Loading...
Logo TinLit
Read Story - To the Bone S2
MENU
About Us  

Lima Tahun Tanpa Jejak

 

Lima tahun.

Bagi sebagian orang, itu waktu untuk menyelesaikan pendidikan.

Bagi Christian, itu waktu untuk bertahan hidup dengan satu tujuan: menemukan Nafa.

 

Setelah pulih dari luka-luka fisiknya, luka lain justru bertahan lebih lama — kehilangan. Bukan kehilangan jasad, tapi kehilangan arah. Dunia tahu ia mati. Dunia tidak mencarinya. Dan Nafa… lenyap seperti ditelan kabut.

 

Semua akses ke sosial media Nafa tiba-tiba mati total. Nomor teleponnya sudah tak aktif. Jejak digital terakhir hanya menunjukkan bahwa dia diterbangkan ke Amerika untuk pengobatan, dan itu pun kabar dari sahabat-sahabatnya yang tak lagi tahu ke mana arahnya setelah itu.

 

Christian sudah mencoba segalanya. Ia mencari lewat nama keluarga, alamat terakhir, bahkan pernah nyaris mendaftar jadi volunteer di rumah sakit tempat Nafa dulu dirawat. Tapi tidak ada nama Nafa di sana. Tak ada yang tersisa kecuali satu pertanda samar: sebuah akun tak bernama dengan profil hanya berisi kutipan pendek yang sering muncul di tengah malam.

 

"If forgetting is healing, why does remembering feel like breathing?"

 

Kalimat itu terus muncul dalam pencariannya. Dan entah kenapa, Christian merasa itu suara Nafa. Seperti sebuah sinyal samar bahwa dia masih di sana, masih hidup... dan masih menyimpan serpihan masa lalu.

 

Titto sempat memintanya untuk menyerah.

“Lo harus mulai hidup baru, Chris. Lima tahun lo kejar bayangan. Gak capek?”

 

Tapi Christian hanya menggeleng. “Bukan soal capek atau enggak. Gue cuma mau tahu... dia bahagia atau tidak.”

 

 

---

 

Di sebuah warnet kecil yang sepi pengunjung, Christian kembali duduk di depan layar, menelusuri satu demi satu akun yang terhubung ke nama keluarga Nafa — termasuk nama belakang ayahnya, Adam.

 

Dan akhirnya... satu foto membuatnya berhenti bernapas.

 

Sebuah unggahan lama. Tak ditandai siapa pun, hanya komentar acak dari pengguna.

Tapi di sana, di latar belakang, ada wajah yang begitu familiar.

 

Nafa. Tersenyum. Menggendong seorang anak. Di sebelahnya… seorang pria. Wajahnya tenang, bersih, dan penuh kehangatan.

 

Zac.

 

Christian menatap layar tanpa suara. Tangannya menggenggam mouse terlalu erat hingga gemetar.

 

Lima tahun mencari. Lima tahun berharap. Dan dalam satu foto yang tak sengaja terunggah, semuanya runtuh perlahan.

 

Dia menemukan Nafa. Tapi bukan lagi sebagai perempuan yang hilang.

Dia perempuan yang sudah pulang… ke rumah yang bukan dirinya.

 

Pesan dalam Senyap

 

Malam turun pelan di luar jendela. Di dalam kamar sempit yang disewa per bulan, Christian duduk di kasur tipis, masih terpaku pada layar ponsel.

 

Jantungnya berdetak pelan tapi berat. Seolah setiap detaknya membawa beban tiga tahun yang tak terucapkan.

 

Foto itu masih terbuka di layar. Foto Nafa. Senyumnya masih sama. Tapi ada yang berubah — ia tampak seperti orang yang sudah lama tidak menangis.

 

Jari Christian bergerak ke ikon pesan.

Instagram milik Nafa terkunci rapat, tanpa banyak unggahan, tanpa keterangan. Tapi tombol itu masih ada: Kirim Pesan.

 

Ia menatap kolom kosong itu lama sekali. Mungkin lebih dari sejam. Berkali-kali ia mengetik, lalu menghapus.

 

"Nafa, ini aku."

Dihapus.

"Aku masih hidup."

Dihapus.

"Aku minta maaf karena menghilang."

Dihapus.

 

Akhirnya…

Ia hanya menulis:

 

“Nafa, apa kabar? Aku merindukanmu.”

