Loading...
Logo TinLit
Read Story - Monday vs Sunday
MENU
About Us  

Nampaknya hidup tidak selalu sempurna untuk semua orang, seperti yang saat ini sedang dialami salah seorang siswi kelas 2 IPA-1 bernama Lunara atau yang lebih akrab disapa Nara. Di saat yang lain terlihat mengerjakan soal fisika dengan mudah, wajah Nara memperlihatkan semuanya bahwa ia tidak mengerti! Padahal beberapa saat lalu baru saja dijelaskan oleh Guru perempuan yang tengah duduk di kursi itu.

Nara ingin memiliki otak seperti teman-temannya, namun sekeras apa pun ia mencoba, tetap gagal. Entah Nara yang memang tidak benar-benar ingin menjadi pintar, atau kapasitas otaknya sekecil itu untuk menerima semua informasi?

Beberapa kali Nara menggaruk kepalanya di tengah wajah serius yang mulai frustasi. Seorang siswi yang duduk di sampingnya, terganggu dengan Nara yang mulai mengetukkan atas pena ke meja, menimbulkan sedikit kebisingan. "Sefrustasi itu yaa?!" kata siswi berambut hitam panjang sedada, sedikit bergelombang yang saat itu diikat setengah, dengan wajah menahan melakukan sesuatu pada Nara agar gadis itu diam.

Sekali pun Sheila mengambil pena Nara, Nara akan mengambil pena lainnya yang akan ia ketukkan ke atas meja, seperti itulah yang selama ini dilakukan Nara saat kepusingan mengerjakan suatu pelajaran.

"Aku benar-benar gak bisa, La!" Nara memasang wajah memelas.

Sheila menghela nafas. "Bagian yang mana?"

Lengkungan manis pun langsung terlihat menghiasi bibir Nara. "Semuanya!"

"Aku tahunya cuma sampai nomor 8, 9 sama 10 aku juga gak tahu."

"Gakpapa, yang penting nilai aku bukannya telur." Nara memperlihatkan deretan giginya yang rapi dan putih. Sheila pun mulia mengajari Nara yang memperhatikan dengan baik.

Waktu berlalu dengan cepatnya, sebentar lagi waktu istirahat dan Nara masih berkutat pada soal nomor 5 di mana Sheila menyuruh Nara mengerjakannya sendiri setelah memberitahu sampai nomor 4. Padahal nomor 5 soalnya sama dengan nomor 1 sampai 4, namun Nara tetap tidak bisa mengerjakannya sekali pun Sheila mengajarkannya pelan-pelan. Nara pun sampai pemikiran bahwa ada masalah dengan otaknya!

Seorang siswa yang berada di barisan paling depan, memberikan bukunya pada guru, tanda sudah selesai, disusul murid yang lain. Sheila yang sudah mengerjakan soal 9 dan 10 dengan berusaha sangat keras, saat hendak ingin berdiri salah satu tangan ditahan Nara. "Ayolah, La. Bantuin aku." Dengan wajah memelas seperti sebelumnya.

"Aku sudah memberitahu kamu cara-caranya! Kalau terus dikasih tahu, kamu gak akan pernah bisa," tegas, Sheila. Disingkirkannya tangan Nara dari tangannya. Berjalan ke arah meja guru. Tatapan memelas Nara pun tidak lagi membuahkan hasil yang bagus.

"Sudahlah, kasih saja." Nara pun menyerah. Ia merasa jika sedikit lagi saja berpikir, kepalanya mungkin akan mengeluarkan asap.

Dengan langkah pasti Nara taruh bukunya di meja guru, setelahnya bel berbunyi. Nara yang sudah duduk di kursinya, menghela nafas lega. Terlepas dari ia akan mendapat nilai jelek.

"Kamu selalu bilang kalau di Rumah belajar, tapi sampai sekarang pun kamu tetap gak bisa mengerjakan satu soal pun," kata Sheila yang bingung dengan sahabatnya itu.

"Semua orang punya kekurangan dan kelebihan masing-masing," jawab santai Nara. Itulah kalimat pamungkas yang selalu ia gunakan saat orang-orang mulai tidak habis pikir dengan betapa bodohnya Nara.

Sheila yang tahu Nara akan berkata seperti itu hanya bisa menggelengkan kepala. "Lihatlah Rei! Kalian benar-benar sangat berbeda. Kayak langit dan bumi, kayak senin ke minggu yang jauh," ucap Sheila sembari melihat salah satu teman laki-laki sekelasnya yang tengah duduk di kursi-nya, membaca sebuah buku.

