Waktu terasa berjalan lambat bagi Ghani. Ia menyandarkan tubuh ke kursi kemudian, sesekali berganti posisi bertopang dagu menatap ke luar kelas. Bu Rotua masih asik menjelaskan materi keanekaragaman hayati dan makhluk hidup sedangkan siswa siswi di kelas ini sudah merasa bosan.
Ghani mencoba berkonsentrasi kembali memperhatikan Bu Rotua. Namun, samar-samar ia mendengar suara dengkuran seseorang. Ghani yang sedang berusaha memperhatikan Bu Rotua kini, beralih menatap seseorang yang duduk di sampingnya. Seseorang yang sedang asik tertidur pulas sambil sesekali mengusap air liur yang keluar dari sudut bibirnya.
Seseorang itu adalah Raden Banusastra Kenzie yang biasa di panggil Banu. Dia laki-laki pemalas yang menjadi teman sebangku Banu setelah beberapa minggu lalu, wali kelas mengubah posisi tempat duduk dengan cara mengambil kertas yang telah digulung yang berisi beberapa nama siswa siswi.
Suasana kelas yang hening saat itu, membuat suara dengkuran dari Banu semakin terdengar. Bu Rotua yang sedang asik menjelaskan tiba-tiba berhenti menjelaskan dan menatap ke arah sumber suara dengkuran tersebut menatap tajam ke arah Banu. Dengan sigap Ghani berusaha membangunkan Banu yang masih asik tertidur.
"Banu... nu...Bangun.." ucap Ghani mengoyang-goyangkan badan serta lengan Banu, namun tidak ada hasil. Banu tetap tertidur pulas.
"Nu.. bangun.. Bu Rotua mengeliatin lu."
"Bujug! KEBO BENER INI ANAK!"
PLAK!
Ghani yang kesal lantaran Banu yang tidak kunjung bangun menampar pipi Banu.
"Anjir! Sakit bangsa-"
PLETAK
Suara pengaris yang dihentakan ke meja guru mengangetkan Banu serta siswa siswi yang mulai tidak bisa berkonsentarsi.
RADEN BANUSASTRA KENZIE!!!
"Tamat riwayat lu, Ban..." ujar Ghani.
Yang disebut namanya langsung terbangun dari tidurnya mengangkat kepala dengan wajah kucel menatap lurus Bu Rotua yang sudah kesal akibat ulahnya.
"Banu! Coba jelaskan apa itu gulma," ucap Bu Rotua dengan nada kesal menujuk ke arah Banu.Sementara yang ditunjuk kebingungan.
" Kal, gulma apaan?" Banu menyikut lengan Ghani.
"Gulma itu tanaman yang kehadiranya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa di capai oleh tanaman produksi," bisik Ghani pada Banu
"Hah?" Ghani berdecak kesal.
"TANAMAN YANG KEHADIRANYA TIDAK DIINGINKAN PADA LAHAN PERTANIAN KARENA MENURUNKAN HASIL YANG BISA DI CAPAI OLEH TANAMAN PRODUKSI."
"Andra kamu dengar pertanyaan saya?" ucap Bu Rotua yang mulai kesal, karena Banu yang tidak kunjung menjawab.
" Oh.. ee.. Itu bu-" ucap Banu sambil mengaruk tengkuknya yang tidak gatal.
" Apa?!" tanya Bu Rotua.
" Gulma itu tanaman pelakor bu, kaya bunda saya," ucap Banu polos.
Seketika kelas yang hening tiba-tiba mendadak menjadi gaduh, setelah Banu menyelesaikan kalimatnya.
Ghani yang merupakan teman sebangku Banu kenepuk keningnya pasrah sebembari bermonolog dalam hati 'Goblok dipelihara Ban... Ban..'
"Kamu ini ya! Sudah tidur pada jam pelajaran saya sekarang jawabannya ngaco. Cepat kamu keluar cuci mukamu dan setelah itu kembali dan berdiri di luar kelas!" ucap Bu Rotua, sambil berkacak pinggang dengan wajah kesal.
"Aduh bu jangan dong bu. Saya tau kok jawabannya. Jawabannya Gulma adalah tanaman yang kehadiranya tidak diinginkan pada lahan pertanian. Sama kaya pelakor kehadirannya juga tidak diinginkan. Iyakan bu ?" ucap Banu dengan percaya diri sambil mengangkat kedua alisnya.
