Loading...
Logo TinLit
Read Story - Negaraku Hancur, Hatiku Pecah, Tapi Aku Masih Bisa Memasak Nasi Goreng
MENU
About Us  

Pagi itu, kertas kecil itu masih ada di atas meja dapur restoran, tempat aku biasa memulai hari. Aku tidak tahu sejak kapan kertas itu diletakkan di sana, apakah tadi malam atau pagi-pagi buta, tapi itu tak terlalu penting. Yang penting adalah pesan yang tertera di kertas itu.

"Matsuri. Datang?"

Sakura, dengan gaya yang sederhana namun penuh makna. Gambar sakura yang dia buat dengan pensil warna halus di sisi kertas itu seolah memperlihatkan betapa dia tahu betul caranya menarik perhatianku. Aku memegang kertas itu dengan tangan gemetar, seolah ini adalah undangan untuk sebuah momen besar dalam hidupku. Tapi di sisi lain, rasa cemas muncul begitu saja. Aku ingin datang, tentu saja. Tapi ada begitu banyak keraguan. Apakah aku diundang karena dia ingin aku datang, atau hanya karena dia merasa tidak enak jika tidak mengundangku? Aku tidak tahu.

Satu-satunya petunjuk yang aku miliki adalah gambar yukata yang dia gambar dengan begitu rinci, yukata biru dengan pola bunga kecil. Aku membayangkan betapa indahnya dia mengenakannya, dengan rambut yang disanggul rapi. Di satu sisi, aku merasa cemas dan takut tidak bisa memenuhi ekspektasi, tapi di sisi lain, ada rasa ingin tahu yang menggelora tentang apa yang akan terjadi jika aku benar-benar datang.

Aku melipat kertas itu perlahan dan menyimpannya di saku dada. Jantungku berdetak cepat, bukan karena antusiasme, tapi karena ketidakpastian yang membanjiri pikiranku. Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus datang dengan segala ketidakpastian ini? Apakah aku pantas ada di sana?

Siang harinya, saat Kenji datang ke dapur membawa bahan untuk stok, aku merasa perlu untuk bertanya. “Kenji-san,” suaraku pelan, penuh keraguan. “Kamu punya... yukata?”

Kenji memandangku sejenak, lalu menyeringai. “Buat apa?” tanyanya, nada suaranya seolah meragukan pertanyaanku.

Aku terdiam sejenak, lalu dengan suara pelan, hampir seperti anak kecil yang mengaku salah, aku berkata, “Ada yang ngajak ke festival.”

Kenji menggelengkan kepala sambil mendesah panjang, tampaknya tidak mengerti betul situasinya. “Kamu ini selalu kelihatan bingung kalau ada hal baru. Tunggu sini,” katanya, kemudian pergi tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.

Aku hanya bisa mengangguk, walau perasaan cemas masih membebani dada. Apakah aku benar-benar siap untuk ini?

***

Sepuluh menit kemudian, Kenji datang kembali, membawa sebuah kantong plastik besar. Dia meletakkannya di meja depan aku dan berkata dengan nada serius yang tidak biasa terdengar darinya, “Ini dulu punya aku waktu masih kurus. Jangan bikin malu, ya.”

Aku membuka kantong itu perlahan dan melihat yukata biru tua dengan pola gelombang laut. Obi-nya terlihat kaku, dan sandal yang terbungkus di dalam kantong itu tampak sedikit lebih besar dari ukuran kaki aku. Kenji memberi aku pandangan tajam. “Mudah-mudahan cukup muat,” katanya dengan gurauan yang khas, walau aku tahu ada sedikit kekhawatiran di balik kata-katanya.

Aku mengangguk, berusaha menunjukkan bahwa aku mengerti dan tidak merasa terbebani. Aku merasa seperti anak kecil yang sedang diberi pelajaran oleh orang dewasa, tapi di sisi lain, ada rasa hangat yang mulai tumbuh. Kenji mungkin tidak menyadari itu, tapi dia telah memberikan sedikit keberanian di dalam diriku, bahkan tanpa kata-kata yang besar.

