"Kamu tuh gak pernah ada usaha Kal!"
"Udah Bunda biayain les supaya kamu bisa kaya kakak kamu. Tapi hasil nya, Nol! Liat kakak kamu. Harus nya bisa jadi contoh!"
"STOP BUNDA!"
"STOP BANDING-BANDINGIN KALA!"
"KALA CAPEK BUNDA BANDINGIN KALA SAMA BANG AKSA!"
"BUNDA GAK PERNAH BISA NGERTIIN KALA!" Kala berteriak dengan nada bergetar.
PLAK
"KALA, BISA-BISANYA KAMU TERIAK SAMA BUNDA. INII BUNDA KAMU!!" Aksa tiba-tiba datang menampar Kala dan memeluk Dalisha. Seraya mengusap pundak sang Bundar supaya merasa tenang.
Sedangkan Kala memegang pipi kanannya yang mendapat tamparan dari Aksa. Terasa panas, Kala sebisa mungkin untuk menahan air matanya dihadapan Aksa. Ia tidak ingin terlihat lemah.
"SIAPA YANG NGAJARIN KAMU JADI ANAK KURANG AJAR, KASAR AGAK SOPAN HAH?!" Kini Aksa yang meriaki Kala. Dada Kala terasa sesak, sampai di rumah niat hati ingin menyenangkan diri malah sebaliknya.
"BUNDA SAMA ABANG!"
PLAK
"MULUT LO!!"
Aksa menarik Kala penuh emosi. Ia membawa Kala menuju kamar tamu. Mendorong tubuh Kala hingga jatuh ke lantai. Kala dibuat ringgis.
"BUNDA SEKOLAHIN LO BUKAN BUAT PINTER DOANG! TAPI JUGA BUAT ATTITUDE!"
"LO BENTAK-BENTAK BUNDA, ATTITUDE LO, NOL!!"
"GUA KURUNG LO SAMPE BESOK... BIAR LO BELAJAR NYEKOLAHIN MULUT LO ITU!!"
Amarah Aksa sudah tidak terbendung. Ia sangat kesal dengan sikap Kala. Ia yang melihat ponsel Kala di kantau langsung mengambilnya. Sebab dalam benak Aksa, mungkin saja ada seseorang yang berpengaruh atas sikap Kala. Oleh sebab itu, Aksa harus memeriksa ponsel Kala.
"Abang!! Ponsel Kala!"
"Jangan ambil.."
"HP INI GUA SITA! BIAR LO RENUNGIN KESALAHAN LO!"
BRAK
Aksa menutup pintu dengan kasar. Sementara Kala memilih untuk duduk memeluk lututnya dan menangis sejadi-jadi nya.
Ia lelah terus berjuang, tapi gak pernah dihargai.
Ia lelah harus jadi anak yang dituntut harapan orang tua
Ia lelah tidak pernah mendapat dukungan
Dan ia lelah harus bersaing dengan saudaranya sendiri
Semesta Kala capek. Boleh kah Kala tidur selamanya sekarang?
***
Kala terbangun dari tidur nya. Ia tanpa sadar tertidur usai menangis, ia tidur di bawah lantai yang dingin.
Perut Kala terasa sangat lapar karena sejak pulang dari sekolah ia belum makan sama sekali. Malah ia hanya makan omelan dari abang nya. Sungguh menyedihkan.
Perlahan Kala bangun berjalan ke arah kamar mandi yang terdapat di kamar. Ia meminum air keran sebab tenggorakan nya sudah sangat kering.Mau pergi keluar percuma, pintu masih terkunci. Setelah itu ia mencuci wajahnya dengan air keran. Memperhatikan wajahnya yang sembab selepas menangis.
Dirasa sudah cukup, Kala keluar dari toilet. Ia pun duduk di atas ranjang sambil sesekali menyeka wajahnya yang masih basah. Memperhatikan jam dinding di kamar yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Kala menarik naps kemudian mengembuskan nya.
