Loading...
Logo TinLit
Read Story - 40 Hari Terakhir
MENU
About Us  

Kendati setengah hati, tetapi Maria tetap berangkat bersama Dion mencari keberadaan Ririn.

Namun, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Mardian, ketika keduanya sampai di alamat yang dituju, alih-alih mendapati sebuah rumah, mereka justru hanya menemukan lahan persawahan, lengkap dengan para warga yang tengah bekerja menanam padi.

“Maaf, Mas, saya lihat kok kebingungan?” Seorang pria tua bercaping mendekat, menanyai mereka yang kebingungan di pinggir jalan. “Apa terjadi sesuatu dengan mobilnya?

Dion dengan bersemangat menjawab, “Tidak, Pak!”

“Lalu, kenapa Mas dan Mbak berhenti di jalanan sepi ini? Panas lho.”

“Kalau tidak salah di sini dulu ada rumahnya Pak Joko ya?”

Pria yang kemudian mengaku Wagiman itu lah kemudian memberi tahu mereka alamat baru Joko. “Dulu dia memang tinggal di sini, Mas, tapi sudah lama sekali pindah. Sejak anaknya menikah, Joko pindah ikut menantunya. Tapi dia masih sering datang ke warung ujung desa, tempat orang-orang biasa main kartu.”

“Oh.” Dion manggut-manggut.

“Kalian kalau mau ketemu Joko bisa langsung ke sana. Dia jarang di rumah. Hanya ..., saran saya, lebih baik langsung ke rumahnya saja. Soalnya, Joko itu orangnya agak bermasalah. Ngapunten lho ini, Mas. Bukannya saya menjelek-jelekkan.”

“Iya, tidak apa, Pak. Kalau begitu saya langsung saja ya? Terima kasih.” Tidak lupa Dion menyalami pria itu, lalu membawa mobilnya pergi ke alamat yang dimaksud.

Jika dulu sewaktu datang bersama Raina keduanya lewat jalan kecil, kini mereka melintasi jalanan utama desa yang lebih lenggang. Hanya saja, lebih sepi. Sebab di desa kecil seperti ini, kebanyakan warganya merupakan petani itulah kenapa tidak ada di rumah saat siang hari.  Akan tetapi, begitu sampai di belokan yang sangat tak asing, Maria berkata, “Ini bukannya jalan ke rumah Raina?”

*_*

“Jadi, Ririn itu Mbak Rindu?”

Di dalam ruang tamu rumah yang sepi –karena anak-anak sedang pergi ke sekolah –Rindu menyambut kedua teman anaknya yang kini justru datang untuk menginterogasi.

Meskipun masih perutnya masih diperban, tetapi kondisi Rindu sudah jauh lebih sehat. Malah, dia sudah bisa menyeduhkan teh tawar untuk kedua tamunya itu. Kalau saja Rindu tahu maksud kedatangan mereka, tentu saja dia tak akan menyambutnya. Sebab bagaimanapun juga, dia telah melupakan semua kenangan masa lalunya.

“Yang sudah terjadi biarlah terjadi. Tidak perlu diingat-ingat lagi.” Setelah cukup lama bungkam, Rindu akhirnya buka suara. Tanpa menatap balik lawan bicaranya.

Maria yang memegang gelas berisi teh hangat di atas meja dengan kedua tangannya, berkata, “Tapi ini nggak adil, Mbak.”

“Adil? Untuk siapa? Bukankah sejak awal memang tidak ada yang adil di sini,” jawab Rindu sinis. “Toh, apa lagi yang mau dicari? Randy punya hidupnya sendiri di sana, jadi tolong biarkan saya dan anak saya menjalani hidup kami dengan tenang.

“Saya tahu kalian berteman dengan Raina, tapi sekali lagi saya minta tolong jangan ikut campur urusan keluarga kami.”

“Mbak Rindu.” Dion yang sejak tadi diam akhirnya menyahut. “Bukan maksud kami ingin mengganggu kehidupan keluarga Mbak. Kami pun paham bahwa ini masalah yang sangat rumit. Kami juga tidak meminta Mbak untuk memberitahu Raina.

