Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hello, Me (30)
MENU
About Us  

Beberapa hari setelah malam itu, mereka datang bersama ke rumah ibunya Nara—untuk menjemput anak laki-laki mereka yang tengah tertidur di atas kasur kecil, dikelilingi mainan dinosaurus dan buku cerita.

Nara berdiri di ambang pintu, memperhatikan Radit yang tengah membungkuk hati-hati, menyampirkan jaket kecil ke tubuh sang anak. Ia melakukannya pelan, seperti sedang menyentuh sesuatu yang rapuh dan berharga.

Tak ada kata-kata besar di antara mereka malam itu. Tidak ada kesepakatan tertulis, tidak pula janji muluk soal masa depan. Tapi langkah kecil itu terasa cukup. Setidaknya untuk hari ini.

Mereka memang belum tinggal serumah lagi. Terlalu banyak luka yang masih dibenahi. Nara pun masih rutin menjalani konseling, mencoba menyelami ulang luka-luka lama yang selama ini dipendam sendiri. Sementara Radit—ia mulai belajar hadir, meski belum sempurna, meski kadang masih kaku dan ragu.

Sidang perceraian yang sebelumnya sudah berjalan sampai setengah jalan, kini tak lagi dibicarakan. Nara telah mencabut gugatannya. Bukan karena rasa sakit itu hilang begitu saja, melainkan karena ia ingin mencoba—meskipun takut, meskipun belum utuh.

Dan Radit… tidak memaksanya untuk lebih cepat dari yang ia mampu.

“Dia makin banyak ngomong, ya?” Radit berkata pelan di dalam mobil, sambil melirik anak mereka yang kini tertidur di kursi belakang.

Nara mengangguk, tersenyum tipis. “Iya. Tadi sempat cerita panjang lebar soal dinosaurus yang bisa terbang tapi nggak punya sayap. Aku nggak ngerti juga, tapi dia kelihatan serius banget.”

Radit tertawa kecil, nadanya ringan, seperti sedang mencicipi rasa lama yang pernah ia rindukan.

“Makanya aku senang kamu datang,” ucap Nara, pelan. “Biar dia tahu, walau kita belum satu rumah… dia nggak pernah sendiri.”

Radit menoleh. Sorot matanya lembut, tapi penuh keraguan yang jujur. “Aku juga masih belajar, Na. Jadi ayah. Jadi... teman buat kamu. Kadang aku masih ngerasa nggak pantas.”

“Kita sama-sama belajar,” balas Nara. “Dan… mungkin itu cukup, untuk sekarang.”

Mobil melaju pelan di bawah cahaya lampu jalan. Di kursi belakang, anak mereka terlelap sambil memeluk boneka kecil.

Malam itu, tak ada akhir yang pasti. Tapi setidaknya, ada satu awal yang baru—meski pelan, meski masih ragu-ragu. Dan kadang, itu lebih dari cukup.

Tidak ada yang benar-benar mudah dari memulai ulang—terutama ketika cinta sudah pernah patah, dan kepercayaan pernah digulung gelombang kecewa. Tapi kadang, justru dari puing yang berserak itulah, dua orang bisa belajar menata ulang bukan hanya hubungan, tapi juga diri sendiri.

Nara tahu, selama ini ia terlalu sering berharap dimengerti tanpa bicara. Ia menunggu Radit membaca pikirannya, menebak lukanya, mengerti isyaratnya yang samar. Dan ketika itu tak terjadi, ia merasa dikhianati oleh harapannya sendiri.

Kini ia belajar—bahwa menjadi pasangan dewasa bukan tentang siapa yang paling kuat menahan, tapi siapa yang berani membuka luka. Ia belajar bahwa berbicara tak berarti lemah. Ia belajar untuk jujur, bahkan ketika itu berarti membiarkan seseorang melihat sisi dirinya yang rapuh.

"Aku pernah terlalu sering diam, berharap kamu tahu aku sedang butuh kamu. Tapi sekarang, aku belajar untuk bilang—'Aku capek, aku butuh bahu'—tanpa merasa bersalah," batin Nara sambil menatap cermin ruang tamu ibunya. "Aku belajar bahwa mencintai juga berarti meminta."

Sementara Radit—di kamarnya yang masih terasa sunyi, ia menatap foto anak mereka yang tertempel di pintu kulkas. Ia menyesal. Bukan hanya karena pergi, tapi karena merasa itu satu-satunya pilihan yang bisa ia ambil saat pikirannya gelap.