Jika dibandingkan dengan siswa satu itu, Nara memang tidak ada apa-apanya. Ibarat Nara itu semut sedangkan Rei seekor gajah. Kenapa semut dan gajah? Karena Rei sangat terlihat berkat kepintarannya hingga mampu mendapat peringkat satu sesatu sekolah sedangkan Nara, siapa yang mau melihatnya? Tak ada yang istimewa selain menjadi murid dengan peringkat terakhir sesatu sekolah.

"Tapi, apa gak terlalu membosankan hidupnya yang isinya cuma belajar, belajar dan belajar," kata Nara dengan suara sedikit keras, seolah sedang menyindir Rei.

"Nara!" Sheila sedikit membentak. Nara yang melihat tatapan tajam Sheila pun, diam.

"Gimana bisa kamu berkata seperti itu tanpa melihat diri kamu sendiri lebih dulu," ucap Sheila dengan nada pelan.

Nara tidak menjawab, kembali memperhatikan Rei yang tidak bergerak sedikit pun. Apakah semenarik itu membaca buku? Seperti itulah yang tengah dipikirkan Nara.

"Sudahlah, ayo ke Kantin," kata Nara sembari berdiri dari duduk.

Nara dan Sheila melangkah pergi dari kelas yang hanya menyisakan Rei. Manik mata yang semula hanya tertuju pada buku, menoleh ke arah pintu di mana Nara dan Sheila baru saja menghilang dari sana.

Bukan hanya bodoh Nara juga pelupa. Sudah setengah perjalanan, Nara lupa membawa dompet bahkan handphone. Alhasil harus kembali ke kelas, menyuruh Sheila duluan untuk mengamankan kursi, karena Kantin pasti sangat penuh.

"Pakai uang aku dulu saja, Na."

"Nggak, La. Selagi masih terjangkau jaraknya, aku lebih baik mengambilnya." Saat ada yang lebih mudah, Nara lebih memilih yang susah. Nara memang gadis yang unik. Padahal nanti di Kelas uang Sheila bisa langsung digantikan, namun Nara memilih kembali ke Kelas.

Selangkah lagi masuk ke dalam Kelas, langkah Nara terhenti di depan pintu. Ditatapnya Rei yang sedang tertidur, bukan? Melihat dari posisi kepalanya di atas lengannya yang terlipat di meja. Dengan langkah pelan Nara memasuki kelas. Berhenti di hadapan Rei yang benar tertidur. Nara pikir lelaki itu akan terus membaca buku. Ada saatnya seorang Rei merasa lelah.

Nara yang memperhatikan wajah Rei yang nampak sempurna itu, semakin mengakui betapa tampannya teman sekelasnya itu. Nara pun teringat saat pertama kali melihat Rei, ia sempat memiliki perasaan pada lelaki satu itu karena wajahnya yang type Nara sekali. Namun, berkat sikap dingin Rei yang bahkan mengalahkan es di Kutub Utara, Nara memutuskan tidak lagi menaruh perasaan padanya.

Mendengar langkah kaki yang kian mendekat buru-buru Nara ke mejanya, tidak ingin ketahuan sedang memperhatikan Rei, dan berkat rasa takut ketahuan itu, Nara tidak memperhatikan langkah. Nara tersandung kaki kursi, dan...

Bugh

Tubuh Nara menghantam lantai dengan suara yang nyaring. Bahkan Rei yang tadi tertidur pun perlahan membuka mata, menatap datar Nara yang masih tengkurap, seperti pancake jatuh ke lantai. 2 siswi yang baru memasuki kelas pun, terhenti langkahnya dengan wajah terkejut. Bukankah terjatuh dalam posisi seperti itu begitu menyakitkan untuk bagian depan badan?

Selain merasa sakit pada badan bagian depan, Nara harus menanggung malu. Memalukan sekali kamu, Na.

