Loading...
Logo TinLit
Read Story - To the Bone S2
MENU
About Us  

A Father's Ghost

Setelah pertemuan pertama di taman dengan Christian ada sesuatu yang mengganjal difikiran Adam.. 

Sore itu, Adam sedang duduk di teras sebuah kedai kopi tua di pinggir pelabuhan. Tangannya memegang koran, namun matanya kosong. Ia tengah menunggu Christian lama yang tak kunjung datang. Angin laut membawa aroma asin dan kenangan yang tak diundang.

 

Dari kejauhan, sosok tinggi berpakaian sederhana berjalan menuju kedai. Langkahnya ragu, wajahnya tampak menua oleh waktu dan luka yang belum sembuh.

 

Adam melipat korannya, lalu mendongak… dan jantungnya nyaris berhenti.

 

Pria itu berhenti di ambang pintu. Tatapan mereka terkunci. Mata Christian tampak terkejut, lalu pelan-pelan berubah menjadi pasrah.

 

> “Pak Adam…”

 

Adam bangkit dari kursi, langkahnya kaku.

 

Adam menarik napas panjang. Tangannya mengepal.

 

> “Kenapa kau tidak... memberi kabar? Kenapa tidak muncul waktu itu? Kami... Nafa...”

Hal itu yang ingin ia sampaikan ketika di taman namun dia menahan pertanyaan itu karena ada Reagan. 

 

 

> “Karena saya pikir saya tak pantas, Pak,” ucap Christian lirih. “Saya dikira mati. Dan saya takut... takut membawa luka lebih besar kalau saya muncul kembali.”

 

 

 

Adam menatap pria muda itu lama. Wajah yang dulu ia curigai, namun akhirnya ia percayakan untuk menjaga putrinya. Wajah yang pernah membuat anaknya berseri-seri, tapi kini hanya menyisakan rasa iba.

 

> “Kau tahu,” kata Adam pelan, “Aku menguburkan seseorang dengan keyakinan bahwa itu kamu. Aku sendiri yang meyakinkan Nafa untuk melupakanmu. Karena kupikir... itu yang terbaik.”

 

 

Christian menunduk.

 

> “Dan sekarang?”

“Sekarang…” Adam mendesah berat. “Kau kembali. Tapi Nafa sudah tidak sama.”

 

 

Hening menggantung di antara mereka.

 

> “Saya hanya ingin tahu kabarnya,” ucap Christian. “Saya tidak berniat merusak apapun.”

 

 

Adam menatapnya dalam-dalam.

 

> “Aku tahu, luka kalian berdua bukan semata karena kesalahan.”

 

Adam lalu mengeluarkan dompetnya, mengeluarkan foto kecil Reagan dari dalamnya dan meletakkannya di meja.

 

> “Reagen dia tahu cara mencintai orang asing yang menyelamatkannya... Seperti ibunya dulu.”

 

 

Christian menggigit bibirnya, menahan air mata.

 

> “Aku tidak bisa meminta banyak darimu, Christian. Tapi jika kau masih mencintai Nafa… jangan sakiti dia lagi. Bahkan dengan niat baik sekalipun.”

 

Christian menunduk dalam-dalam.

 

> “Saya janji, Pak.”

 

 

Adam menatap laut di kejauhan, lalu berdiri.

 

> “Kau laki-laki yang kuat, Christian. Tapi kekuatan sejati… adalah tahu kapan harus mundur.”

 

 

Adam pun melangkah pergi, meninggalkan Christian yang kini sendiri, dengan air mata jatuh di atas meja kayu tua itu.

Waktu yang Tak Bisa Lagi Ditunda

Langit sedang mendung ketika Adam mengetuk pintu rumah Nafa.

Ia tahu, sejak pertemuan diam-diam Reagan dan Christian di taman beberapa hari lalu, pikirannya tidak bisa tenang. Bukan karena amarah, tapi karena ia tahu waktunya sudah dekat—waktu untuk Nafa benar-benar memilih, bukan hanya bertahan hidup dari ingatan.

Pintu dibuka pelan. Nafa, dengan wajah lelah namun tenang, berdiri di sana. Ia mengenakan sweater tipis dan mata yang sedikit bengkak.

“Ayah,” sapanya. “Ada apa?”

Adam tidak menjawab langsung. Ia hanya melangkah masuk dan duduk di kursi tamu, seperti biasa.

“Reagan cerita sesuatu,” katanya akhirnya.

Nafa menegang. “Tentang apa?”

Adam menatapnya dalam. “Tentang pria yang pernah menyelamatkan hidupnya.”

Hening.

Nafa menunduk, menggenggam jemari tangannya yang saling menekan.

“Christian?” suaranya pelan, nyaris tak terdengar.

Adam mengangguk. “Iya.”

“Aku... aku gak tahu harus gimana,” ucap Nafa jujur. “Aku sudah menjalani hidupku sekarang. Tapi... ternyata hatiku belum selesai di masa lalu.”

Adam menatapnya. Wajahnya tak menghakimi, tapi penuh kejujuran seorang tua yang pernah hidup lebih lama dan mencintai lebih banyak.

