Loading...
Logo TinLit
Read Story - Negaraku Hancur, Hatiku Pecah, Tapi Aku Masih Bisa Memasak Nasi Goreng
MENU
About Us  

Langit mulai gelap.

Tapi bukan gelap yang menakutkan.

Lebih seperti panggung besar sebelum tirai dibuka.

Udara membawa perubahan, seperti bisikan kecil bahwa sesuatu akan dimulai.

Kerumunan orang mulai bergerak ke arah lapangan terbuka di tepi festival, tempat kembang api akan diluncurkan.

Lampu-lampu dari yatai di belakang kami berkedip seperti bintang-bintang kecil yang menolak padam lebih dulu.

Teriakan anak-anak bercampur tawa remaja, musik dari pengeras suara terdengar jauh, bergema seperti mimpi yang belum selesai ditulis.

Aku dan Sakura berjalan pelan mengikuti arus, langkah kami selaras tanpa harus bicara.

Tak ada genggaman tangan, tak ada tawa, tapi ada semacam kesepakatan diam yang menggantikan semuanya.

Di tangannya masih ada sisa ramune yang ia pegang dengan dua tangan, seperti anak kecil menjaga es krim di musim panas.

Setiap beberapa langkah, ia menyesapnya pelan, bibirnya menyentuh botol kaca itu seperti menyentuh kenangan.

Aku menoleh sebentar ke wajahnya yang diterangi cahaya lentera.

Ia tidak tersenyum, tapi matanya penuh gerak, seperti ada sesuatu yang terus mengalir di balik sana, tidak bisa ditangkap tapi ingin dipahami.

Angin malam menyapu rambutku dan membelai wajahnya.

Ada aroma manis dari yatai yang masih sibuk di belakang, bercampur samar dengan bau rumput basah dan udara yang sudah mulai dingin.

Udara yang membuat kulit merinding tanpa alasan.

Kami berjalan sedikit keluar dari jalur utama, melewati beberapa pasangan dan keluarga yang sudah lebih dulu tiba.

Mereka duduk di atas tikar atau selimut, mengobrol pelan, atau sekadar menatap langit sambil memeluk bahu masing-masing.

Saat kami sampai di lapangan, kami memilih tempat di pinggir.

Sedikit jauh dari pusat keramaian, tapi cukup dekat untuk melihat langit penuh.

Di sana, suara terasa lebih lunak.

Lampu-lampu makin jarang, dan langit mulai menunjukkan bayangannya sendiri.

Sakura duduk lebih dulu. Aku menyusul.

Kami duduk di atas kain kecil yang ia bawa dari rumah, tanpa penjelasan, tanpa permisi.

Tindakan kecil yang membuatku ingin berterima kasih, tapi tanpa suara.

Ia menepuk-nepuk sisi kain di sebelahnya pelan, seolah bilang, "Duduklah. Di sini." Dan aku duduk.

Aku menatap ujung kain itu yang sedikit kusut.

Entah kenapa pikiranku melayang ke kamar kontrakanku yang sepi.

Tempat tidur yang terlalu keras. Tirai tipis yang tak pernah bisa menutup dunia luar.

Rak dapur kecil yang selalu berdebu walau sudah dibersihkan.

Dan jam dinding yang terus berdetak, seolah mengingatkanku bahwa waktu di sini bukan milikku sepenuhnya

Tapi malam ini, di tempat ini, ada ruang kecil yang terasa cukup.

Bukan karena tempatnya, tapi karena ada seseorang di sampingku.

Seseorang yang tidak mencoba menghiburku, tapi tetap tinggal.

Di sekeliling kami, suara manusia mulai mengecil, seolah semua sepakat untuk berhenti bicara sebelum langit yang bicara.

Beberapa anak kecil mulai berbisik, menunjuk ke langit, berharap bisa melihat bintang sebelum kembang api meledak.

Dan di belakang kami, festival terus berdetak, seperti jantung yang menolak tidur.

Lalu lampu-lampu jalan di sekitar taman padam.

Satu per satu, seperti kelopak yang menutup.