Dengan wajah menahan malu, Nara berdiri dari posisi tengkurap tanpa ada yang berniat membantu. Berjalan ke arah meja-nya, mengambil dengan cepat dompet dan handphone. Melangkah keluar dari kelas dengan kepala yang menunduk.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Negaraku Hancur, Hatiku Pecah, Tapi Aku Masih Bisa Memasak Nasi Goreng
496      245     1     
Romance
Ketika Arya menginjakkan kaki di Tokyo, niat awalnya hanya melarikan diri sebentar dari kehidupannya di Indonesia. Ia tak menyangka pelariannya berubah jadi pengasingan permanen. Sendirian, lapar, dan nyaris ilegal. Hidupnya berubah saat ia bertemu Sakura, gadis pendiam di taman bunga yang ternyata menyimpan luka dan mimpi yang tak kalah rumit. Dalam bahasa yang tak sepenuhnya mereka kuasai, k...
Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
1725      759     3     
Romance
"Aku hanya sebuah tas hitam di punggung seorang remaja bernama Aditya. Tapi dari sinilah aku melihat segalanya: kesepian yang ia sembunyikan, pencarian jati diri yang tak pernah selesai, dan keberanian kecil yang akhirnya mengubah segalanya." Sebuah cerita remaja tentang tumbuh, bertahan, dan belajar mengenal diri sendiri diceritakan dari sudut pandang paling tak terduga: tas ransel.
Resonantia
356      304     0     
Horror
Empat anak yang ‘terbuang’ dalam masyarakat di sekolah ini disatukan dalam satu kamar. Keempatnya memiliki masalah mereka masing-masing yang membuat mereka tersisih dan diabaikan. Di dalam kamar itu, keempatnya saling berbagi pengalaman satu sama lain, mencoba untuk memahami makna hidup, hingga mereka menemukan apa yang mereka cari. Taka, sang anak indigo yang hidupnya hanya dipenuhi dengan ...
Lantunan Ayat Cinta Azra
918      577     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang hafidzah yang dilema dalam menentukan pilihan hatinya. Lamaran dari dua insan terbaik dari Allah membuatnya begitu bingung. Antara Azmi Seorang hafidz yang sukses dalam berbisnis dan Zakky sepupunya yang juga merupakan seorang hafidz pemilik pesantren yang terkenal. Siapakah diantara mereka yang akan Azra pilih? Azmi atau Zakky? Mungkinkah Azra menerima Zakky sepupunya s...
Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
1132      688     0     
Inspirational
Sejak tahun 1998, Bianglala didiagnosa skizofrenia. Saat itu terjadi pada awal ia masuk kuliah. Akibatnya, ia harus minum obat setiap hari yang sering membuatnya mengantuk walaupun tak jarang, ia membuang obat-obatan itu dengan cara-cara yang kreatif. Karena obat-obatan yang tidak diminum, ia sempat beberapa kali masuk RSJ. Di tengah perjuangan Bianglala bergulat dengan skizofrenia, ia berhas...
Jalan Menuju Braga
423      323     4     
Romance
Berly rasa, kehidupannya baik-baik saja saat itu. Tentunya itu sebelum ia harus merasakan pahitnya kehilangan dan membuat hidupnya berubah. Hal-hal yang selalu ia dapatkan, tak bisa lagi ia genggam. Hal-hal yang sejalan dengannya, bahkan menyakitinya tanpa ragu. Segala hal yang terjadi dalam hidupnya, membuat Berly menutup mata akan perasaannya, termasuk pada Jhagad Braga Utama--Kakak kelasnya...
Finding My Way
712      437     3     
Inspirational
Medina benci Mama! Padahal Mama tunawicara, tapi sikapnya yang otoriter seolah mampu menghancurkan dunia. Mama juga membuat Papa pergi, menjadikan rumah tidak lagi pantas disebut tempat berpulang melainkan neraka. Belum lagi aturan-aturan konyol yang Mama terapkan, entah apa ada yang lebih buruk darinya. Benarkah demikian?
Ameteur
88      79     1     
Inspirational
Untuk yang pernah merasa kalah. Untuk yang sering salah langkah. Untuk yang belum tahu arah, tapi tetap memilih berjalan. Amateur adalah kumpulan cerita pendek tentang fase hidup yang ganjil. Saat kita belum sepenuhnya tahu siapa diri kita, tapi tetap harus menjalani hari demi hari. Tentang jatuh cinta yang canggung, persahabatan yang retak perlahan, impian yang berubah bentuk, dan kegagalan...
Langkah yang Tak Diizinkan
180      149     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
My Private Driver Is My Ex
412      273     10     
Romance
Neyra Amelia Dirgantara adalah seorang gadis cantik dengan mata Belo dan rambut pendek sebahu, serta paras cantiknya bak boneka jepang. Neyra adalah siswi pintar di kelas 12 IPA 1 dengan julukan si wanita bermulut pedas. Wanita yang seperti singa betina itu dulunya adalah mantan Bagas yaitu ketua geng motor God riders, berandal-berandal yang paling sadis pada geng lawannya. Setelahnya neyra di...