Loading...
Logo TinLit
Read Story - Negaraku Hancur, Hatiku Pecah, Tapi Aku Masih Bisa Memasak Nasi Goreng
MENU
About Us  

Dentuman terakhir pecah di langit seperti suara pintu besar yang ditutup pelan-pelan.

Cahaya perak menyebar, berkilau sebentar, lalu meredup, seperti perasaan yang terlalu indah untuk bertahan lama.

Setelah itu, hanya ada langit malam. Gelap. Biasa. Seperti tidak terjadi apa-apa.

Orang-orang mulai beranjak.

Kain-kain piknik dilipat, seperti kenangan yang harus segera dibereskan sebelum menjadi terlalu berat.

Anak-anak digendong, sebagian tertidur dengan pipi menempel di bahu ayah mereka, sisa tawa masih menggantung di ujung bibir.

Suara langkah mulai menggantikan suara kagum.

Festival usai.

Tapi kami tetap duduk.

Sakura masih bersandar di pundakku.

Tangannya masih menggenggam lenganku.

Angin malam menyusup perlahan, membawa wangi rumput basah dan sisa asap kembang api.

Di kejauhan, lampu-lampu mulai dipadamkan. Satu per satu.

Langit kembali jadi panggung yang kosong.

Aku melirik ke arah samping. Melihat garis wajahnya yang tenang.

Ada bayangan cahaya di pipinya, samar, tapi cukup untuk membuatnya terlihat seperti mimpi yang terlalu nyata untuk dijelaskan.

Ia tidak bergerak, tapi aku tahu ia terjaga.

Aku ingin bicara, tapi kata-kata terasa seperti tersangkut di tenggorokan.

Hati ini berdebar, tapi takut. Takut mengubah sesuatu yang selama ini terasa nyaman, meski penuh keraguan.

“Kenapa kita tidak pulang saja?” suaraku akhirnya pecah, pelan dan sedikit canggung.

Sakura mengangkat kepalanya, menatapku dengan mata yang setengah tertutup.

“Kau ingin pulang?” tanyanya, suaranya halus seperti bisikan angin malam.

Aku menggeleng pelan.

“Bukan. Aku... aku cuma takut nanti, kalau aku bicara, kita jadi berbeda.”

Dia tertawa kecil, suara itu lembut dan membuat hatiku sedikit lega.

“Kalau kita tidak bicara, kita akan tetap begini, kan? Duduk di sini, diam, pura-pura semuanya baik-baik saja.”

Aku menatapnya lama.

“Kalau aku bilang aku ingin tetap di sini, kamu mau?”

Sakura menatapku, matanya berkaca-kaca, seperti sedang melawan sesuatu di dalam dirinya sendiri.

“Aku... aku juga ingin. Tapi aku takut. Takut kalau semuanya nanti tidak seperti yang kita bayangkan.”

Aku meremas tangan yang menggenggam lenganku.

“Kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi aku ingin mencoba. Bareng kamu.”

Keheningan kembali menyelimuti kami, tapi kali ini terasa berbeda.

Ada sesuatu yang mengalir di antara kami.

Sesuatu yang belum terucap, tapi sudah cukup jelas.

“Sakura,” kataku pelan.

Ia tidak menjawab. Tapi aku tahu ia mendengar.

Tubuhnya sedikit menegang, tapi tidak menjauh.

Suara malam merayap masuk di sela-sela keheningan kami.

Suara daun. Serangga. Detak yang terlalu cepat di dadaku sendiri.

Aku menelan ludah. Tenggorokanku kering.

Tapi kalimat itu keluar juga.

“Aku pengen tetap di sini.”

Kepalanya pelan-pelan bergerak. Menoleh. Matanya menatapku.

Aku melanjutkan, pelan, hati-hati, seperti menyusun jembatan dari ranting.

“Aku pengen… bareng kamu. Nggak tahu caranya. Nggak tahu gimana jadinya. Tapi aku... mau.”

Sakura masih menatap.

Tatapannya dalam, seolah membaca setiap kata yang belum terucap, setiap keraguan yang terselip di antara kalimatku.

Ada sesuatu yang berubah di matanya, bukan kaget, bukan bahagia berlebihan, tapi rapuh.

Seperti sesuatu yang disimpan terlalu lama akhirnya retak.

Tangannya yang tadi menggenggam lenganku, perlahan berpindah ke tanganku.

Menggenggam lebih erat, seolah ingin memastikan bahwa ini bukan mimpi, bukan ilusi yang akan hilang saat pagi tiba.

Aku menahan napas.

Suaranya nyaris berbisik ketika aku mendengar napasnya yang tersendat.

Lalu ia menunduk sebentar. Menggigit bibirnya.

Dalam bahasa Inggris yang terbata dan lembut, ia berkata,

“Me too. I… want… you stay. With me.”

Aku mengangguk.

Jantungku rasanya seperti digenggam terlalu kencang dari dalam

Seperti ada ribuan sayap yang berdegup liar di dada.

Kami tidak saling bilang “aku cinta kamu.”

Tidak bilang “selamanya.”