"Waktu itu, aku pikir diam itu tanggung jawab. Nggak ngeluh, nggak ngomel, nyari solusi sendiri. Tapi ternyata, yang kamu butuh bukan itu. Kamu cuma pengin aku duduk di sebelahmu, bilang 'kita cari jalan bareng'."

Radit belajar bahwa menjadi dewasa bukan berarti tak pernah takut, tapi tetap tinggal meski ketakutan itu hadir. Ia belajar bahwa hadir itu bukan soal frekuensi, tapi tentang kualitas.

Dan malam-malam itu, saat mereka masing-masing kembali ke rumah berbeda, mereka tahu: kali ini mereka sedang berjalan di arah yang sama—meski belum berdampingan sepenuhnya.

Cinta mereka tak lagi dibangun di atas harapan yang muluk. Tidak ada janji selamanya, tidak ada kalimat manis yang dibumbui bintang jatuh. Tapi ada ruang—untuk belajar, untuk gagal, untuk bangkit, dan untuk mencoba.

Dan kadang, itu cukup.

Karena cinta dewasa tahu bahwa ‘cukup’—jika dijaga bersama—bisa jadi awal dari ‘utuh’.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Time and Tears
245      192     1     
Romance
Rintik, siswi SMA yang terkenal ceria dan berani itu putus dengan pacarnya. Hal berat namun sudah menjadi pilihan terbaik baginya. Ada banyak perpisahan dalam hidup Rintik. Bahkan temannya, Cea harus putus sekolah. Kisah masa remaja di SMA penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Tak disangka pula, pertemuan dengan seorang laki-laki humoris juga menambah bumbu kehidupan masa remajanya. Akankah Ri...
Intertwined Hearts
1004      561     1     
Romance
Selama ini, Nara pikir dirinya sudah baik-baik saja. Nara pikir dirinya sudah berhasil melupakan Zevan setelah setahun ini mereka tak bertemu dan tak berkomunikasi. Lagipula, sampai saat ini, ia masih merasa belum menjadi siapa-siapa dan belum cukup pantas untuk bersama Zevan. Namun, setelah melihat sosok Zevan lagi secara nyata di hadapannya, ia menyadari bahwa ia salah besar. Setelah melalu...
PUZZLE - Mencari Jati Diri Yang Hilang
459      354     0     
Fan Fiction
Dazzle Lee Ghayari Rozh lahir dari keluarga Lee Han yang tuntun untuk menjadi fotokopi sang Kakak Danzel Lee Ghayari yang sempurna di segala sisi. Kehidupannya yang gemerlap ternyata membuatnya terjebak dalam lorong yang paling gelap. Pencarian jati diri nya di mulai setelah ia di nyatakan mengidap gangguan mental. Ingin sembuh dan menyembuhkan mereka yang sama. Demi melanjutkan misinya mencari k...
Manusia Air Mata
973      595     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...
JUST RIGHT
104      89     0     
Romance
"Eh, itu mamah bapak ada di rumah, ada gue di sini, Rano juga nggak kemana-mana. Coba lo... jelasin ke gue satu alasan aja, kenapa lo nggak pernah mau cerita ke seenggaknya salah satu dari kita? Nggak, nggak, bukan tentang mbak di KRL yang nyanggul rambutnya pakai sumpit, atau anak kecil yang lututnya diplester gambar Labubu... tapi cerita tentang lo." Raden bilang gue itu kayak kupu-kupu, p...
FAYENA (Menentukan Takdir)
356      261     2     
Inspirational
Hidupnya tak lagi berharga setelah kepergian orang tua angkatnya. Fayena yang merupakan anak angkat dari Pak Lusman dan Bu Iriyani itu harus mengecap pahitnya takdir dianggap sebagai pembawa sial keluarga. Semenjak Fayena diangkat menjadi anak oleh Pak Lusman lima belas tahun yang lalu, ada saja kejadian sial yang menimpa keluarga itu. Hingga di akhir hidupnya, Pak Lusman meninggal karena menyela...
Kembali ke diri kakak yang dulu
834      635     10     
Fantasy
Naln adalah seorang anak laki-laki yang hidup dalam penderitaan dan penolakan. Sejak kecil, ia dijauhi oleh ibunya sendiri dan penduduk desa karena sebuah retakan hitam di keningnya tanda misterius yang dianggap pertanda keburukan. Hanya sang adik, Lenard, dan sang paman yang memperlakukannya dengan kasih dan kehangatan. Ini menceritakan tentang dua saudara yang hidup di dunia penuh misteri. ...
Menanti Kepulangan
40      36     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Help Me Help You
1705      1007     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Merayakan Apa Adanya
402      289     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.