Hanya cahaya lentera dari festival yang masih berpendar samar di belakang.

Dan di detik itu…

Dentuman pertama mengoyak langit.

Bukan keras. Tapi cukup untuk menghentikan napas.

Kembang api pertama naik seperti panah dari bumi  lalu meledak dalam bentuk bunga krisan emas yang jatuh perlahan dalam pecahan cahaya, seolah langit sendiri sedang mengingat.

Sakura mengangkat wajahnya.

Siluetnya tersorot merah jingga dari kilatan cahaya.

Kelopak matanya tampak berkedip pelan, tapi tidak karena silau

lebih seperti seseorang yang sedang mencoba menyimpan sesuatu, agar tidak lepas begitu saja.

Aku menoleh pelan ke arahnya.

Bukan untuk melihat wajahnya sepenuhnya,

tapi cukup untuk tahu: dia masih di sana.

Masih menatap.

Dia tidak bicara. Tidak berseru “kirei!” seperti orang-orang di sekitar kami.

Dia hanya menatap. Diam. Tapi penuh.

Seolah langit malam adalah halaman, dan ia sedang membaca sesuatu di balik warnanya.

Aku bertanya-tanya apa yang sedang ia lihat di balik langit itu.

Kenangan masa kecil? Harapan yang belum pernah sempat tumbuh?

Atau sesuatu yang bahkan aku tidak akan pernah bisa sentuh?

Kilatan biru meledak, membentuk lingkaran yang terbuka di tengah.

Sekilas seperti mata. Sekilas seperti pelukan.

Sekilas seperti luka yang membeku di udara.

Sakura masih tidak bergerak. Tapi matanya berkaca.

Atau mungkin hanya pantulan cahaya.

Atau mungkin, aku yang ingin percaya.

Lalu, ia menyandarkan kepalanya ke pundakku.

Pelan. Nyaris tidak terasa. Tapi cukup untuk membuatku berhenti bernapas sejenak.

Ada sesuatu yang rapuh tapi nyata dalam sentuhan itu.

Seperti benang yang menghubungkan dua titik yang tidak pernah berani saling panggil.

Aku tidak menoleh. Aku tidak berani.

Pundakku menegang,lalu perlahan mengendur.

Dan di bawah langit Tokyo yang bermandikan ledakan cahaya, tubuh kami saling berbagi ruang tanpa bicara.

Dentuman terus berdentang.

Hijau. Ungu. Perak.

Langit membuka pintu demi pintu, memperlihatkan isi dadanya.

Ada satu kembang api yang pecah dalam bentuk hati. Klise, tapi tak ada yang tertawa.

Semua hanya melihat.

Dan malam itu, dadaku juga penuh.

Penuh kesadaran.

Bahwa semua ini mungkin hanya sementara.

Bahwa di balik keindahan, selalu ada akhir yang pelan-pelan mendekat.

Aku ingin tetap di sini. Dengan gadis ini.

Di negara yang tidak menginginkanku, di bawah langit yang tidak pernah benar-benar ku miliki.

Tapi malam ini, untuk beberapa menit, semuanya terasa mungkin.

Seolah batas itu memudar.

Seolah aku bukan orang luar.

Seolah keberadaanku pun punya tempat.

Ada suara kecil dalam diriku yang berkata ini salah, bahwa aku tidak boleh terlalu nyaman.

Bahwa aku ini tamu, dan tamu tidak seharusnya terlalu lama duduk.

Bahwa saat semua ini selesai, aku akan kembali menjadi sunyi yang berjalan sendirian.

Tapi suara itu seperti dipeluk diam-diam oleh sesuatu yang lebih hangat.

Lebih lembut.

Dan untuk pertama kalinya, aku ingin memeluk balik.

Sakura menggenggam lenganku perlahan. Tidak erat. Tapi cukup.

Seolah berkata: "Aku ada di sini."

Jari-jarinya dingin sedikit, tapi yakin.

Sentuhannya bukan permintaan. Tapi pernyataan.

Aku memejamkan mata.

Dan dalam gelap yang dipenuhi cahaya, aku membiarkan diriku percaya.

