Loading...
Logo TinLit
Read Story - Anikala
MENU
About Us  


Senin ini, Banu dan Kala kembali pulang terlambat. Kala sudah memberitahu Dalisha bahwa ia akan pulang terlambat.

Usai pulang sekolah Banu dengan Kala kembali mengulas materi soal tahun lalu olimpiade geografi. Didampingi juga oleh Bu Loli. Jujur saja sebenarnya materi ini terlihat sulit bagi Kala. Sebab, ia sedikit lupa dengan materi kelas sepuluh terlebih ada juga materi kelas dua belas yang sama sekali belum dipelajari.

Sore itu, mereka belajar di ruang kelas. Bu Loli sedang menjelaskan terkait materi penginderaan jauh yaitu materi geografi kelas dua belas. Kala beberapa kali mengelak napas ia juga menopang dagu memerhatikan Bu Loli.

Kala melirik sekilas pada Banu yang duduk tepat di samping nya. Terlihat cowok itu begitu mengerti apa yang dijelaskan Bu Loli. Kadang Kala berpikir 'kenapa Bu Loli memilih nya sebagai patner Banu?' 'Apa tidak salah?' 'Apa Kala memutuskan untuk mengundurkan diri saja ya?'

Semua pikiran akan kecemasan akan hal-hal yang belum tentu terjadi menyeruak ke dalam kepala Kala. Si manusia overthinking berlebih. Kala mengusap-usap wajahnya supaya tetap fokus.

"Fokus Kala... Fokus!"

"Kenapa, Kal?" tanya Banu tiba-tiba sambil memegang bahu Kala.

"Hah?!"

"A-emm.." Kala ingin mengatakan sesuatu tapi, takut Banu merespon berlebih.

"Engga..engga papa," Jawab Kala. Kala memilih untuk bungkam tidak mengatakan tentang pikiran berlebihnya.

Banu tidak memaksa Kala supaya bicara terkait kegundahannya. Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk meminta Kala jujur dengan apa yang sedang ia pikirkan.

"Sampai di sini paham, Banu?Kala?" tanya Bu Loli yang selesai menjelaskan materi.

"Insyallah paham, Bu." Mereka menjawab bersamaan.

"Oke, kalau gitu. Ibu minta kalian coba liat soal nomor 25. Nah coba kalian kerjakan dulu. Ibu mau ke toilet sebentar."

Kala langsung menuruti perintah Bu Loli. Ia menarik napas panjang saat melihat soal hitung-hitungan. Ia sejujurnya masih tidak paham dengan materi yang disampaikan. Banu memperhatikan Kala, ia hanya melihat raut wajah kebingungan pada Kala tanya bertanya. Tiba-tiba Kala menoleh ke arahnya. Pandangan Banu dan Kala bertemu.

Refleks mata Kala membulat sempurna karena terkejut dipandang Banu dalam jarak yyang cukup dekat. Kala menelan ludah beberapa kali menetralkan detak jantung nya. Akhirnya Kala pun mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Soal mana yang belum paham?"

Banu duduk menyamping menghadap Kala ia pun juga mendekatkan bangkunya. Ia menarik soal milik Kala. Dilihat-lihat soal mana yang belum dikerjakan oleh Kala. Beberapa saat kemudian Banu melihat buku catatannya untuk membantu Kala mengejkaan soal olimpiade tahun lalu yang belum ia pahami.

Sedangkan Kala yang tadi fokus menatap Banu, pandangannya teralihkan keluar jendela. Ia sedikit menyipitkan mata. Lantaran ia merasa ada seseorang yang sedang memerhatikan mereka. Nentunya bukan Bu Loli, kan?

"Jadi, yang ini pa ke rumus peta kontur, Kal. Ini sebenernya pelajaran kelas dua belas."

"Ini aku jelasin dulu ya, Kal...."

"............." Banu menjelaskan materi pada Kala. Tapi, cewek itu masih terfokus pada luar jendela.

"Paham, Kal?"

Banu menoleh mendapati Kala yang tidak memperhatikannya. Ia pun merasa gemas. Refleks Banu mencubit pipi kiri Kala.

