Senin siang, di kantin perusahaan.
Sejak hari camping, sikap Jonly terhadap Nafa berubah. Ia tak lagi ketus atau sinis.
“Jon, kamu gak sadar sama kejadian malam itu?” tanya Nafa pelan, sambil menyendokkan nasi ke mulutnya.
“Orang mabuk mana sadar. Emangnya aku ngapain?” Jonly tampak bingung.
“Aku gak tau kamu ngomong apa ke Sitty, tapi dia nampar kamu. Kayaknya kamu ngomong sesuatu yang bikin dia marah atau mungkin....”
Jonly menggaruk kepala. “Aku bener-bener gak inget, Na. Aku tuh selalu blackout kalau mabuk.”
“Kamu harus minta maaf ke Sitty. Tanya baik-baik apa yang terjadi. Dia bantu kamu balik ke tenda dengan susah payah. Setidaknya, bilang terima kasih.”
Jonly mengangguk. “Iya, nanti malam aku temui dia.”
---
Senin sore, di kampus.
“Gimana camping-nya?” tanya Rha dengan mata berbinar.
“Seru banget, Rha! Aku dan dua temanku hampir nyasar di gunung karena kecerobohan aku.”
“Hah? Kok bisa? Ceritain!”
Nafa pun menceritakan kisah air terjun yang tak sengaja mereka temukan hingga akhirnya tersesat.
“Untung aja ada Christian.”
“Siapa dia? Ciee~” goda Rha.
“Temannya kak Titto.” Nafa tersenyum.
“Titto? Titto kribo?”
“Iya.”
“Loh, kok bisa ada mereka? Mereka anak ATM juga?”
“Bukan. Katanya mereka sumpek tiap hari di laut, jadi nyari udara segar ke gunung.”
“Lah? Kak Titto sekarang jadi pelaut?”
“kerjaan nya emang di laut, tapi bukan pelaut., diving guide”
“Wah keren. Sesekali kita bertiga main ke tempat mereka yuk! Aku penasaran pengen nyobain diving.”
“Yang lebih penting, akhirnya seorang Iriantie rela pergi jalan bareng aku, ninggalin restorannya yang rame di akhir pekan.”
“Tenang, aku yang traktir!”
“Duh Iriantie emang paling baik!” Nafa mengangkat dua jempol.
“Gemesss!” Iriantie mencubit pipi Nafa.
Saat itu Emilia datang.
“Em, kamu makin langsing loh sekarang,” puji Iriantie.
Sejak semester dua, Emilia memang rajin diet dan olahraga.
“Oh iya, btw uang aku udah cukup buat buka satu kafe. Tapi aku masih belum nemu lokasi yang cocok,” ujar Iriantie.
“Bagus tuh! Sekalian aja bikin resto bar sekalian,” kata Emilia.
“Gimana kalau kamu buka di resort Jewel Palace?” usul Emilia.
“Jewel Palace? Resort yang lagi viral itu? Gila aja, mana bisa, gak ada koneksi!” ujar Nafa tak percaya.
“Good news. Itu punya keluargaku.”
“Serius?” Rha dan Nafa hampir bersamaan.
“Serius. Bikin aja proposalnya. Nanti aku bantu bicarain ke papa.”
“Wah… aku dikelilingi keluarga sultan!” kata Nafa sambil tertawa.
Keluarga Iriantie memang pengusaha restoran dengan puluhan cabang.
Keluarga Emilia pemilik resort termewah se-Asia Tenggara.
Sementara Nafa?
“Aku cuma karyawan biasa di pabrik makanan kucing.”
Mereka bertiga pun tertawa terbahak-bahak.
Senin malam, di basecamp ATM
“Jon, kenapa kamu ke sini? Malam ini kan nggak ada agenda. Kak Rambli juga lagi pergi mancing,” kata Sitty heran.
“Aku mau bicara sama kamu, Sitty.”
“Lho, ada apa? Duduk dulu.”
“Ini soal malam itu... Maaf ya kalau aku berbuat sesuatu yang nggak pantas, dan terima kasih karena kamu udah bantuin bawa aku ke depan tenda.”
“Kamu sadar sama kejadian malam itu?”
Jonly menggeleng pelan. “Nggak. Coba kamu ceritain semuanya.”
Sitty menarik napas, lalu mulai menjelaskan kejadian malam itu.
“Jon, lain kali kalau kamu ada masalah, kamu bisa kok cerita ke aku. Kita udah kenal dari kecil. Nggak usah sungkan. Lagian, mabuk-mabukan begitu tuh nggak baik. Kalau kamu malu cerita ke teman cowok, aku siap jadi pendengar yang baik.”
“Aku nggak apa-apa.”
“Nggak apa-apa gimana? Kamu itu sampai nangis kayak anak kecil sambil nyebut-nyebut nama Nafa, dan itu udah lima kali tiap kamu mabuk. Tapi malam itu yang paling parah.”
“Aku... terluka, Sitty.”
“Kalau gitu, biar aku bantu obati lukamu. Dengan caraku.”
Beberapa hari kemudian, Sitty mengajak Jonly mendaftar sebagai member di pusat kebugaran.
---
25 hari sejak tantangan 30 hari mencari pacar...
“Aku nyerah. Nggak kuat lanjutin challenge-nya,” kata Sitty sambil selonjoran di ruang santai.
Dia sudah memutuskan ingin fokus mengejar cinta Jonly.
“Iya, aku juga. Dari awal kan aku memang nggak setuju. Kuliah dan kerja udah cukup menyita waktu, mana sempat dalam satu bulan bisa dapet pacar,” sahut Nafa.
Popi ikut nimbrung, duduk sambil memainkan ponselnya.
“Aku mau jujur nih... Sebenarnya, aku lagi kenalan sama cowok dari dating app. Bule Inggris, tajir melintir. Katanya sih masih satu garis keturunan sama Pangeran Charles.”
“Mulai ngaco kamu, Pi...” Nafa geleng-geleng kepala.
“Haha iya becanda. Tapi beneran aku lagi kenalan sama bule Inggris.”
“Udah berapa lama?” tanya Sitty penasaran.
“Sekitar seminggu. Sejak kita pulang dari camping.”
“Hati-hati penipu, Pi,” kata Nafa waspada.
“Tenang aja, Naf. Kalau ada yang aneh, langsung aku blok.”
“Semoga langgeng ya, Pi,” ujar Sitty sambil tersenyum.
“Makasih, Sitty sayang~” Popi menirukan gaya manja.
---
Satu bulan kemudian...
“Rha! Proposal kamu diterima!” seru Emilia dengan wajah sumringah.
Iriantie melongo sejenak, lalu memekik, “Akhirnya! Keinginan aku terwujud!”
“Besok kamu udah bisa mulai dekor dan siapin semua keperluan.”
“Kalau gitu, hari ini aja kita ke resort buat observasi tempat sekalian lihat-lihat. Kapan lagi bisa masuk gratis ke resort terbaik se-Asia Tenggara?” kata Nafa penuh semangat.
“Oh iya, sekalian aku mau kenalin kamu, Naf, ke salah satu kenalan aku yang kerja di sana. Bukan staf resort sih, tapi dia guide gitu.”
Dalam hati, Nafa berharap,
"Semoga itu Christian."