Walau hanya malam ini.

Walau hanya sebentar.

Bahwa ada momen yang tidak perlu dimiliki, untuk tetap berarti.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Melihat Tanpamu
135      109     1     
Fantasy
Ashley Gizella lahir tanpa penglihatan dan tumbuh dalam dunia yang tak pernah memberinya cahaya, bahkan dalam bentuk cinta. Setelah ibunya meninggal saat ia masih kecil, hidupnya perlahan runtuh. Ayahnya dulu sosok yang hangat tapi kini berubah menjadi pria keras yang memperlakukannya seperti beban, bahkan budak. Di sekolah, ia duduk sendiri. Anak-anak lain takut padanya. Katanya, kebutaannya...
The First 6, 810 Day
508      358     2     
Fantasy
Sejak kecelakaan tragis yang merenggut pendengarannya, dunia Tiara seakan runtuh dalam sekejap. Musik—yang dulu menjadi napas hidupnya—tiba-tiba menjelma menjadi kenangan yang menyakitkan. Mimpi besarnya untuk menjadi seorang pianis hancur, menyisakan kehampaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Dalam upaya untuk menyembuhkan luka yang belum sempat pulih, Tiara justru harus menghadapi ke...
Reandra
1389      943     66     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...
The Call(er)
1108      639     10     
Fantasy
Ketika cinta bukan sekadar perasaan, tapi menjadi sumber kekuatan yang bisa menyelamatkan atau bahkan menghancurkan segalanya. Freya Amethys, seorang Match Breaker, hidup untuk menghancurkan ikatan yang dianggap salah. Raka Aditama, seorang siswa SMA, yang selama ini merahasiakan kekuatan sebagai Match Maker, diciptakan untuk menyatukan pasangan yang ditakdirkan. Mereka seharusnya saling bert...
Sweet Seventeen
816      620     4     
Romance
Karianna Grizelle, mantan artis cilik yang jadi selebgram dengan followers jutaan di usia 17 tahun. Karianna harus menyeimbangkan antara sekolah dan karier. Di satu sisi, Anna ingin melewati masa remaja seperti remaja normal lainnya, tapi sang ibu sekaligus manajernya terus menyuruhnya bekerja agar bisa menjadi aktris ternama. Untung ada Ansel, sahabat sejak kecil yang selalu menemani dan membuat...
Liontin Semanggi
1297      789     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Langkah yang Tak Diizinkan
149      126     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
DocDetec
213      154     1     
Mystery
Bagi Arin Tarim, hidup hanya memiliki satu tujuan: menjadi seorang dokter. Identitas dirinya sepenuhnya terpaku pada mimpi itu. Namun, sebuah tragedi menghancurkan harapannya, membuatnya harus menerima kenyataan pahit bahwa cita-citanya tak lagi mungkin terwujud. Dunia Arin terasa runtuh, dan sebagai akibatnya, ia mengundurkan diri dari klub biologi dua minggu sebelum pameran penting penelitian y...
Perjalanan yang Takkan Usai
294      247     1     
Romance
Untuk pertama kalinya Laila pergi mengikuti study tour. Di momen-momen yang menyenangkan itu, Laila sempat bertemu dengan teman masa kecil sekaligus orang yang ia sukai. Perasaan campur aduk tentulah ia rasakan saat menyemai cinta di tengah study tour. Apalagi ini adalah pengalaman pertama ia jatuh cinta pada seseorang. Akankah Laila dapat menyemai cinta dengan baik sembari mencari jati diri ...
Waktu Mati : Bukan tentang kematian, tapi tentang hari-hari yang tak terasa hidup
2125      946     25     
Romance
Dalam dunia yang menuntut kesempurnaan, tekanan bisa datang dari tempat paling dekat: keluarga, harapan, dan bayang-bayang yang tak kita pilih sendiri. Cerita ini mengangkat isu kesehatan mental secara mendalam, tentang Obsessive Compulsive Disorder (OCD) dan anhedonia, dua kondisi yang sering luput dipahami, apalagi pada remaja. Lewat narasi yang intim dan emosional, kisah ini menyajikan perj...