"A-aa.."

"Sakit Banu..." Kala menepis pelan tangan Banu yang nakal. Seenaknya mencubit pipi.

"Gemas.." jawab Banu.

"Lo, ngeliatin apa sih?"

"Ada abang-abang cilok lewat?" Banu menaikkan sebelah alis. Ia berdiri sebentar melihat keluar.

"Mana ada Banu... Kita kan di lantai dua!"

"Ya kali abangnya terbang jualan cilok," cetus Banu.

"Mana ada," pungkas Kala. Banu kembali mencubit pipi Kala.

"Banu!!" Kala yang sebal membalas mencubit lengan Banu.

"A-argh!"

"Sakit Kala..." Banu mengusap-usap lengannya memperlihatkan wajah yang sangat kesakitan. Ia mendramatisir.

"Argh.."

"Banu, kamu gak apa-apa? Aku kekencengannya nyibut nya?" tanya Kala polos. Kala pun meraih tangan Banu mencoba memeriksa dan mengusap pelan, berharap rasa sakit itu reda.

"Aduh Kala.. Sakit.. Pelan-pelan.." ucap Banu sambil senyum-senyum.

Kala masih tidak menyadari sampai akhirnya ia menoleh ke arah Banu. Mendapati cowok itu sedang tersenyum-senyum tidak jelas.

"Kamu bohongin aku ya!!"

"Ish Banu!!!" Kala merajuk ia memajukan bibir. Banu semakin tertawa melihat tingkah Kala. Tapi Kala menatap Banu dengan bombastis side eyes. Membuat Banu terdiam seketika.

Dari kejauhan Vira menatap sinis pada Kala. Tangan Vira mengepal, dia si Kala yang membuat mood nya berubah dratis usai Banu memutuskan untuk mengundurkan diri dari olimpiade Bahasa. Dan digantikan oleh Janu.

Padahal sudah menghitung hari saja mereka melaksanakan olimpiade. Banu lebih memilih mengikuti olimpiade IPS yang baru pertama kali diiluti oleh sekolahan. Dari Pada mengikuti olimpiade bahasa yang sudah tahun ke empat menjadi juara umum.

Karena hal tersebut Vira menjadi tidak suka dengan Kala. Ia mengeluarkan ponsel untuk membuka kamera untuk memotret Banu dan Kala. Yang saat itu sedang terduduk di taman pada malam hari. Ini bukan kali pertama Vira memotret diam-diam Banu dan Kala. Tapi sudah kesekian kalinya.

Vira membuka galeri ada banyak momen-momen mereka yang terlihat seperti berpacaran. Jujur saja terasa sesak bagi Vira jika harus melihat foto tersebut. Tapi foto-foto itu akan sangat berguna bagi Vira untuk menghancurkan Kala.

Send picture

Send picture

Send picture

 

"Last see.. Kala.."

"Permainan kita mulai." Vira tersenyum sinis.

"Lo ngeliatin si apa, Vir?" Ghani mengedarkan pandangan tapi tidak menemukan siapa-siapa di lorong koridor. Hanya ada Banu dan Kala di dalam kelas.

"Banu," jawab Vira.

"Hah?!" ujar Ghani terkejut.

"A-" Vira menutup kedua mulutnya.

Vira terkejut bukan main ia hampir saja menjatuhkan ponsel yang dipegangnya. Lantaran melihat Ghani di sampingnya dan ia baru menyadari. Buru-buru Vira memasukkan ponselnya ke dalam saku baju.

"E-"

"Emm.."

"Lo, kenapa masih di sini, Vir?" tanya Ghani yang baru saja selesai bimbingan olimpiade ekonomi. Vira menghela napas lega, sebab Ghani tidak memperpanjang dan tidak curiga padanya.

"Itu, gua tadi ambil hp gua. Ketinggalan di kelas." elak Vira. Ghani mendelik.