“Dengar, Nafa. Kamu bukan anak kecil yang bisa terus bersembunyi di balik trauma. Kamu juga bukan wanita lemah yang harus memilih salah satu pria agar hidupmu terasa lengkap. Kamu... hanya perlu berdamai.”

Nafa mendongak, menahan air mata.

“Aku takut, Ayah. Takut kalau aku temui dia... semuanya jadi berantakan lagi.”

Adam berdiri, mendekatinya, dan memegang kedua bahunya.

“Berantakan itu bukan akhir dari dunia. Tapi diam di tempat, itu yang membunuhmu pelan-pelan. Christian sudah cukup lama hilang. Dia tidak datang untuk mengacaukan hidupmu. Tapi kamu... perlu bertanya langsung ke dia, bukan menebak-nebak dari jauh.”

Nafa terisak pelan. “Tapi... kalau aku ketemu dia dan aku jatuh cinta lagi, lalu aku hancurkan pernikahan yang sudah kubangun sekarang, bagaimana?”

“Kalau kamu tidak pernah tahu perasaanmu yang sebenarnya, pernikahanmu sekarang juga bukan rumah yang utuh,” jawab Adam bijak. “Dan Zac akan mengerti. Dia bukan laki-laki lemah. Dia tahu apa yang sedang kamu hadapi.”

Nafa terdiam.

Lalu Adam menghela napas dan merogoh saku jaketnya. Ia mengeluarkan sebuah flash drive kecil berwarna hitam, lalu meletakkannya di atas meja.

Nafa menatap benda itu, bingung.

“Ayah pernah menyelidiki kecelakaan itu,” ujar Adam tenang. “Beberapa hari setelah kamu koma dan jenazah yang dikira Christian dikuburkan. Aku dapat rekaman dari CCTV dan dashcam mobil sekitar lokasi.”

Nafa menatap ayahnya, matanya gemetar. “Kenapa... Ayah tidak pernah bilang?”

“Karena kamu belum siap. Dan karena aku pun saat itu belum yakin. Tapi sekarang... aku tahu kamu sudah cukup kuat untuk melihat kenyataan.”

Adam duduk kembali, menatap putrinya dengan mata yang teduh tapi penuh tanggung jawab.

“Aku gak kenal Christian sepenuhnya dulu, Naf. Aku bahkan belum sempat merestui hubungan kalian. Tapi aku tahu... anak muda itu tidak pernah berhenti mencintaimu. Dan kamu berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu.”

“Rekaman ini... akan menjawab beberapa hal. Mungkin tidak semuanya. Tapi cukup untuk membawamu ke langkah berikutnya.”

Nafa menatap flash drive itu seolah-olah itu kunci masa lalunya. Matanya mulai basah, tapi ia tidak menangis. Ia hanya mengangguk.

“Baik, Ayah. Aku akan temui dia.”

Adam menepuk kepalanya lembut.

“Entah kamu akan memilih untuk tinggal, atau berpamitan untuk terakhir kali... yang penting, kamu memilih. Dan bukan luka yang memilih untukmu.”

Rekaman yang Mengubah Segalanya

Malam sudah larut. Hujan turun perlahan, membasahi kaca jendela apartemen Nafa. Suara tetesan air berpadu dengan detak jantungnya yang tak beraturan. Di hadapannya, laptop menyala dengan satu jendela terbuka—memutar file dari flash drive yang tadi diberikan Adam.

Rekaman itu buram, diambil dari kamera dasbor mobil yang melintas. Gambar bergerak pelan—lampu jalan menyinari dua sosok di pinggir jalan raya yang lengang. Salah satu dari mereka mengenakan jaket dan helm hitam. Yang lain, perempuan yang mengenakan sweater putih. Dirinya.

Flashback – Malam Kemenangan yang Gagal Dirayakan

Hujan belum turun, tapi langit malam sudah penuh awan. Di lintasan yang sepi, suara deru mesin motor bersahut-sahutan. Di ujung garis finish, Nafa berdiri dengan dada bergemuruh, menatap dua motor yang bersaing sengit.

Marco menang.

Motor Christian tertinggal beberapa meter di belakang.
Marco mendekati Nafa dan meraih tangan Nafa dengan kasar "Akhirnya kamu milik aku! " Teriaknya sambil menarik liontin di leher Nafa

"Lepaskan aku! " Teriak Nafa, memukul-mukul tangan Marco

Christian yang geram langsung menerjang Marco,  menyeretnya di tempat sepi
“Apa maksudmu bikin taruhan gila itu?!” bentaknya, mendorong Marco.

Marco juga melepas helmnya, wajahnya penuh kemenangan namun dibalut emosi.

“Aku menang! Aku berhak atas dia!”

Nafa terpaku di tempatnya. Nafa terduduk di pinggir jalan, tubuhnya gemetar memeluk lutut sambil menangis. Tak tahu harus lari atau menghampiri. Jarak hanya sepuluh meter, tapi rasanya seperti seribu langkah. Kakinya tak bisa bergerak. Mulutnya kaku. Tangannya gemetar.

“Dia bukan barang, Marco!” teriak Christian lagi. Tinju pun melayang.

