Dalisha baru saja membuat kue coklat. Ia menempatkan pada toples plastik berbentuk bulat. Dan beberapa keripik pisang. Dalisha sengaja membuat beberapa kue dan keripik pisang.
"Kala, sini sayang," ujar Dalisha—bunda Kala ketika melihat Kala baru saja pulang dari sekolah.
"Iya ma, kenapa?" tanya Kala, sembari meraih tangan Dalisha untuk menciumnya.
"Tolong antar ini ke rumah sebelah ya, Kal."
"Rumah sebelah? Bukannya rumah itu jarang di tempati,ma?"
"Sekarang udah ada yang tempati. Kata Tante Zara sih, anaknya," pungkas Dasliha yang sudah selesai mengikat pita pada toples kue kering dan keripik pisang yang hendak ia berikan kepada tetangga baru.
"Anak?" ucap Kala bertanya-tanya.
"Iya. Katanya juga anaknya seumuran sama kamu. Udah gih sana, tolong anterin kue mama ke sana. Biar sekalian kamu kenalan sama anaknya siapa tau anaknya ganteng."
"Dih, mama."
"Dia tinggal sendirian dong?"
"Ya enggak dong. Om... Aduh mama lupa siapa namanya.. pokoknya om sebelah rumah itu juga tinggal di sana cuma ya, jarang pulang." Kala hanya mengangguk kan kepalanya.
"Udah sana cepat anter kuenya. Siapa tau mereka suka. Dan terus pesan kue buatan mama!" Dalisha pun langsung memberikan bungkus an berisi kue dan keripik pisang pada Kala.
***
Kala sudah sampai di depan pagar rumah tetangganya itu. Ia hanya menatap tanpa sedikitpun hendak melakukan pergerakan entah itu mengucapkan permisi atau memencet bel.
Banyak pikiran overthingking yang ada di kepala Kala. Entah itu, tentang apa yang harus ia ucapkan ketika seseorang itu membuka pintu gerbang, pandangan anak itu yang melihat Kala dengan penampilan lusuh sehabis pulang sekolah dengan menaiki angkutan umum yang mungkin terlihat seperti seorang gelandangan atau kemungkinan terbesar nya adalah anak itu—seseorang yang Kala kenal dan satu sekolah dengannya!
Kala mengigit bibirnya, ia mengelangkan kepala berkali-kali.
"Engga... Engga Kala! Stop overthingking!" Memukul-mukul pelan kepalanya.
"Oke... Oke... Tarik napas buang... Tarik napas... Buang..."
Kala meletakkan kue tersebut di atas jalan. Ia merogoh saku baju. Mencari kertas memo yang biasa ia bawa dan mencari pulpen pada saku roknya. Ketika sudah mendapati apa yang ia cari sejenak Kala berpikir dengan mengetukkan pulpen di kepala.
Hai, salam kenal!
Ini ada sedikit titipan dari mama buat kamu. Yang kata mama, kamu baru pindah rumah. Maaf aku taro di depan pintu rumah kamu. Semoga kamu suka ya. Oh iya, salam kenal dari tetangga sebelah pagar rumah putih tembok krem.
Tertanda
K
Usai menuliskan surat tersebut Kala menyelipkan pada pita toples kue. Lalu, perlahan dengan harap-harap cemas ia memencet bel yang berada dipagar. Dalam benak Kala semoga saja sang pemilik rumah tidak mendengar bel dan semoga saja pagar tidak terkunci. Agar rencananya untuk meletakkan kue pemberian sang mama tanpa bertemu pemilik rumah berjalan dengan lancar.
Satu detik dua detik tiga detik sampai lima menit. Tidak ada tanda-tanda jika seseorang akan keluar bahkan sampai Kala memencet bel sampai tiga Kali.
"Yes.." ujar Kala.
Seperti yang Kala inginkan. Berharap seseorang di dalam sana tidak mendengar bunyi bel rumah atau mungkin ia sedang malas untuk keluar dari rumah. Perlahan Kala membuka pintu gerbang yang kebetulan sedang tidak dikunci. Dengan sangat hati-hati Kala menginjak pekarangan rumah tetangga samping rumah nya itu. Hingga sampai di teras rumah terdapat dua buah kursi putih dan satu meja. Kala pun memutuskan untuk meletakkan kue tersebut di atas meja yang sudah dipastikan jika pintu itu terbuka orang di dalam rumah itu langsung tertuju pada bungkus kue. Dikarenakan letak meja yang tepat di depan pintu.
Usai mengantar kue. Buru-buru Kala pergi takut pemilik rumah segera datang dan membukakan pintu untuknya.
***
Baru saja Reandra atau panggilan akrabnya Andra merebahkan tubuh di atas kasur untuk tidur. Setelah lelah beraktivitas, terdengar suara bel rumah nya yang berbunyi sebanyak tiga kali. Andra masih mengumpulkan niat untuk bangkit dari kasur. Rasanya tempat tidurnya sedang sangat rindu dengannya sampai-sampai Andra ingin bangun saja terasa berat. Andra memejamkan mata sebentar menarik napas lalu menghembuskan dengan kasar. Ia segera bangun dari tempat tidur. Takut-takut Ayahnya yang membunyikan bel rumah karena lupa membawa kunci rumah.
Bergegas, namun hati-hati Andra melangkahkan kaki turun dari lantai dua. Ketika ingin membuka pintu, Andra mengintip terlebih dahulu dari balik jendela. Menyibak gorden dengan pelan memastikan apakah benar Ayahnya atau bukan. Dahi Andra berkerut saat melihat seorang gadis keluar dari rumahnya dan hendak menutup pagar rumah. Andra tidak dapat melihat dengan jelas siapa gadis itu dikarenakan ia mengenakan masker. Cepat-cepat Andra memutar kunci agar pintu rumah terbuka. Andra sedikit berlari hendak melihat gadis itu, namun sangat disayangkan ketika sudah sampai dipagar rumah dan melihat sekitar Andra tidak mendapati gadis itu. Ia sudah hilang entah kemana.
Andra bertanya-tanya siapakah gadis itu?
Dengan perasaan kecewa dan tanda tanya besar. Andra memutuskan kembali masuk ke dalam rumah. Belum sempat Andra membuka pintu rumah pandangan nya teralihkan pada sebuah bungkusan yang diletakkan di atas meja teras rumah. Bungkusan berwarna hitam dengan pita berwarna putih. Andra pun duduk hendak membuka bungkusan tersebut karena penasaran. Ia membuka pita dan terlihat lah sebuah kue dan keripik pisang, sebuah kebetulan Andra sedang sangat lapas karena sejak di sekolah ia tidak sempat makan. Diambilnya toples kue dan saat itu terjatuh sebuah kertas notes berwarna pink. Andra meletakkan toples kue di atas meja. Lagi-lagi ia dibuat bingung tiba-tiba ada sebuah kertas?
Hai, salam kenal!
Ini ada sedikit titipan dari mama buat kamu. Yang kata mama, kamu baru pindah rumah. Maaf aku taro di depan pintu rumah kamu. Semoga kamu suka ya. Oh iya, salam kenal dari tetangga sebelah pagar rumah putih tembok krem.
Tertanda
K
Usai membaca surat tersebut Andra terdiam sejenak dan kemudian tersenyum sambil memakan kue coklat.