“Karena tujuan kami datang ke sini sebenarnya hanya ingin menyampaikan permintaan maaf Randy.” Napas Dion terasa berat, lebih tepatnya sesak. “Dia sangat menyesal karena terlambat mengetahui semuanya.”

Rindu menoleh cepat, matanya terbelalak kaget. “Randy tahu?” Dion dan Maria bergeming, tetapi itu cukup untuk membuat bahu Rindu melorot. “Ya Allah!” ucapnya putus asa. “Bisa saya bicara dengannya?”

*_*

“Halo? Rin? Kamu masih di sana?”

Di dalam bilik telepon Rindu terdiam dengan tubuh gemetaran, sementara suara Randy terus memanggil-manggil namanya di seberang.

Tepat ketika kandungannya menginjak bulan ke empat, Rindu yang sudah ditahan di rumah selama sebulan akhirnya bisa keluar. Saat itu, meskipun telah dinikahkan dengan orang lain, Rindu sebetulnya masih sangat merindukan Randy. Jauh di dalam lubuk hatinya, dia ingin berteriak, memberontak dan mengakui kehamilannya. Namun, begitu kesempatan itu ada, Rindu malah tak punya daya.

Berulang kali potongan ingatan datang menelisik di dalam kepalanya, membuat Rindu hanya bisa menangis, terlebih saat dia mendapati tubuh Randy terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan segala macam kabel dan selang untuk menunjang hidup.

Dia tahu itu Randy.

Sekalipun telah tumbuh dewasa dan terdapat perban di beberapa sisi wajahnya, tetapi Rindu paham betul bahwa pria di hadapannya adalah Randy. Lelaki yang pernah ada di dalam hatinya. Yang telah memberinya salah satu harta paling berharga dalam hidupnya.

Berhati-hati, Rindu menduduki kursi besi di sisi ranjang. Air matanya luruh, banjir tidak tertahankan. Kenapa mereka harus bertemu di saat seperti ini?

“Hai, Ran,” sapanya.

Suara mesin-mesin medis itu membuat Rindu tidak nyaman, seolah-olah garis lurus akan terdengar.

“Aku datang, Ran. Buru-buru dia menyeka air matanya. Lalu, dengan ragu-ragu tangan kurus wanita itu menyentuh tangan Randy, lembut. “Aku minta maaf karena baru datang, tapi ...,” dia menyedot ingus sekaligus tangisnya, “Anakmu sudah besar. Dia cantik sekali.

“Maaf karena aku tidak pernah bilang padamu. Maaf karena kita justru bertemu di saat seperti ini.”

Kepala Rindu tertunduk, dia mempererat genggaman tangannya. “Tapi kamu tidak perlu khawatir, Randy. Anakmu bahagia. Dia pasti akan mengerti.” Isakan Rindu semakin menjadi. “Jadi, aku mohon bangunlah, Ran. Kita harus bicara. Kamu harus memberitahunya.

“Ini semua salahku, Ran. Maafkan aku.”

Klek.

Suara pintu yang dibuka membuat Rindu menoleh. Mardian tak kalah kaget, tetapi dengan cepat menghampiri dan memeluknya. “Rin, kamu datang? Maafkan Ibu ya, Rin.”

Tangis tersedu-sedu Mardian dibalas elusan pada punggung oleh Rindu. Sebagai sesama ibu, Rindu tahu betul perasaan Mardian.

“Maafkan Randy ya, Rin. Dia koma. Anak Ibu –“

“Iya, Bu. Iya.” Rindu yang sudah tak sanggup membiarkan mukanya basah oleh air mata. Lalu, membiarkan Mardian membasahi pakaiannya.

*_*

“Ini semua salah Ibu, Rin.”

Di ruang tunggu, Mardian duduk bersebelahan dengan wanita yang dua puluh tahun lalu pernah dia sakiti itu. Tangannya memegang erat, seolah Rindu akan kabur bila dilepas.