 

Tangannya gemetar saat menekan kirim. Setelah pesan itu terkirim, Christian menatap layar kosong seakan menunggu mukjizat.

 

Tapi tidak ada bunyi. Tidak ada centang dua.

Pesan itu hanya… menggantung.

 

Dan di seberang dunia, Nafa sedang menyipakan cemilan untuk anaknya. Ia tidak tahu bahwa pesan itu baru saja melintasi jarak 5 tahun dan ribuan kilometer, membelah semua waktu yang patah, dan mengetuk kenangan yang sudah lama dikubur.

 

Bunyi yang Mengguncang

 

Udara pagi Los Angeles menyusup perlahan dari sela-sela jendela. Nafa berdiri di balik tirai, menatap cahaya matahari yang memantul di kaca gedung-gedung tinggi. Di tangannya, secangkir kopi hangat yang mulai dingin.

 

Sudah lama ia tidak membuka media sosial lamanya. Sejak hari itu—hari saat semua hal berubah—ia memilih hidup tanpa notifikasi. Tanpa ingatan digital. Tanpa siapa pun dari masa lalu.

 

Namun pagi ini, entah mengapa, jari-jarinya tergerak.

 

“Mom, can you make some snack? I'm hungry.”

 

Suara kecil itu memotong lamunannya.

 

“Oh, sure honey,” katanya, menaruh ponsel di atas meja tanpa sempat benar-benar membuka apapun.

 

Ia berjalan ke dapur.

 

“Zac, do you want something?” panggilnya sambil memotong roti.

 

Tak ada jawaban.

 

“Reg, ask your daddy if he wants some snack too,” katanya lagi, lembut tapi lelah.

 

Reagan berlari kecil, menghampiri ayahnya yang masih fokus di layar laptop.

“Dad, Mom ask to you, do you want snack?”

 

“Oh, of course, babe… with a cup of coffee please,” seru Zac dari ruang TV, masih menatap layar, belum juga menoleh.

 

Nafa tersenyum tipis. Ini rumahnya sekarang. Ini keluarganya. Kehangatan yang dulu ia kira tak mungkin bisa dimiliki setelah semuanya hancur.

 

Tapi kemudian…

 

Ting.

 

Satu suara pelan dari ponsel yang tertinggal di meja. Biasa saja, seharusnya. Tapi kali ini… membuat detaknya berhenti sejenak.

 

Nafa berjalan pelan, menyeka tangannya dengan handuk, lalu mengangkat ponsel.

 

Notifikasi dari akun sosial media lamanya.

Satu pesan.

 

“Nafa apa kabar?? Aku merindukanmu”

 

Dikirim oleh akun bernama Kendrick Christian.

 

Gelas di tangannya hampir terlepas. Tangannya gemetar.

 

Matanya menatap nama itu lama. Napasnya tercekat.

Seolah waktu mundur ke belakang. Seolah segalanya tak pernah benar-benar selesai.

 

Christian.

Bukan mimpi. Bukan kenangan.

Tapi nyata. Hidup. Dan… merindukannya.

 

Luka yang Tidak Mati

 

Nafa duduk di kursi makan tanpa menyentuh apapun. Roti panggang yang ia siapkan sudah dingin. Kopi di cangkir menghitam tanpa aroma.

 

Tangannya memegang ponsel erat. Matanya masih menatap layar, tak berani menggulir ke atas, tak berani membalas. Hanya menatap satu kalimat itu:

 

“Nafa apa kabar?? Aku merindukanmu”

—Kendrick Christian.

 

Jantungnya berdegup tak beraturan. Seolah tubuhnya mengingat sesuatu yang selama ini ia paksa untuk dilupakan.

 

Christian masih hidup.

Kalimat itu terus-menerus bergaung di benaknya, seperti gema yang menolak reda.

 

“Mom?” Reagan memanggil pelan.

 

Nafa segera menyimpan ponsel ke saku belakang, mencoba tersenyum.

 

“Yes, honey?”

 

“The snack?”

Mata kecil itu menatapnya, polos dan tak tahu apa-apa soal badai yang tiba-tiba kembali datang.

 

“Oh, iya, bentar ya sayang.”

 

Zac masuk ke dapur, menatap Nafa sejenak.

 

“You okay?” tanyanya, sambil mengambil kopi dari meja.

 

“Ya. Cuma... pusing dikit. Kurang tidur, maybe.”

 

Zac menatapnya lebih lama, tetapi tak bertanya lebih jauh.

