesokan harinya, kelas kedatangan guru BK, Bu Ratih. Beliau membawa form refleksi pribadi yang harus diisi semua murid. Di papan tulis tertulis:

Tema minggu ini: Menjadi Teman untuk Diri Sendiri.

Semua mulai menulis. Sebagian menanggapinya main-main, menggambar doodle atau menulis seadanya. Tapi Aditya menatap form itu lama.

Satu pertanyaan menarik perhatiannya: “Apa yang ingin kamu katakan pada dirimu sendiri hari ini?”

Aditya mulai menulis:

“Gue tahu lo capek. Tapi lo gak harus terus pura-pura kuat.”

“Gak semua orang harus ngerti. Tapi lo bisa mulai dari jujur ke diri lo sendiri.”

Setelah menulis itu, Aditya duduk diam. Lalu, pelan-pelan, ia menangis. Bukan terisak. Tapi air matanya mengalir tenang, seperti hujan semalam.

Ayu menunggunya di depan gerbang pulang sekolah.

“Gue baca form lo. Bu Ratih minta gue bantu jaga lo.”

Aditya menatapnya dengan mata sembab. “Jaga? Gue segitu parahnya ya?”

“Bukan parah. Tapi lo berharga. Dan kadang, orang berharga juga boleh istirahat.”

Malam itu, Aditya membuka komunitas YouTube dan menulis sebuah postingan:

"Kadang, jadi remaja tuh nggak segampang kelihatannya. Gue lagi belajar sayang sama diri sendiri. Maaf kalau video nggak rutin. Tapi gue pengen balik jadi gue yang dulu, yang bikin konten karena senang, bukan karena takut ketinggalan."

Beberapa jam kemudian, komentar membanjiri:

“Gue juga ngerasain hal yang sama, Bang. Makasih udah jujur.” “Jaga diri ya, Dit. Kita nungguin lo kapan pun siap.” “Kadang kita butuh rehat, bukan karena lemah, tapi karena kita manusia.”

Aditya membaca semuanya. Lalu menatap layar lama, sebelum akhirnya tersenyum. Senyum kecil, tapi tulus. Untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir.

Aku, tas ransel tua yang menemaninya ke mana-mana, tahu bahwa perjalanannya masih panjang. Tapi malam itu, aku merasa sesuatu yang penting sedang tumbuh di dalam dirinya.

Bukan subscriber. Bukan viewer. Tapi keberanian untuk berhenti sejenak dan berkata, “Gue nggak baik-baik aja, dan itu gak apa-apa.”

Dan mungkin... di situlah awal mula Aditya benar-benar mengenal dirinya sendiri.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
113      91     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.
Kainga
1059      620     12     
Romance
Sama-sama menyukai anime dan berada di kelas yang sama yaitu jurusan Animasi di sekolah menengah seni rupa, membuat Ren dan enam remaja lainnya bersahabat dan saling mendukung satu sama lain. Sebelumnya mereka hanya saling berbagi kegiatan menyenangkan saja dan tidak terlalu ikut mencampuri urusan pribadi masing-masing. Semua berubah ketika akhir kelas XI mereka dipertemukan di satu tempat ma...
Winter Elegy
542      382     4     
Romance
Kayra Vidjaya kesuma merasa hidupnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya ambisi dalam hal apapun dan hanya menjalani hidupnya selayaknya orang-orang. Di tengah kesibukannya bekerja, dia mendadak ingin pergi ke suatu tempat agar menemukan gairah hidup kembali. Dia memutuskan untuk merealisasikan mimpi masa kecilnya untuk bermain salju dan dia memilih Jepang karena tiket pesawatnya lebih terjangkau. ...
Darah Dibalas Dara
525      282     0     
Romance
Kematian Bapak yang disebabkan permainan Adu Doro membuat Dara hidup dengan dihantui trauma masa lalu. Dara yang dahulu dikenal sebagai pribadi periang yang bercita-cita menjadi dokter hewan telah merelakan mimpinya terbang jauh layaknya merpati. Kini Dara hanya ingin hidup damai tanpa ada merpati dan kebahagiaan yang tiada arti. Namun tiba-tiba Zaki datang memberikan kebahagiaan yang tidak pe...
Langkah Pulang
297      224     7     
Inspirational
Karina terbiasa menyenangkan semua orangkecuali dirinya sendiri. Terkurung dalam ambisi keluarga dan bayang-bayang masa lalu, ia terjatuh dalam cinta yang salah dan kehilangan arah. Saat semuanya runtuh, ia memilih pergi bukan untuk lari, tapi untuk mencari. Di kota yang asing, dengan hati yang rapuh, Karina menemukan cahaya. Bukan dari orang lain, tapi dari dalam dirinya sendiri. Dan dari Tuh...
A Missing Piece of Harmony
219      173     3     
Inspirational
Namaku Takasaki Ruriko, seorang gadis yang sangat menyukai musik. Seorang piano yang mempunyai mimpi besar ingin menjadi pianis dari grup orkestera Jepang. Namun mimpiku pupus ketika duniaku berubah tiba-tiba kehilangan suara dan tak lagi memiliki warna. Aku... kehilangan hampir semua indraku... Satu sore yang cerah selepas pulang sekolah, aku tak sengaja bertemu seorang gadis yang hampir terbunu...
7°49′S 112°0′E: Titik Nol dari Sebuah Awal yang Besar
362      246     0     
Inspirational
Di masa depan ketika umat manusia menjelajah waktu dan ruang, seorang pemuda terbangun di dalam sebuah kapsul ruang-waktu yang terdampar di koordinat 7°49′S 112°0′E, sebuah titik di Bumi yang tampaknya berasal dari Kota Kediri, Indonesia. Tanpa ingatan tentang siapa dirinya, tapi dengan suara dalam sistem kapal bernama "ORIGIN" yang terus membisikkan satu misi: "Temukan alasan kamu dikirim ...
Fusion Taste
126      117     1     
Inspirational
Serayu harus rela kehilangan ibunya pada saat ulang tahunnya yang ke lima belas. Sejak saat itu, ia mulai tinggal bersama dengan Tante Ana yang berada di Jakarta dan meninggalkan kota kelahirannya, Solo. Setelah kepindahannya, Serayu mulai ditinggalkan keberuntunganya. Dia tidak lagi menjadi juara kelas, tidak memiliki banyak teman, mengalami cinta monyet yang sedih dan gagal masuk ke kampus impi...
Unexpectedly Survived
91      80     0     
Inspirational
Namaku Echa, kependekan dari Namira Eccanthya. Kurang lebih 14 tahun lalu, aku divonis mengidap mental illness, tapi masih samar, karena dulu usiaku masih terlalu kecil untuk menerima itu semua, baru saja dinyatakan lulus SD dan sedang semangat-semangatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Karenanya, psikiater pun ngga menyarankan ortu untuk ngasih tau semuanya ke aku secara gamblang. ...
That's Why He My Man
707      510     9     
Romance
Jika ada penghargaan untuk perempuan paling sukar didekati, mungkin Arabella bisa saja masuk jajan orang yang patut dinominasikan. Perempuan berumur 27 tahun itu tidak pernah terlihat sedang menjalin asmara dengan laki-laki manapun. Rutinitasnya hanya bangun-bekerja-pulang-tidur. Tidak ada hal istimewa yang bisa ia lakukan di akhir pekan, kecuali rebahan seharian dan terbebas dari beban kerja. ...