"Oh, ya udah gua duluan kalo gitu." Ghani pun berjalan meninggal kan Vira begitu saja. Meski sebenarnya ia penasaran mengapa Vira memiliki banyak foto Banu dan Kala yang sedang berduaan.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tanpa Kamu, Aku Bisa Apa?
119      94     0     
Romance
Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan Anne dan Izyan hari itu adalah hal yang terbaik bagi kehidupan mereka berdua. Anne tak pernah menyangka bahwa ia akan bersama dengan seorang manager band indie dan merubah kehidupannya yang selalu menyendiri menjadi penuh warna. Sebuah rumah sederhana milik Anne menjadi saksi tangis dan canda mereka untuk merintis 'Karya Tuhan' hingga sukses mendunia. ...
Lepas SKS
144      126     0     
Inspirational
Kadang, yang buat kita lelah bukan hidup tapi standar orang lain. Julie, beauty & fashion influencer yang selalu tampil flawless, tiba-tiba viral karena video mabuk yang bahkan dia sendiri tidak ingat pernah terjadi. Dalam hitungan jam, hidupnya ambruk: kontrak kerja putus, pacar menghilang, dan yang paling menyakitkan Skor Kredit Sosial (SKS) miliknya anjlok. Dari apartemen mewah ke flat ...
Memories About Him
4128      1777     0     
Romance
"Dia sudah tidak bersamaku, tapi kenangannya masih tersimpan di dalam memoriku" -Nasyila Azzahra --- "Dia adalah wanita terfavoritku yang pernah singgah di dalam hatiku" -Aldy Rifaldan --- -Hubungannya sudah kandas, tapi kenangannya masih berbekas- --- Nasyila Azzahra atau sebut saja Syila, Wanita cantik pindahan dari Bandung yang memikat banyak hati lelaki yang melihatnya. Salah satunya ad...
Strange and Beautiful
4721      1297     4     
Romance
Orang bilang bahwa masa-masa berat penikahan ada di usia 0-5 tahun, tapi Anin menolak mentah-mentah pernyataan itu. “Bukannya pengantin baru identik dengan hal-hal yang berbau manis?” pikirnya. Tapi Anin harus puas menelan perkataannya sendiri. Di usia pernikahannya dengan Hamas yang baru berumur sebulan, Anin sudah dibuat menyesal bukan main karena telah menerima pinangan Hamas. Di...
Aku Benci Hujan
7030      1856     1     
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
Moment
318      273     0     
Romance
Rachel Maureen Jovita cewek bar bar nan ramah,cantik dan apa adanya.Bersahabat dengan cowok famous di sekolahnya adalah keberuntungan tersendiri bagi gadis bar bar sepertinya Dean Edward Devine cowok famous dan pintar.Siapa yang tidak mengenal cowok ramah ini,Bersahabat dengan cewek seperti Rachel merupakan ketidak sengajaan yang membuatnya merasa beruntung dan juga menyesal [Maaf jika ...
Good Guy in Disguise
684      499     4     
Inspirational
It started with an affair.
Let me be cruel
4204      2345     545     
Inspirational
Menjadi people pleaser itu melelahkan terutama saat kau adalah anak sulung. Terbiasa memendam, terbiasa mengalah, dan terlalu sering bilang iya meski hati sebenarnya ingin menolak. Lara Serina Pratama tahu rasanya. Dikenal sebagai anak baik, tapi tak pernah ditanya apakah ia bahagia menjalaninya. Semua sibuk menerima senyumnya, tak ada yang sadar kalau ia mulai kehilangan dirinya sendiri.
Pasal 17: Tentang Kita
120      42     1     
Mystery
Kadang, yang membuat manusia kehilangan arah bukanlah lingkungan, melainkan pertanyaan yang tidak terjawab sebagai alasan bertindak. Dan fase itu dimulai saat memasuki usia remaja, fase penuh pembangkangan menuju kedewasaan. Sama seperti Lian, dalam perjalanannya ia menyadari bahwa jawaban tak selalu datang dari orang lain. Lalu apa yang membuatnya bertahan? Lian, remaja mantan narapidana....
Fragmen Tanpa Titik
42      38     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...