Ia menepuk pelan bahu Nafa sebelum kembali ke ruang TV.

 

Setelah mereka pergi, Nafa berdiri menatap pantulan dirinya di pintu lemari dapur. Ia melihat seorang perempuan dengan rambut berantakan, mata sembab yang ia pikir sudah tak punya air mata lagi untuk masa lalu.

 

Tangannya merogoh ponsel dari saku. Ia membuka pesan itu lagi. Lalu perlahan menekan tombol profile.

 

Foto profilnya samar. Nama pengguna pun tidak asing

Tak ada postingan yang lain hanya ada satu foto…

Siluet pria dengan motor tua di tepi pantai.

Di jari tengahnya—tato kecil berbentuk segitiga.

 

Itu dia.

 

Nafa menutup mulutnya sendiri. Air matanya jatuh, diam-diam.

 

Bukan karena sedih.

Tapi karena luka yang ia kira sudah mati ternyata hanya tertidur.

 

Balasan yang Tertahan

 

Malam turun perlahan di Los Angeles. Kota masih bersinar, tetapi apartemen kecil itu mulai sunyi. Reagan sudah tertidur pulas di kamarnya. Zac masih di ruang TV, menonton dokumenter dengan laptop di pangkuan, lampu ruangan redup.

 

Di kamar tidur, Nafa duduk di tepi ranjang. Lampu tidur menyala temaram, mengguratkan bayangan di dinding. Ponsel di genggamannya terasa berat seperti batu. Jari-jarinya bergetar, hatinya ragu, tetapi pikirannya tak bisa berhenti mengulang pesan itu.

 

“Nafa apa kabar?? Aku merindukanmu.”

 

Pesan itu belum dibalas seharian. Tapi tak sekali pun ia berhenti memikirkannya.

 

Hingga akhirnya…

 

Ia mengetik pelan.

 

“Kamu masih hidup?”

 

Lalu ia menghapusnya.

 

Ia mencoba lagi.

 

“Ini siapa?”

 

Dihapus lagi.

 

Napaknya dalam. Lalu, jari-jarinya mulai bergerak sendiri.

 

"Christian… kenapa baru sekarang?"

 

Tombol kirim ditekan.

Pesan itu terkirim.

 

Detik itu juga, napasnya tercekat. Seperti seseorang baru saja membuka pintu ke masa lalu yang sudah ia kunci rapat-rapat.

 

Beberapa menit berlalu. Tidak ada balasan.

 

Nafa meletakkan ponsel di meja, memeluk lututnya, dan bersandar di kepala ranjang. Rasa bersalah mulai merayap. Ia sudah menikah. Ia punya anak. Tapi kenapa hatinya seperti kembali ke tahun-tahun yang dulu?

 

Ting.

 

Pesan masuk.

 

“Karena aku harus sembuh dulu… karena kalau aku datang waktu itu, aku hanya akan membuatmu lebih sakit.”

Pesan yang Tak Pernah Hilang

 

Christian (@kendrick.ch):

Karena aku harus sembuh dulu… karena kalau aku datang waktu itu, aku hanya akan membuatmu lebih sakit.

Dan aku nggak bisa muncul begitu aja. Luka di tubuhku parah. Aku bahkan sempat lumpuh.

Tapi luka di hati lebih parah, Naf…

 

Nafa:

Kenapa kamu DM aku sekarang? Setelah semua ini?

 

Christian:

Karena aku udah nyari kamu 5 tahun. Dan satu-satunya jejakmu cuma akun ini.

 

Christian:

Kamu bahagia?

 

Nafa menahan napas. Menatap pantulan dirinya di layar ponsel. Tak menjawab langsung. Tapi ia tahu… pertanyaan itu menghantamnya lebih keras dari yang ia kira.

 

Nafa:

Aku… punya keluarga sekarang.

 

Beberapa detik tak ada balasan.

 

Christian:

Aku nggak akan ganggu. Aku cuma… ingin tahu kamu baik-baik saja.

 

Nafa:

Aku hidup. Tapi entah apakah itu sama dengan ‘baik-baik saja’.

 

Christian:

Aku cuma pengen kamu tahu… aku nggak pernah berhenti cinta.

 

Nafa memejamkan mata.

Tangis jatuh tanpa suara.

 

Hati yang lama dibungkam itu… kini kembali berdenyut.