Aku mengunci pintu kamar dan berdiri di depan cermin. Perlahan aku mengenakan yukata itu. Sandalnya sedikit kebesaran, obi-nya kaku dan sulit untuk diikat dengan sempurna, tapi saat aku berdiri di depan cermin, sesuatu terasa berbeda. Aku merasakan semacam kebanggaan dalam diri sendiri. Tidak sempurna, memang, tapi aku merasa bahwa aku sudah mencoba. Aku ingin pergi. Aku ingin mencoba.

Dengan langkah pelan, aku melangkah keluar dari kamar, menuju ke taman tempat festival itu biasa diadakan. Angin sore mengusap wajahku, dan aku tidak bisa menghindari ketegangan di dalam dada. Setiap dua langkah, aku berhenti, memastikan apakah yukata-ku kusut atau sandal ini berbunyi terlalu keras. Aku merasa seperti orang asing dalam dunia yang begitu jauh dari rutinitas sehari-hari. Tapi di sisi lain, aku juga merasa ada semangat yang membara, semangat untuk menghadapi ketidakpastian itu, untuk mencoba sesuatu yang baru.

***

Langit mulai menguning, disinari cahaya senja. Festival musim panas itu telah dimulai. Dari jauh, suara genderang taiko terdengar menggema, dan aroma makanan dari stand-stand kecil mulai memenuhi udara. Setiap langkah yang aku ambil terasa semakin berat, seolah aku sedang berjalan menuju sebuah pintu yang tak pasti, yang mungkin akan mengungkapkan sesuatu yang lebih besar dari apa yang aku bayangkan.

Aku berhenti beberapa kali untuk memeriksa yukata-ku, memastikan semuanya tidak kusut atau mengganggu gerakan. Sandal ini terdengar terlalu keras saat aku berjalan, dan aku merasa sedikit cemas. Aku tidak ingin menarik perhatian yang salah. Tidak ingin terlihat seperti orang yang tidak tahu apa yang dia lakukan. Aku hanya ingin menjadi bagian dari festival itu, menjadi bagian dari momen itu, bersama Sakura.

Akhirnya, setelah beberapa menit berjalan, aku tiba di taman. Suasana festival begitu hidup, orang-orang tertawa, anak-anak berlarian, penjaga stand berteriak menawarkan makanan, dan di antara semua itu, aku melihat dia. Sakura.

Di bawah lentera-lentera kertas yang bergoyang ditiup angin sore, dia berdiri dengan anggun, mengenakan yukata yang sama persis seperti yang digambar di kertas undangan itu. Tanpa banyak gerakan, Sakura tampak begitu alami di sana. Rambutnya disanggul rapi, dan senyumnya tidak lebar, hanya sebuah anggukan pelan. Saat mata kami bertemu, tidak ada kata-kata, hanya tatapan yang penuh makna.

Aku terdiam. Aku tidak tahu harus berkata apa. Tidak ada kata-kata yang cukup untuk menggambarkan perasaan yang mengalir begitu saja dalam diriku. Tetapi anggukan itu, anggukan yang begitu sederhana, terasa lebih dalam dari seribu kata-kata.

Sakura mengangguk pelan sekali lagi. Tanpa berkata apa-apa, dia memberikan senyuman kecil. Itu bukan senyum lebar atau ceria, melainkan senyum yang penuh dengan pengertian. Seolah dia sudah tahu segala hal yang aku rasakan, bahkan tanpa perlu mendengarnya.

