Masalah merambat ke mana-mana. Tidak terhitung jumlah orang yang terlibat baik secara langsung atau tidak. Mina terjebak dengan penculikan yang dilakukan secara tiba-tiba lalu orang yang sedang menanggung beban ini adalah seorang pria bisu.
Pria bisu yang nampak mencurigakan hari itu kini malah membantunya agar dapat bebas dari para penculik. Mina jelas tidak mempercayai semua hal itu dan selalu berspekulasi buruk.
"Mungkin mereka sekongkol, atau jika tidak maka ada sesuatu yang dia butuhkan dariku. Ya, pasti begitu. Tidak mungkin dia benar-benar tulus membantu," pikirnya membenak.
Segala hal menjadi rumit dan jelas semakin tidak wajar. Pemikiran Mina pun semakin liar tak terkendali membuat isi kepalanya penuh dengan hal-hal negatif. Kapan saja dia bisa berubah menjadi orang yang tidak waras.
“Itu tidak mungkin,” kata Mina. Dia tetap menyangkal semua fakta itu.
Tubuh Mina yang gemetar kini meringkuk ke bawah, matanya melotot dengan pupil yang mengecil dan bergetar karena menahan gejolak amarah serta ketakutan yang luar biasa. Suara napasnya bahkan terdengar jadi lebih berat, dia sedang tercekat.
“Jangan sok lemah begitu, Nona Mina. Kami benar-benar nggak akan menyakiti gadis kecil,” tukas si topeng kelinci.
Pria bertopeng serigala dan kucing dalam perjalanan menuju ke ruang penyekapan namun pria bertopeng kelinci sudah muncul di ambang pintu dan menghalangi jalannya.
“Sepertinya ini akan berjalan lancar?” pikir si topeng kucing.
“Aku hanya bicara sebentar dengan gadis itu. Dia bilang orang tuanya sudah meninggal. Padahal masih baik-baik saja bahkan mengangkat telepon kita.”
Pria bertopeng kucing, kelinci dan serigala itu kemudian tertawa bahak-bahak. Mereka tampak menikmati cerita yang dianggap jenaka sehingga tidak sadar bahwa tempat persembunyian mereka telah diterobos paksa oleh sebuah kendaraan berat berupa truk bermuatan batu bata.
Suara hantaman yang terjadi saat bagian depan truk menabrak dinding terdengar sangat keras bahkan jalan di sekitar sampai bergetar kencang. Semua pria bertopeng itu lantas keluar dari ruangan mereka masing-masing guna memastikan apa ada sesuatu yang salah.
“Ada apa ini?”
“Sepertinya bukan gempa.”
Mereka keluar berbondong-bondong menuju ke sumber suara, lantas terkejut dengan truk yang sudah menghancurkan ruangan terbesar mereka yang terletak di bagian samping.
“Saya menang taruhan. Sekarang kembalikan gadis itu.” Suara AI keluar dari ponsel pria bisu yang sekarang berada di samping truk itu.
“Ternyata kau? Aku tidak menyangka akan terjadi seperti ini. Maksudku kau datang sendirian.” Topeng kelinci menyindir bahwa hanya dengan kedatangan satu orang adalah tindakan bodoh.
“Mungkin benar saya yang bodoh karena telah tergesa-gesa tapi ini merupakan kewajiban saya untuk melindunginya dari penjahat seperti kalian semua.” Pria bisu berjalan menghampiri mereka tanpa gentar. “Lagi pula siapa yang bilang saya sendirian?” imbuhnya.
Ada puluhan petugas patroli dan yang umum telah datang dan mengepung balik mereka. Pria bisu itu ternyata membawa sekutu dan kemudian penculikan ini pun berakhir dalam hitungan menit.
Para pria Bertopeng dibuat tak berkutik. Mereka semua sudah jatuh dan Mina sudah ditemukan dalam kondisi selamat.
Pria bisu tersenyum sambil memandang wajah Mina yang mungil. Dia menawarkan uluran tangan agar dia dapat kembali berdiri tapi Mina menolaknya sebab memang tidak bisa mempercayai orang ini meskipun mungkin orang ini tergolong biasa saja.
“Aku sangat berterima kasih padamu, entah aku harus membalas budi dengan apa.”
Pria bisu hanya menggelengkan kepalanya lalu tersenyum.