Berjalan ke arah jendela, membuka sedikit tirai jendela. Kala memperhatikan jendela yang berada di kamar tamu. Ia baru menyadari jika jendela di ruang tamu ini tidak memiliki tralis besi tidak ada pengaman sama sekali. Dengan inisiatifnya Kala membuka jendela supaya ia bisa keluar.
Dengan susah payah Kala mencoba membuka jendela yang sedikit keras, mungkin lama tidak dibuka. Sesudah jendela terbuka Kala langsung mengangkat kaki kanan terlebih dahuku untuk keluar dan menyingkirkan beberapa pot bunga kecil dari bawah jendela. Sehabis pot-pot itu tersingkir ia pun dengan leluasa untuk keluar dari kamar.
Kini ia bebas. Ia pun melangkahkan kaki berniat untuk membeli makan diluar. Karena tidak mungkin ia mengetuk pintu rumah dan meminta makan pada orang rumah, kan?
Dengan sangat hati-hati Kala membuka pintu pagar yang kebetulan tidak dikunci sebab Hendra—ayah nya biasa pulang malam karena tuntutan pekerjaan. Dan lingkungan rumah Kala bukan yang termasuk rawan banyak maling. Jadi, pagar rumah jarang dikunci.
Suasana sekitaran rumah Kala sudah sepi wajar jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Kala berjalan perlahan menuju depan kompleks. Yang seingat Kala ada tukang nasi goreng biasa berjualan di sana. Dengan rasa semangat.
Udara malam yang dingin menerpa tubuh mungil Kala. Membuat sang empunya harus mengeratkan jaket hoodie cokelat yang sedang ia kenakan. Kala berjalan semakin cepat. Ia takut jika hujan turun.
"KALA..."
Tiba-tiba suara seseorang memanggil namanya. Kala terpaku. Ia mengedipkan mata berkali-kali memastikan apakah dia sedang halusinasi atau tidak.
TIN..
KALA..
Seseorang mengenakan jaket denim dengan motor matik putih sudah berada di sampingnya.
"Kal?"
Kala tersentak ketika seseorang tersebut menyentuh bahunya.
"Banu?" Yang dipanggil hanya tersenyum sambil memperlihatkan barisan giginya yang rapi.
"Lo, ngapain malem-malem jalan sendirian di tengah malam hm?"
"E—" Kala memainkan kuku jarinya entah mengapa ia menjadi gugup.
"Em.. Itu—"
"Aku laper makan beli nasi goreng.."
"Ooh.."
"Eh, itu—" Banu memicingkan mata saat melihat mata Kala yang sembab.
"Mata lo kenapa?"
"Eh—" Refleks Kala melangkah mundur dan sebelah tanganya menutupi mata.
"Itu—"
"Tadi kemasukan debu." elak Kala. Tidak ingin Banu mengetahui biduk permasalah nya.
Banu mengangguk paham. Dia juga tidak ingin mencampuri urusan lebih jauh permasalahan Kala. Meskipun Banu tau cewek itu sedang tidak baik-baik saja.
"Ya udah bareng yuk ke depannya. Kebetulan gua mau beli nasi goreng juga."
"Eh.. Engga usah. Aku jalan aja."
"Kenapa harus jalan kalau misalnya tempat yang dituju sama?" Kala terkekeh kecil dibuatnya.
"Ayo!" ajak Banu yang searitadi sudah sangat lapar.
Kala menurut. Sebab tubuhnya juga sebenarnya sudah lemas dan dehidrasi sejak siang tidak makan. Ia pun duduk di bangku jok belakang.
"Oke.. Are you ready?!"
"Kita meluncur!" Banu melajukan motor dengan semangat.
Tidak butuh waktu lama akhirnya mereka pun sampai di warung nasi goreng. Banu pun langsung memesan dua nasi goreng dan teh hangat. Sedangkan Kala mencari banhku yang masih tersedia. Usai memesan Banu pun menghampiri Kala. Duduk di sampingnya yang rasanya masih agak canggung dengan kehadiran Banu. Banu bisa memahami itu karena Kala tergolong cewek introver yang tidak mudah akrab dengan orang baru.