“Ibu berdosa, Rin.”

“Nggak ada yang perlu disalahkan, Bu. Saya paham kok perasaan Ibu. Bu Mardian hanya ingin menyelamatkan anak Ibu.”

“Tapi saya menghancurkan hidup anak orang lain. Saya menghancurkan hidup anaknya Randy. Cucu saya sendiri.”

Rindu tidak menjawab tapi juga tidak membantah. Dan pada saat dia memalingkan muka ke ujung lorong, alangkah kagetnya dia melihat Raina dan Leon berlari ke arahnya. “Nak?”

“Ibu kok di sini?”

Ketiga wanita itu saling terdiam untuk beberapa detik. Suasana seketika berubah aneh. Namun, begitu Mardian berdiri dan bertanya, “Dia anakmu?” Yang dijawab anggukan sangat lemah oleh Rindu, barulah Raina menyadari sekujur tubuhnya mendadak kaku.

“Namanya Raina, Bu.” Rindu menghampiri, menarik tangan Raina mendekat. “Salim, Nak. Ini nenekmu.”

Raina merasakan tenggorokannya baru saja disumpal dengan sesuatu. Dadanya sesak. Perutnya seolah dipelintir oleh entitas tak terlihat. Kemudian, dia mengarahkan pandang ke sekeliling, termasuk Leon yang sedari tadi mengekorinya, juga Dion dan Maria yang baru datang, namun matanya terhenti persis begitu melihat Randy.

Pria itu menangis.

“Maaf, Rain.”

*_*

“NGGAK! NGGAK! NGGAK” Raina menggeleng dan mundur dengan cepat, sebelum tangan Mardian berhasil merengkuhnya. “Ibu, ini bohong, kan? Katakan ini bercanda! Kalian nge-prank aku, kan? Ini nggak lucu tahu.”

“Nggak ada yang bercanda, Anak.”

“BOHONG!” Baru kali itu Raina membentak ibunya. “Ibu jangan bohong! Mana mungkin Randy,” dia berhenti dan lagi-lagi menoleh ke arah Randy. “NGGAK! LO BUKAN BOKAP GUE!”

Melihat Raina berlari pergi, Randy dengan cepat mengejar.

“Raina! Rain! Tunggu, Rain! Aku bisa jelaskan semuanya!”

Tepat di lobi yang penuh lalu lalang manusia, Raina berhenti, berbalik untuk menatap lekat Randy. “Apa lagi yang harus dijelaskan?” Dia seakan tidak peduli lagi pada tatapan keheranan orang lain di sana. Beruntung, Leon sudah berhasil menghampirinya. “Harusnya sejak awal gue curiga! Lo nggak berani nemuin anak lo ....” Tawanya terasa kering. “Dengar ya! Sampai kapanpun gue nggak akan pernah mengakui lo sebagai bokap gue.”

“Raina ....”

“Gue nggak sudi punya bokap kayak lo.” Dia menunjuk muka Randy dengan telunjuknya. Keras. “Dan satu lagi! Jangan pernah berani muncul di depan mata gue lagi. Gue nggak sudi lihat muka lo.”