Selama satu pekan Mina bertahan di dalam gudang. Orang-orang yang telah menculiknya kini sudah ditahan. Meski dibilang aman namun tidak bagi Mina yang merasa riskan bersama pria bisu ini.
“Anda menggunakan nomor telepon kedua orang tua saya? Atau itu hanya kebetulan?” tanya Mina dengan ketus, keningnya berkerut, matanya menatap tajam pada orang itu.
Pria bisu itu sekali lagi menggelengkan kepala lalu menulis beberapa kalimat di atas kertas dengan pena yang dibawanya dari dalam saku.
[Aku rekan kerja ayahmu. Tapi maaf tentang pekerjaanku itu rahasia. Apa dengan ini aku bisa dipercaya?]
“Tentu tidak. Bagaimana saya bisa percaya jika penyelamatku mengatakan ada rahasia yang tidak boleh saya ketahui,” cerocos Mina.
[Kalau begitu biar aku katakan, selama ini aku mengikuti kamu karena ini adalah permintaan ayahmu untuk melindungimu. Itulah kenapa aku tahu ganci kelinci yang terjatuh itu milikmu.]
“Baiklah, saya percaya. Lalu biarkan saya pulang bersama kucing ini,” ucap Mina dengan ekspresi wajah yang datar.
Pria bisu ini tidak mengungkapkan namanya sama sekali melainkan hanya mengaku sebagai rekan kerja ayahnya. Setahu Mina, ayahnya hanya sekadar pekerja kantoran dan terdengar semakin aneh bila ayahnya meminta rekan kerja sendiri untuk melindungi putri sulungnya.
“Yang benar saja, mana mungkin aku percaya.” Meskipun mulut berkata begitu tetapi Mina merasa itu cukup masuk akal.
“Tolong percayalah.” Kali ini pria bisu itu menggunakan suara AI untuk bicara.
“Jika memang benar paman mengikuti saya, apa itu artinya di jendela kamar mandi juga?”
“Saya mana berani melakukan tindakan tidak sopan begitu. Apa kamu salah lihat?”
Mina tidak lagi meresponnya dan bergegas pergi dari tempat ini. Pria bisu itu lekas menghampiri karena takut jika Mina nekat pulang berjalan kaki menuju ke rumah.
“Tunggu! Jarak antara rumahmu dan tempat ini sangat jauh.” Suara AI yang menyebalkan sengaja diatur ke volume tertinggi.
***
Sekembalinya Mina ke rumah, ternyata Lia bersama ibunya telah lama menunggu. Mereka sudah mengetahui ceritanya dari pria bisu itu dan sekarang mereka meminta agar Mina bisa tinggal di rumah Lia untuk sementara waktu ini.
Perangai ibunya sama persis dengan Lia. Mau bagaimana pun mereka ibu dan anak yang bahkan sifat dan gelagat pun sama persis.
Mereka menawarkan kebaikan ini murni karena khawatir karena musibah selalu terjadi pada Mina. Sedangkan Mina sendiri, dia yang menunjukkan ekspresi datar itu menandakan tidak adanya sebuah perasaan khusus akan kebaikan mereka.
Dia tidak peduli.
“Maafkan aku Lia dan bibi. Sejujurnya aku memang ingin sekali berbagi kamar dengan Lia tapi aku hanya ingin sendirian untuk saat ini, dan ada banyak hal yang harus aku lakukan di rumahku.” Dia mengatakan berbagai alasan hanya untuk berbasa-basi saja.
Lia yang mendengarnya justru merasa sedih dan kecewa karena penolakan dari sahabatnya sendiri. Itu terlihat jelas dari gelagat yang canggung juga kedua alis yang hampir menyatu.
“Jadi kamu nggak mau ke rumahku ya? Ya sudah, aku paham kok.”
Tadinya dengan penolakan ini maka mereka akan menyerah maka dengan begitu Mina bisa menikmati waktu kesendiriannya dalam rumah. Namun siapa sangka, Mina memang enggan pergi ke rumah temannya tapi justru itu membuat Lia mengambil keputusan tak terduga.
Lia menginap di rumah Mina.
“Kamu marah?” tanya Lia yang masih bisa tersenyum.
“Nggak kok. Aku nggak marah.” Mina mengulum senyum dengan paksa. “Dibandingkan kamu yang tiba-tiba mau menginap, aku lebih marah karena pria bisu yang sok ikut campur itu,” ujarnya.