Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hello, Me (30)
MENU
About Us  

Pagi itu, aku bangun dengan mata sedikit berat tapi hati yang lebih tenang. Masih belum ada jawaban pasti dari doaku semalam, tapi entah kenapa, menuliskan isi pikiranku di jurnal membuat segalanya terasa sedikit lebih tertata. Seperti benang kusut yang mulai bisa diurai pelan-pelan.

Aku duduk di tepi ranjang kos, menatap seragam kerjaku yang tergantung di dinding. Kemeja putih dan rok hitam. Biasa saja. Seperti hari-hariku belakangan ini.

Aku berangkat kerja naik angkot seperti biasa. Sambil memeluk tasku, aku menatap jendela yang berembun. Jalanan yang sama, ritme yang sama, tapi pikiranku seperti melayang ke tempat yang entah di mana. Hari ini akan ada meeting rutin divisi, dan aku sudah tahu apa saja yang harus aku input ke laporan surat masuk-keluar minggu ini.

Pekerjaanku sekarang... bukan yang aku bayangkan akan kulakukan setelah lulus kuliah dulu.

"Masuk aja, Mbak Nara," suara salah satu pegawai pria memanggil ketika aku berdiri di depan ruang TU membawa setumpuk map.

Aku tersenyum sopan, mengangguk, dan masuk. Pekerjaan sebagai admin surat membuatku sering mondar-mandir dari satu ruang ke ruang lain. Menginput, mencatat, mengantar dokumen, menerima disposisi. Semua aku kerjakan dengan rapi dan tepat waktu. Tapi tetap saja, ada sesuatu yang terasa kosong di sela-sela rutinitas itu.

“Kamu kelihatan sering ngelamun, Ra,” celetuk Rina, teman satu angkatan kerja yang duduk di seberangku saat makan siang di pantry.

Aku tersenyum kecil. “Hehe, ya gitu deh. Lagi banyak mikir.”

“Kerjaan baru ya, belum cocok?” tanyanya sambil mengaduk kopi sachet-nya.

Aku menggeleng pelan. “Nggak juga. Cuma... lagi masa transisi aja mungkin. Biasa kan, adaptasi awal.”

Rina mengangguk, lalu tak bertanya lebih jauh. Mungkin karena dia tahu aku memang bukan tipe yang gampang cerita. Aku menghargainya karena itu.

Tapi justru karena pertanyaannya sederhana, aku jadi terdiam lebih lama.

Adaptasi? Iya, mungkin itu alasannya. Tapi bukan cuma pekerjaan.

Aku sedang berusaha menyesuaikan diri... dengan banyak hal dalam hidupku sekarang.

Hari itu berlalu seperti biasa. Tapi saat sore datang dan aku berdiri sendiri menunggu angkot di halte depan kantor, perasaan itu kembali muncul. Rasa ragu yang menusuk. Pertanyaan yang menggantung di udara.

Apakah aku benar-benar siap menikah?

Atau aku hanya takut mengecewakan orang yang mencintaiku?

Malamnya, aku kembali membuka jurnal. Aku menuliskan hal yang sejak tadi siang memenuhi pikiranku:

“Usiaku 25. Tapi kadang rasanya seperti belum benar-benar memulai apa-apa. Aku belum menuntaskan mimpiku. Belum menemukan pekerjaan yang membuatku merasa ‘hidup’. Lalu sekarang, aku akan menikah?”

“Apa ini waktu yang tepat, atau aku hanya terbawa arus?”

Aku menatap tulisan itu lama sekali, seolah berharap tinta yang kugoreskan bisa memberiku jawaban.

Aku tahu Radit mencintaiku. Aku pun mencintainya. Tapi perasaan sayang tak selalu sejalan dengan kesiapan. Dan di kepalaku yang penuh keraguan ini, ada suara lirih yang berbisik: “Belum sekarang. Aku belum selesai jadi diriku sendiri.”

***

Malamnya, aku duduk di depan meja kosanku yang kecil, menatap buku jurnal yang masih terbuka di halaman terakhir. Lampu meja menyinari kertas putih dengan coretan-coretan yang sudah mulai mengabur di sudutnya. Pulpen di tanganku sudah sejak tadi kuputar-putar, tapi belum satu kalimat pun kutulis.

Aku menunduk, menatap lembar kosong itu seperti sedang menunggu petunjuk dari langit.

Tapi yang kudengar hanya detak jam dinding dan dengung samar kipas angin.

Rasanya aneh. Harusnya aku bahagia. Aku dicintai oleh seseorang yang sabar, baik, dan tidak main-main. Aku tidak sedang patah hati. Tidak sedang sendirian. Tapi kenapa hatiku masih terasa... kosong?

Aku menunduk, menuliskan kalimat pelan-pelan.

“Mungkin bukan karena aku tidak mencintainya. Tapi karena aku belum selesai mencintai diriku sendiri.”

Kupandangi tulisan itu lama. Ada sesuatu yang nyeri saat membaca ulang kalimat sendiri.