Air mata mengalir begitu saja. Nafa menutup wajahnya dengan kedua tangan.

 

Christian memang tidak mati.

Tapi luka mereka belum tentu hidup kembali dengan cara yang sama.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Last Mission
627      386     12     
Action
14 tahun yang silam, terjadi suatu insiden yang mengerikan. Suatu insiden ledakan bahan kimia berskala besar yang bersumber dari laboratorium penelitian. Ada dua korban jiwa yang tewas akibat dari insiden tersebut. Mereka adalah sepasang suami istri yang bekerja sebagai peneliti di lokasi kejadian. Mereka berdua meninggalkan seorang anak yang masih balita. Seorang balita laki-laki yang ditemuka...
Wanna Be
6390      1820     3     
Fan Fiction
Ia dapat mendengar suaranya. . . Jelas sekali, lebih jelas dari suara hatinya sendiri. Ia sangat ingin terus dapat melihatnya.. Ia ingin sekali untuk mengatakan selantang-lantangnya Namun ia tak punya tenaga sedikitpun untuk mengatakannya. Ia sadar, ia harus segera terbangun dan bergegas membebaskan dirinya sendiri...
The Emergency Marriage Secret
2388      1091     0     
Romance
Raina tidak pernah berpikir bahwa hidupnya akan berubah drastis hanya karena satu permintaan terakhir dari sang Ayah. Permintaan yang sederhana namun berat, menikah. Calon suaminya adalah seorang dokter muda, anak dari sahabat lama Ayahnya. Raina tidak mencintai pria itu, bahkan nyaris tak mengenalnya. Tapi demi Ayah yang terbaring sakit dengan riwayat jantung melemah, Raina mengiyakan. ...
Fallin; At The Same Time
3635      1662     0     
Romance
Diadaptasi dari kisah nyata penulis yang dicampur dengan fantasi romansa yang mendebarkan, kisah cinta tak terduga terjalin antara Gavindra Alexander Maurine dan Valerie Anasthasia Clariene. Gavin adalah sosok lelaki yang populer dan outgoing. Dirinya yang memiliki banyak teman dan hobi menjelah malam, sungguh berbanding terbalik dengan Valerie yang pendiam nan perfeksionis. Perbedaan yang merek...
I am Home
594      421     6     
Short Story
Akankah cinta sejati menemukan jalan pulangnya?
Sacred Sins
1584      696     8     
Fantasy
With fragmented dreams and a wounded faith, Aria Harper is enslaved. Living as a human mortal in the kingdom of Sevardoveth is no less than an indignation. All that is humane are tormented and exploited to their maximum capacities. This is especially the case for Aria, who is born one of the very few providers of a unique type of blood essential to sustain the immortality of the royal vampires of...
Secret World
3733      1383     6     
Romance
Rain's Town Academy. Sebuah sekolah di kawasan Rain's Town kota yang tak begitu dikenal. Hanya beberapa penduduk lokal, dan sedikit pindahan dari luar kota yang mau bersekolah disana. Membosankan. Tidak menarik. Dan beberapa pembullyan muncul disekolah yang tak begitu digemari. Hanya ada hela nafas, dan kehidupan monoton para siswa kota hujan. Namun bagaimana jika keadaan itu berputar denga...
Happy Death Day
804      499     81     
Inspirational
"When your birthday becomes a curse you can't blow away" Meski menjadi musisi adalah impian terbesar Sebastian, bergabung dalam The Lost Seventeen, sebuah band yang pada puncak popularitasnya tiba-tiba diterpa kasus perundungan, tidak pernah ada dalam kamus hidupnya. Namun, takdir tetap membawa Sebastian ke mikrofon yang sama, panggung yang sama, dan ulang tahun yang sama ... dengan perayaan h...
Ketika Takdir (Tak) Memilih Kita
624      365     8     
Short Story
“Lebih baik menjalani sisa hidup kita dengan berada disamping orang yang kita cintai, daripada meninggalkannya dengan alasan tidak mau melihat orang yang kita cintai terluka. Sebenarnya cara itulah yang paling menyakitkan bagi orang yang kita cintai. Salah paham dengan orang yang mencintainya….”
DELUSI
584      413     0     
Short Story
Seseorang yang dipertemukan karena sebuah kebetulan. Kebetulan yang tak masuk akal. Membiarkan perasaan itu tumbuh dan ternyata kenyataan sungguh pahit untuk dirasakan.