Pertengkaran meledak. Dua pria itu saling dorong, saling pukul. Suara mereka tenggelam dalam riuh desing angin dan sisa penonton yang menjauh.

Nafa masih mematung. Ia ingin menjerit, tapi tak ada suara yang keluar. Takut. Bingung. Kaki seperti terpatok di tanah.

Lalu, sosok Marco bangkit dari perkelahian, berjalan cepat ke arah Nafa yang masih tak bergerak. Wajahnya dingin, matanya menyala penuh obsesi dan tekad.

“Ayo kita pergi!.”

Tangannya mencengkeram lengan Nafa dan menyeretnya menuju motor.

Marco mengajak Nafa naik ke motor—motor Christian. Ia sudah mengenakan jaket Christian dari awal, dan sekarang helmnya pun dikenakan. Dari kejauhan, orang akan mengira itulah Christian.

Tanpa ada kendaraan lain mengikuti mereka, Marco membawa Nafa melaju di jalan gelap. Hanya suara mesin dan ketegangan di antara mereka.

Marco mengendarai motor dengan kecepatan penuh. Matanya kosong.

"Ian, pelan-pelan.. Nanti kita kecelakaan" Suaranya bergetar, seluruh tubuh dingin
Nafa ketakutan dan binggung

Tapi suara Nafa nyaris tak terdengar. Kepalanya berputar, dunia terasa asing.

Motor melaju cepat. Lalu pelan..

Dalam sekejap, cahaya menyilaukan dari arah berlawanan muncul.

Klakson truk.

Benturan.

Gelap.

---

Kembali ke Masa Kini

Nafa menutup wajahnya. Air matanya tak tertahan.

“Jadi itu... bukan Christian yang bersamaku malam itu...”

Kebenaran datang telat, tapi jelas. Bukan hanya tentang siapa yang meninggal malam itu, tapi juga siapa yang telah berjuang—dan siapa yang diam-diam merampas.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Matahari untuk Kita
1059      547     9     
Inspirational
Sebagai seorang anak pertama di keluarga sederhana, hidup dalam lingkungan masyarakat dengan standar kuno, bagi Hadi Ardian bekerja lebih utama daripada sekolah. Selama 17 tahun dia hidup, mimpinya hanya untuk orangtua dan adik-adiknya. Hadi selalu menjalani hidupnya yang keras itu tanpa keluhan, memendamnya seorang diri. Kisah ini juga menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Jelita. Gadis c...
Love Never Ends
11911      2509     20     
Romance
Lupakan dan lepaskan
Story of time
2402      948     2     
Romance
kau dan semua omong kosong tentang cinta adalah alasan untuk ku bertahan. . untuk semua hal yang pernah kita lakukan bersama, aku tidak akan melepaskan mu dengan mudah. . .
[END] Ketika Bom Menyulut Cinta (Sudah Terbit)
1521      746     5     
Action
Bagaimana jika seorang karyawan culun tiba-tiba terseret dalam peristiwa besar yang mengubah hidupnya selamanya? Itulah yang dialami Maya. Hari biasa di kantor berubah menjadi mimpi buruk ketika teror bom dan penculikan melanda. Lebih buruk lagi, Maya menjadi tersangka utama dalam pembunuhan yang mengejutkan semua orang. Tanpa seorang pun yang mempercayainya, Maya harus mencari cara membersihka...
Gebetan Krisan
514      365     3     
Short Story
Jelas Krisan jadi termangu-mangu. Bagaimana bisa dia harus bersaing dengan sahabatnya sendiri? Bagaimana mungkin keduanya bisa menyukai cowok yang sama? Kebetulan macam apa ini? Argh—tanpa sadar, Krisan menusuk-nusuk bola baksonya dengan kalut.
Jalan Tuhan
548      387     3     
Short Story
Percayalah kalau Tuhan selalu memberi jalan terbaik untuk kita jejaki. Aku Fiona Darmawan, biasa dipanggil fia, mahasiswi kedokteran di salah satu universitas terkemuka. Dan dia, lelaki tampan dengan tubuh tinggi dan atletis adalah Ray, pacar yang terkadang menjengkelkan, dia selalu menyuruhku untuk menonton dirinya bermain futsal padahal dia tahu, aku sangat tidak suka menonton sepak bola ata...
Sherwin
379      256     2     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
Daniel : A Ruineed Soul
577      339     11     
Romance
Ini kisah tentang Alsha Maura si gadis tomboy dan Daniel Azkara Vernanda si Raja ceroboh yang manja. Tapi ini bukan kisah biasa. Ini kisah Daniel dengan rasa frustrasinya terhadap hidup, tentang rasa bersalahnya pada sang sahabat juga 'dia' yang pernah hadir di hidupnya, tentang perasaannya yang terpendam, tentang ketakutannya untuk mencintai. Hingga Alsha si gadis tomboy yang selalu dibuat...
RAIN
677      452     2     
Short Story
Hati memilih caranya sendiri untuk memaknai hujan dan aku memilih untuk mencintai hujan. -Adriana Larasati-
Perahu Jumpa
293      239     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...