Tidak berpelukan sambil bersumpah

Tapi kami ada.

Di situ.

Bersama.

Keheningan kami kali ini penuh dengan makna.

Aku bisa merasakan detak jantungnya yang selaras dengan detakku.

Tangan kami yang saling menggenggam terasa hangat, seolah memberi keberanian untuk menghadapi ketidakpastian.

“Kalau nanti semuanya sulit, kamu mau tetap di sini?” tanyaku dengan suara pelan.

Sakura mengangguk, matanya berkaca-kaca.

“Ya. Aku mau. Kita bisa jalani pelan-pelan, asal bareng.”

Aku tersenyum kecil.

Itu cukup.

Lebih dari cukup.

Dan dalam kalimat patah-patah, air mata, dan tangan yang tidak dilepas, kami tahu:

Perasaan ini nyata.

Tidak sempurna.

Tidak praktis.

Tapi tulus.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
40 Hari Terakhir
446      365     1     
Fantasy
Randy tidak pernah menyangka kalau hidupnya akan berakhir secepat ini. Setelah pertunangannya dengan Joana Dane gagal, dia dihadapkan pada kecelakaan yang mengancam nyawa. Pria itu sekarat, di tengah koma seorang malaikat maut datang dan memberinya kesempatan kedua. Randy akan dihidupkan kembali dengan catatan harus mengumpulkan permintaan maaf dari orang-orang yang telah dia sakiti selama hidup...
Arsya (The lost Memory)
621      478     1     
Mystery
"Aku adalah buku dengan halaman yang hilang. Cerita yang tercerai. Dan ironisnya, aku lebih paham dunia ini daripada diriku sendiri." Arsya bangun di rumah sakit tanpa ingatanhanya mimpi tentang seorang wanita yang memanggilnya "Anakku" dan pesan samar untuk mencari kakeknya. Tapi anehnya, ia bisa mendengar isi kepala semua orang termasuk suara yang ingin menghabisinya. Dunia orang dewasa t...
The Call(er)
1108      639     10     
Fantasy
Ketika cinta bukan sekadar perasaan, tapi menjadi sumber kekuatan yang bisa menyelamatkan atau bahkan menghancurkan segalanya. Freya Amethys, seorang Match Breaker, hidup untuk menghancurkan ikatan yang dianggap salah. Raka Aditama, seorang siswa SMA, yang selama ini merahasiakan kekuatan sebagai Match Maker, diciptakan untuk menyatukan pasangan yang ditakdirkan. Mereka seharusnya saling bert...
Warisan Tak Ternilai
323      98     0     
Humor
Seorang wanita masih perawan, berusia seperempat abad yang selalu merasa aneh dengan tangan dan kakinya karena kerap kali memecahkan piring dan gelas di rumah. Saat dia merenung, tiba-tiba teringat bahwa di dalam lingkungan kerja anggota tubuhnya bisa berbuat bijak. Apakah ini sebuah kutukan?
Batas Sunyi
1685      754     106     
Romance
"Hargai setiap momen bersama orang yang kita sayangi karena mati itu pasti dan kita gak tahu kapan tepatnya. Soalnya menyesal karena terlambat menyadari sesuatu berharga saat sudah enggak ada itu sangat menyakitkan." - Sabda Raka Handoko. "Tidak apa-apa kalau tidak sehebat orang lain dan menjadi manusia biasa-biasa saja. Masih hidup saja sudah sebuah achievement yang perlu dirayakan setiap har...
TANPA KATA
15      14     0     
True Story
"Tidak mudah bukan berarti tidak bisa bukan?" ucapnya saat itu, yang hingga kini masih terngiang di telingaku. Sulit sekali rasanya melupakan senyum terakhir yang kulihat di ujung peron stasiun kala itu ditahun 2018. Perpisahan yang sudah kita sepakati bersama tanpa tapi. Perpisahan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Yang memaksaku kembali menjadi "aku" sebelum mengenalmu.
Kainga
1061      621     12     
Romance
Sama-sama menyukai anime dan berada di kelas yang sama yaitu jurusan Animasi di sekolah menengah seni rupa, membuat Ren dan enam remaja lainnya bersahabat dan saling mendukung satu sama lain. Sebelumnya mereka hanya saling berbagi kegiatan menyenangkan saja dan tidak terlalu ikut mencampuri urusan pribadi masing-masing. Semua berubah ketika akhir kelas XI mereka dipertemukan di satu tempat ma...
Smitten Ghost
172      140     3     
Romance
Revel benci dirinya sendiri. Dia dikutuk sepanjang hidupnya karena memiliki penglihatan yang membuatnya bisa melihat hal-hal tak kasatmata. Hal itu membuatnya lebih sering menyindiri dan menjadi pribadi yang anti-sosial. Satu hari, Revel bertemu dengan arwah cewek yang centil, berisik, dan cerewet bernama Joy yang membuat hidup Revel jungkir-balik.
Finding the Star
980      739     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
Deep End
35      34     0     
Inspirational
"Kamu bukan teka-teki yang harus dipecahkan, tapi cerita yang terus ditulis."