Ghani menatap Banu tidak percaya. Sementara Bu Rotua hanya terkekeh mendengar penjelasan dari Banu.
Tapi Bu Rotua yang sudah kesal dengan Banu tetap mengeluarkannya dari kelas. Guru Biologi itu pun menghampiri Banu dan melayangkan jeweran pada telinga kanan Banu. Yang pasti terasa sakit, ngilu dan panas.
"KELUAR KAMU DARI KELAS!"
***
Dengan telinga yang terasa panas sekaligus pengingat serta perasaan malu diperhatikan teman sekelasnya Banu melangkah keluar kelas. Ia berdiri di depan kelas dengan suasana koridor yang sangat sepi. Karena masih dalam jam pelajaran. Di depan kelas Banu bersandar merutuki kebodohannya.
Sekarang ia hanya bisa pasrah jika nanti selepas pulang sekolah mendapat hukuman. Karena salah satu guru mengadu atas sikapnya pada Bunda nya. Bagi Banu, di sekolah seperti hidup dipenjara karena setiap perilaku dan sikapnya selalu menjadi bahan yang sangat mengiurkan para guru untuk membicarakannya dan mengadukan nya pada orang tua nya.
Namun bukan Banu namanya. Jika ia akan tetap berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Ya, sekarang ia sedang mendengarkan lagu favorit nya Usai dari Tiara Andini. Dengan earphone yang menyumbat telinganya. Dan kedua tangan menjentikkan kan jari semakin asik dibuat nya.
Banu melangkah menuju toilet sesuai perintah Bu Rotua agar ia membasuh wajah supaya tidak merasakan kantuk. Dalam perjalanan Banu sekilas melihat Kala. Buru-buru ia membelokkan langkah kakinya menghampiri Kala yang saat itu terlihat kerepotan oleh bucket pembatas bola.
Banu berlari kecil menghampiri Kala. Saat itu suasana lapangan sudah sepi tidak terlihat teman-teman Kala atau pun guru olahraga.
"Mau dibantuin?" tutur Banu.
Kala yang terkejut dengan kedatangan Banu menjatuhkan beberapa bucket yang sudah ia ambil.
"Ya ampun sampe gugup gitu.. Saking terpesona nya sama gua," ujar Banu dengan kepedean tingkat dewa.
Kala mengerutkan kening mengangkat sebelah alis. "Engga usah, makasih. Aku bisa sendiri."
"Asal ditawarin bantuan. Selalu bilang gua bisa sendiri."
"Jangan sungkan untuk minta bantuan kalau emang lo butuh bantuan. Manusia itu makhluk sosial, jadi harus saling membantu," cetus Banu yang lantas memungut bucket yang berserakan di lantai lapangan. Sementara itu, Kala dibuat terdiam.
"Lagi kenapa lo yang mungut ini semua? Apa lo lagi dihukum?" tanya Banu penasaran.Kala menggeleng kan kepala.
"Terus?" Banu mengangkat sebelah alis terheran-heran.
"Gak tau. Pak Nanda kayaknya suka banget nyuruh-nyuruh aku buat beresin semua peralatan yang udah dia pake."
Banu mengerutkan bibir. "Aneh banget doi. Kan ada anak cowok, kenapa harus lo coba?"
Kala memilih tidak menjawab. Hanya mengangkat kedua bahu. Banu memilih tidak melanjutkan pertanyaannya. Yang jelas hari ini ia tidak tahu menyebut hari kesialannya atau keberuntungannya. Sebab ia bisa melihat Kala dari jarak yang sedekat ini lagi. Sebelumnya ia hanya bisa melihat Kala dari kejauhan sebab Kala layaknya pluto. Ia terlalu jauh, dingin dan sulit tergapai. Karena sikap nya yang introver membuat Banu sulit untuk mengenalnya.
"Ini taro di sini semua, Kal?"
"Iya, kata Pak Nanda tadi."
Banu menaruh beberapa bucket bola basejt ke dalam ruangan yang berada di sisi lapangan. Tempat peralatan olahraga berada. Selepas itu mereka pun duduk di pinggir lapangan.
"Makasih udah bantuin," kata Kala menampakkan senyuman dihadapan Banu.
Senyuman yang tanpa Kala sadari menjadi efek candu seperti menggunakan narkoba bagi Banu. Karena, senyuman Kala begitu manis membuat Banu semakin dibuat meleleh layaknya seperti lilin. Banu tidak ingin senyuman itu pudar.