Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
MENU
About Us  

Malam menggigil di luar jendela kamar Aditya. Angin mengetuk-ngetuk kaca dengan lembut, seperti ingin masuk dan menyaksikan segala yang tak bisa dikatakan. Di sudut ruangan, aku tergantung pada paku dinding, setia menunggu pagi. Tapi malam ini, Aditya belum tidur.

Sudah lewat tengah malam, dan lampu kamar masih menyala. Laptopnya menyala di meja. Ponsel berkedip—tanda notifikasi komentar YouTube terus berdatangan. Tapi tak satu pun dibaca Aditya. Ia duduk terpaku, pandangannya kosong.

Hari ini, nilai ulangan matematikanya dikembalikan. Angka 57 terpampang di pojok kanan atas lembar kertasnya, dilingkari merah. Guru tidak marah, tidak memaki. Tapi itu justru membuatnya makin merasa bersalah.

"Kamu sebenarnya bisa, Dit. Tapi kamu kelihatan capek banget akhir-akhir ini," kata Bu Ratna sambil menatapnya penuh iba.

Capek. Kata itu seperti gema yang tak pernah berhenti berdentum di kepala Aditya.

Selama seminggu terakhir, aku sudah menyaksikan banyak hal berubah. Aditya tak lagi membuka laptop dengan semangat yang sama. Jemarinya ragu ketika menekan tombol edit. Skrip video yang biasanya selesai dalam sehari kini tertunda berhari-hari. Ia tidur makin larut, kadang hanya untuk menatap layar tanpa arah.

Ayu sempat bertanya, "Lo kenapa, Dit?"

Aditya hanya menjawab, "Banyak tugas."

Tapi aku tahu, bukan itu yang sebenarnya mengganggunya.

Pagi itu, Aditya datang ke sekolah dengan langkah lambat. Tubuhnya ada di sini, tapi pikirannya seperti tertinggal di kamar. Di kelas, ia tak ikut bercanda. Ketika guru menerangkan, matanya hanya menatap papan tulis kosong, tanpa mencatat apa pun.

Ketika istirahat, ia duduk di sudut, membuka bekal yang dibawakan neneknya, tapi hanya disentuh sedikit. Beberapa teman menawarinya jajan, dia menolak dengan senyum lelah.

"Dit, elo baik-baik aja?" Saka bertanya. "Lo kelihatan kayak... lo nggak di sini."

Aditya tersenyum, "Gue cuma lagi banyak mikir."

Malam harinya, setelah neneknya tidur, Aditya kembali duduk di depan laptop. Kali ini, ia membuka salah satu video lamanya. Video sederhana, cuma gameplay Roblox dan suaranya yang tertawa-tawa saat bermain bareng teman.

"Ini pertama kalinya gue upload konten. Gak nyangka bisa tembus seribu views. Thank you banget, guys..." suara masa lalu itu berbicara dari layar.

Aditya tertawa kecil. Tapi tawa itu cepat lenyap. Kini, ia tak tahu apakah ia masih bisa mengulang semangat itu.

Ia membuka komentar-komentar terbaru. Ada yang bilang videonya makin seru, ada yang meminta upload game baru. Tapi di tengah-tengah, ada satu kalimat yang membuat matanya terpaku:

"Channel lo makin gak konsisten. Kayak lo bingung mau ngapain."

Sakitnya tak terucap. Bukan karena komentar itu kasar, tapi karena... itu mungkin benar.

Dua hari kemudian, saat pelajaran Seni Budaya, guru memberi tugas membuat kolase dari potongan majalah dan koran. Temanya: "Siapa Aku?"

Aditya terdiam lama di depan kertas kosong. Teman-temannya sibuk memotong gambar alat musik, dokter, pilot, pemandu wisata. Sementara Aditya hanya menggenggam gunting tanpa arah.

Akhirnya, ia menempelkan gambar seorang anak laki-laki yang duduk sendirian di kursi taman. Lalu gambar keyboard komputer, headset, secangkir kopi, dan... bintang jatuh.

Reya melirik kolasenya. "Dalem banget."

"Gue cuma nyoba jujur. Tapi jujur kadang ngeri."

Malam ketiga tanpa tidur yang cukup, Aditya menangis. Diam-diam. Pelan. Supaya nenek tak bangun. Tangannya memeluk lutut, dan aku—tas ransel hitam yang selalu menemaninya ke sekolah—hanya bisa tergantung diam menyaksikan dia patah.

"Gue capek. Tapi gue juga nggak bisa berhenti. Kalau gue berhenti, siapa gue?"

Itu bukan pertanyaan untuk siapa-siapa. Itu pertanyaan ke dalam dirinya sendiri.

Keesokan harinya, Reya menemukan Aditya tertidur di perpustakaan, kepalanya di atas meja, buku-buku berserakan. Ia menyentuh pundaknya pelan.

"Lo nggak harus kayak gini terus, Dit. Lo bisa istirahat. Bukan berarti lo nyerah."