Aku masih belajar berdamai dengan banyak hal: kegagalan-kegagalanku, rasa minder yang kadang datang tiba-tiba, dan kenyataan bahwa aku belum bisa menjawab satu pertanyaan penting dalam hidup: aku ini mau jadi apa, siapa, ke mana?

Aku menutup jurnal, lalu berdiri menuju kamar mandi. Wudhu. Lalu kembali duduk, mengambil sajadah, aku sholat istikharah. Pelan-pelan. Dengan doa yang masih sering tertukar antara keyakinan dan keraguan.

“Kalau dia memang baik untukku, untuk hidupku nanti, dan untuk langkah-langkahku menuju-Mu... dekatkanlah. Tapi kalau semua ini hanya membuat aku menjauh dari-Mu, jauhkan, sekuat apapun aku menginginkannya…”

Sujud terakhir malam itu terasa lebih lama dari biasanya. Bukan karena aku sudah yakin, tapi karena aku tahu: aku sedang butuh dituntun.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Wabi Sabi
155      107     2     
Fantasy
Seorang Asisten Dewi, shinigami, siluman rubah, dan kucing luar biasa—mereka terjebak dalam wabi sabi; batas dunia orang hidup dan mati. Sebuah batas yang mengajarkan jika keindahan tidak butuh kesempurnaan untuk tumbuh.
Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
2426      1360     0     
Inspirational
Judul ini bukan hanya sekadar kalimat, tapi pelukan hangat yang kamu butuhkan di hari-hari paling berat. "Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari" adalah pengingat lembut bahwa menjadi manusia tidak berarti harus selalu tersenyum, selalu tegar, atau selalu punya jawaban atas segalanya. Ada hari-hari ketika kamu ingin diam saja di sudut kamar, menangis sebentar, atau sekadar mengeluh karena semua teras...
7°49′S 112°0′E: Titik Nol dari Sebuah Awal yang Besar
479      320     0     
Inspirational
Di masa depan ketika umat manusia menjelajah waktu dan ruang, seorang pemuda terbangun di dalam sebuah kapsul ruang-waktu yang terdampar di koordinat 7°49′S 112°0′E, sebuah titik di Bumi yang tampaknya berasal dari Kota Kediri, Indonesia. Tanpa ingatan tentang siapa dirinya, tapi dengan suara dalam sistem kapal bernama "ORIGIN" yang terus membisikkan satu misi: "Temukan alasan kamu dikirim ...
Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
1437      812     0     
Inspirational
Sejak tahun 1998, Bianglala didiagnosa skizofrenia. Saat itu terjadi pada awal ia masuk kuliah. Akibatnya, ia harus minum obat setiap hari yang sering membuatnya mengantuk walaupun tak jarang, ia membuang obat-obatan itu dengan cara-cara yang kreatif. Karena obat-obatan yang tidak diminum, ia sempat beberapa kali masuk RSJ. Di tengah perjuangan Bianglala bergulat dengan skizofrenia, ia berhas...
Metanoia
54      46     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
Ikhlas Berbuah Cinta
1289      863     0     
Inspirational
Nadhira As-Syifah, dengan segala kekurangan membuatnya diberlakukan berbeda di keluarganya sendiri, ayah dan ibunya yang tidak pernah ada di pihaknya, sering 'dipaksa' mengalah demi adiknya Mawar Rainy dalam hal apa saja, hal itu membuat Mawar seolah punya jalan pintas untuk merebut semuanya dari Nadhira. Nadhira sudah senantiasa bersabar, positif thinking dan selalu yakin akan ada hikmah dibal...
Bisikan yang Hilang
72      65     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
My First love Is Dad Dead
56      53     0     
True Story
My First love Is Dad Dead Ketika anak perempuan memasuki usia remaja sekitar usia 13-15 tahun, biasanya orang tua mulai mengkhawatirkan anak-anak mereka yang mulai beranjak dewasa. Terutama anak perempuan, biasanya ayahnya akan lebih khawatir kepada anak perempuan. Dari mulai pergaulan, pertemanan, dan mulai mengenal cinta-cintaan di masa sekolah. Seorang ayah akan lebih protektif menjaga putr...
Sebelah Hati
1096      668     0     
Romance
Sudah bertahun-tahun Kanaya memendam perasaan pada Praja. Sejak masih berseragam biru-putih, hingga kini, yah sudah terlalu lama berkubang dengan penantian yang tak tentu. Kini saat Praja tiba-tiba muncul, membutuhkan bantuan Kanaya, akankah Kanaya kembali membuka hatinya yang sudah babak belur oleh perasaan bertepuk sebelah tangannya pada Praja?
Sweet Punishment
217      144     10     
Mystery
Aku tak menyangka wanita yang ku cintai ternyata seorang wanita yang menganggap ku hanya pria yang di dapatkannya dari taruhan kecil bersama dengan kelima teman wanitanya. Setelah selesai mempermainkan ku, dia minta putus padaku terlebih dahulu. Aku sebenarnya juga sudah muak dengannya, apalagi Selama berpacaran dengan ku ternyata dia masih berhubungan dengan mantannya yaitu Jackson Wilder seo...