Aku merasa seperti ada sesuatu yang tak terucapkan di antara kami, tetapi dalam diam itu, aku tahu satu hal, aku datang. Aku berani datang, meskipun penuh dengan ketidakpastian. Dan itu sudah cukup.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
MANITO
900      657     14     
Romance
Dalam hidup, terkadang kita mempunyai rahasia yang perlu disembunyikan. Akan tetapi, kita juga butuh tempat untuk menampung serta mencurahkan hal itu. Agar, tidak terlalu menjadi beban pikiran. Hidup Libby tidaklah seindah kisah dalam dongeng. Bahkan, banyak beban yang harus dirasakan. Itu menyebabkan dirinya tidak mudah berbagi kisah dengan orang lain. Namun, ia akan berusaha untuk bertahan....
Rumah Tanpa Dede
113      75     1     
Inspirational
Kata teteh, Bapak dan Mama bertengkar karena Dede, padahal Dede cuman bilang: "Kata Bapak, kalau Bi Hesti jadi Mama kedua, biaya pengobatan Dede ditanggung Bi Hesti sampai sembuh, Mah." Esya---penyintas penyakit langka Spina Bifida hanya ingin bisa berjalan tanpa bantuan kruk, tapi ekonomi yang miskin membuat mimpi itu terasa mustahil. Saat harapan berwujud 'Bi Hesti' datang, justru ban...
Wilted Flower
271      202     3     
Romance
Antara luka, salah paham, dan kehilangan yang sunyi, seorang gadis remaja bernama Adhira berjuang memahami arti persahabatan, cinta, dan menerima dirinya yang sebenarnya. Memiliki latar belakang keluarga miskin dengan ayah penjudi menjadikan Adhira berjuang keras untuk pendidikannya. Di sisi lain, pertemuannya dengan Bimantara membawa sesuatu hal yang tidak pernah dia kira terjadi di hidupnya...
That's Why He My Man
710      510     9     
Romance
Jika ada penghargaan untuk perempuan paling sukar didekati, mungkin Arabella bisa saja masuk jajan orang yang patut dinominasikan. Perempuan berumur 27 tahun itu tidak pernah terlihat sedang menjalin asmara dengan laki-laki manapun. Rutinitasnya hanya bangun-bekerja-pulang-tidur. Tidak ada hal istimewa yang bisa ia lakukan di akhir pekan, kecuali rebahan seharian dan terbebas dari beban kerja. ...
I Found Myself
40      36     0     
Romance
Kate Diana Elizabeth memiliki seorang kekasih bernama George Hanry Phoenix. Kate harus terus mengerti apapun kondisi Hanry, harus memahami setiap kekurangan milik Hanry, dengan segala sikap Egois Hanry. Bahkan, Kate merasa Hanry tidak benar-benar mencintai Kate. Apa Kate akan terus mempertahankan Hanry?
Monologue
469      305     1     
Romance
Anka dibuat kesal, hingga nyaris menyesal. Editor genre misteri-thriller dengan pengalaman lebih dari tiga tahun itu, tiba-tiba dipaksa menyunting genre yang paling ia hindari: romance remaja. Bukan hanya genre yang menjijikkan baginya, tapi juga kabar hilangnya editor sebelumnya. Tanpa alasan. Tanpa jejak. Lalu datanglah naskah dari genre menjijikkan itu, dengan nama penulis yang bahkan...
RUANGKASA
41      37     0     
Romance
Hujan mengantarkan ku padanya, seseorang dengan rambut cepak, mata cekung yang disamarkan oleh bingkai kacamata hitam, hidung mancung dengan rona kemerahan, dingin membuatnya berkali-kali memencet hidung menimbulkan rona kemerahan yang manis. Tahi lalat di atas bibir, dengan senyum tipis yang menambah karismanya semakin tajam. "Bisa tidak jadi anak jangan bandel, kalo hujan neduh bukan- ma...
Monday vs Sunday
103      89     0     
Romance
Bagi Nara, hidup itu dinikmati, bukan dilomba-lombakan. Meski sering dibandingkan dengan kakaknya yang nyaris sempurna, dia tetap menjadi dirinya sendiricerewet, ceria, dan ranking terakhir di sekolah. Sementara itu, Rei adalah definisi murid teladan. Selalu duduk di bangku depan, selalu ranking satu, dan selalu tampak tak peduli pada dunia luartermasuk Nara yang duduk beberapa meja di belaka...
Our Perfect Times
812      586     7     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Yang Tertinggal dari Rika
1276      811     9     
Mystery
YANG TERTINGGAL DARI RIKA Dulu, Rika tahu caranya bersuara. Ia tahu bagaimana menyampaikan isi hatinya. Tapi semuanya perlahan pudar sejak kehilangan sosok paling penting dalam hidupnya. Dalam waktu singkat, rumah yang dulu terasa hangat berubah jadi tempat yang membuatnya mengecil, diam, dan terlalu banyak mengalah. Kini, di usianya yang seharusnya menjadi masa pencarian jati diri, Rika ju...