"Gue takut berhenti, Yu. Takut kehilangan momen. Takut ketinggalan."

"Kadang, yang lo butuh justru berhenti sebentar, biar lo bisa lanjut lebih jauh."

Aditya terdiam. Kata-kata itu menempel di benaknya lebih kuat dari apa pun yang ia dengar minggu ini.

Hari Jumat, sekolah mengadakan pertemuan dengan guru BK. Tiap murid harus isi form refleksi pribadi. Aditya hampir menyerah tak mau menulis. Tapi saat melihat kolom pertanyaan: "Apa yang paling kamu khawatirkan akhir-akhir ini?"—ia menulis:

"Saya takut kehilangan arah. Takut kalau semua yang saya usahakan nggak berarti. Saya capek, tapi nggak tahu harus cerita ke siapa."

Form itu dikumpulkan. Ia tak tahu apakah akan dibaca. Tapi saat ia menyerahkannya, ada beban kecil yang seperti terlepas dari pundaknya.

Malam itu, Aditya menulis di komunitas channel YouTube-nya:

"Gue lagi ambil jeda sebentar buat diri sendiri. Video bakal agak telat minggu ini. Tapi gue harap kalian ngerti. Kadang, istirahat itu juga bagian dari bertahan."

Komentar datang:

"Bang, jaga kesehatan ya. Kami nungguin tapi gak maksa."

"Istirahat aja dulu, Bang. Kami setia."

"Kadang, hidup emang berat. Tapi lo gak sendirian."

Aditya membaca komentar itu satu per satu, dan matanya kembali berkaca. Tapi kali ini, bukan karena sakit. Tapi karena merasa dimengerti.

Aku—tas tua yang setia menempel di punggungnya—tidak tahu bagaimana rasanya menjadi remaja dengan dunia di pundaknya. Tapi aku tahu satu hal:

Hari ini, Aditya mulai belajar membiarkan dirinya bernapas. Dan itu langkah yang paling berani yang pernah kulihat darinya sejauh ini. 

*** 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Bisikan yang Hilang
57      52     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
HABLUR
603      309     6     
Romance
Keinginan Ruby sederhana. Sesederhana bisa belajar dengan tenang tanpa pikiran yang mendadak berbisik atau sekitar yang berisik agar tidak ada pelajaran yang remedial. Papanya tidak pernah menuntut itu, tetapi Ruby ingin menunjukkan kalau dirinya bisa fokus belajar walaupun masih bersedih karena kehilangan mama. Namun, di tengah usaha itu, Ruby malah harus berurusan dengan Rimba dan menjadi bu...
Kaca yang Berdebu
87      69     1     
Inspirational
Reiji terlalu sibuk menyenangkan semua orang, sampai lupa caranya menjadi diri sendiri. Dirinya perlahan memudar, seperti bayangan samar di kaca berdebu; tak pernah benar-benar terlihat, tertutup lapisan harapan orang lain dan ketakutannya sendiri. Hingga suatu hari, seseorang datang, tak seperti siapa pun yang pernah ia temui. Meera, dengan segala ketidaksempurnaannya, berjalan tegak. Ia ta...
Liontin Semanggi
1297      789     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Merayakan Apa Adanya
347      255     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Is it Your Diary?
153      121     0     
Romance
Kehidupan terus berjalan meski perpisahan datang yang entah untuk saling menemukan atau justru saling menghilang. Selalu ada alasan mengapa dua insan dipertemukan. Begitulah Khandra pikir, ia selalu jalan ke depan tanpa melihat betapa luas masa lalu nya yang belum selesai. Sampai akhirnya, Khandra balik ke sekolah lamanya sebagai mahasiswa PPL. Seketika ingatan lama itu mampir di kepala. Tanpa s...
Bittersweet Memories
35      35     1     
Mystery
Sejak kecil, Aksa selalu berbagi segalanya dengan Arka. Tawa, rahasia, bahkan bisikan di benaknya. Hanya Aksa yang bisa melihat dan merasakan kehadirannya yang begitu nyata. Arka adalah kembarannya yang tak kasatmata, sahabat sekaligus bayangan yang selalu mengikuti. Namun, realitas Aksa mulai retak. Ingatan-ingatan kabur, tindakan-tindakan di luar kendali, dan mimpi-mimpi aneh yang terasa lebih...
Perahu Jumpa
231      195     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...
Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
1758      1076     0     
Inspirational
Judul ini bukan hanya sekadar kalimat, tapi pelukan hangat yang kamu butuhkan di hari-hari paling berat. "Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari" adalah pengingat lembut bahwa menjadi manusia tidak berarti harus selalu tersenyum, selalu tegar, atau selalu punya jawaban atas segalanya. Ada hari-hari ketika kamu ingin diam saja di sudut kamar, menangis sebentar, atau sekadar mengeluh karena semua teras...
Metanoia
45      38     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...