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Gadis Kopi Hitam
1104      774     7     
Short Story
Kisah ini, bukan sebuah kisah roman yang digemari dikalangan para pemuda. Kisah ini, hanya sebuah kisah sederhana bagaimana pahitnya hidup seseorang gadis yang terus tercebur dari cangkir kopi hitam yang satu ke cangkit kopi hitam lainnya. Kisah ini menyadarkan kita semua, bahwa seberapa tidak bahagianya kalian, ada yang lebih tidak berbahagia. Seberapa kalian harus menjalani hidup, walau pahit, ...
For One More Day
489      343     0     
Short Story
Tentang pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, entah pertemuan itu akan menyembuhkan luka, atau malah memperdalam luka yang telah ada.
FLOW : The life story
90      80     0     
Inspirational
Dalam riuh pikuknya dunia hiduplah seorang gadis bernama Sara. Seorang gadis yang berasal dari keluarga sederhana, pekerja keras dan mandiri, gadis yang memiliki ambisi untuk mencari tujuannya dalam berkehidupan. Namun, dalam perjalanan hidupnya Sara selalu mendapatkan tantangan, masalah dan tekanan yang membuatnya mempertanyakan "Apa itu kebahagiaan ?, di mana itu ketenangan ? dan seperti apa h...
Without End
1338      590     1     
Mystery
Di tahun akhir masa SMA nya, atas ajakan dari sahabat baiknya, ia ikut kencan buta dan bertemu dengan pria tampan dengan perilaku yang sangat sopan. Ia merasa bahwa pria tersebut memiliki sisi lain dan tak bisa tak menjadi tertarik, hingga mengantarkan dirinya sendiri terjebak ke dalam lubang yang ia gali sendiri. Kebahagiaan, ketakutan, perasaan terbelenggu, tercekik, sesak nafas, dan ha...
[END] Ketika Bom Menyulut Cinta (Sudah Terbit)
1306      648     5     
Action
Bagaimana jika seorang karyawan culun tiba-tiba terseret dalam peristiwa besar yang mengubah hidupnya selamanya? Itulah yang dialami Maya. Hari biasa di kantor berubah menjadi mimpi buruk ketika teror bom dan penculikan melanda. Lebih buruk lagi, Maya menjadi tersangka utama dalam pembunuhan yang mengejutkan semua orang. Tanpa seorang pun yang mempercayainya, Maya harus mencari cara membersihka...
Ilona : My Spotted Skin
487      355     3     
Romance
Kecantikan menjadi satu-satunya hal yang bisa Ilona banggakan. Tapi, wajah cantik dan kulit mulusnya hancur karena psoriasis. Penyakit autoimun itu membuat tubuh dan wajahnya dipenuhi sisik putih yang gatal dan menjijikkan. Dalam waktu singkat, hidup Ilona kacau. Karirnya sebagai artis berantakan. Orang-orang yang dia cintai menjauh. Jumlah pembencinya meningkat tajam. Lalu, apa lagi yang h...
LUKA TANPA ASA
8791      2184     11     
Romance
Hana Asuka mengalami kekerasan dan pembulian yang dilakukan oleh ayah serta teman-temannya di sekolah. Memiliki kehidupan baru di Indonesia membuatnya memiliki mimpi yang baru juga disana. Apalagi kini ia memiliki ayah baru dan kakak tiri yang membuatnya semakin bahagia. Namun kehadirannya tidak dianggap oleh Haru Einstein, saudara tirinya. Untuk mewujudkan mimpinya, Hana berusaha beradaptasi di ...
Love Warning
1336      620     3     
Romance
Pacar1/pa·car/ n teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih. Meskipun tercantum dalam KBBI, nyatanya kata itu tidak pernah tertulis di Kamus Besar Bahasa Tasha. Dia tidak tahu kenapa hal itu seperti wajib dimiliki oleh para remaja. But, the more she looks at him, the more she's annoyed every time. Untungnya, dia bukan tipe cewek yang mudah baper alias...
Switch Career, Switch Life
350      294     4     
Inspirational
Kadang kamu harus nyasar dulu, baru bisa menemukan diri sendiri. Therra capek banget berusaha bertahan di tahun ketiganya kerja di dunia Teknik yang bukan pilihannya. Dia pun nekat banting setir ke Digital Marketing, walaupun belum direstui orangtuanya. Perjalanan Therra menemukan dirinya sendiri ternyata penuh lika-liku dan hambatan. Tapi, apakah saat impiannya sudah terwujud ia akan baha...
Wabi Sabi
95      74     2     
Fantasy
Seorang Asisten Dewi, shinigami, siluman rubah, dan kucing luar biasa—mereka terjebak dalam wabi sabi; batas dunia orang hidup dan mati. Sebuah batas yang mengajarkan jika keindahan tidak butuh kesempurnaan untuk tumbuh.