Loading...
Logo TinLit
Read Story - May I be Happy?
MENU
About Us  

Mamanya Maya sudah menghidangkan makanan untuk dimakan oleh Bram, mama sangat antusias jika ada teman Abang Permana kesini. Apalagi Maya yang sebelumnya tidak pernah membawa teman ke rumah, sekarang tiba-tiba datang tentu saja mamanya sangat amat senang. 

"Loh mama, kok piringnya dua ? " Maya kebingungan kenapa mamanya memberikan Bram dua piring spaghetti. 

"Iya sama kamu juga dong," mamanya mengangguk.

"Kan tadi aku udah makan mama sayang," Maya tersenyum simpul. 

"Nggak apa, makan lagi. Biar Bram ada teman buat makan Maya," suruh mamanya. 

"Hmm yaudah iya," Maya menghela nafas. 

"Makasih banyak ya tante, ini banyak banget. Maaf ngerepotin," Bram berterimakasih kepada mama Maya. 

"Sama - sama, enggak ngerepotin nak. Yaudah dimakan ya bareng sama Maya, tante balik ke kamar lagi. Dadah," mamanya beranjak dari kursi lalu melambaikan tangan ke arah mereka berdua. 

"Iya tante dadah!" Bram tersenyum sambil melambaikan tangan. Dia senang direspon oleh orang tua Maya, tetapi tidak menyangka juga kalau akan seantusias itu. 

"Mama lo emang orangnya kayak gitu May?" tanya Bram kepada Maya ketika mamanya sudah kembali ke kamar. 

"Iya, sama temen-temen Abang gue juga gitu. Tapi maaf mungkin mama gue heboh banget ke lo, soalnya selama ini di Lamongan gue nggak pernah ngajak teman gue ke rumah. Jadi dia senang banget tiba-tiba lo dateng," Maya menjelaskan kepada Bram. Dia tidak ingin Bram salah paham akan hal apapun. 

"Kenapa lo nggak pernah bawa temen kerumah? Jadi selama beberapa bulan disini selama sekolah lo nggak pernah nongkrong sama sekali?" Bram keheranan. Kenapa ada seseorang yang sangat amat betah hanya sering menghabiskan waktu di rumah. 

"Ya nggak tahu, nggak ada yang main juga. Ya pernah nongkrong tapi sendirian doang ke caffe gitu," jawab Maya sambil melahap makanannya. 

"Motoran sendiri? Apa dianter?" tanya Bram penasaran. Karena ketika dia memperhatikan Maya disekolah, Maya selalu diantar jemput oleh orang tuanya. Dia tidak pernah melihat Maya mengendarai motor sendiri. 

"Gue naik ojek online. Gue belum bisa naik motor Bram," ujar Maya terus terang. Tidak menutupi apapun. 

"Ohh gituuu.. lo introvert parah ya May ternyata," Bram mengangguk mengerti. 

"Iyaa gitu deh," Maya hanya terkekeh. 

Tanpa disadari, lama kelamaan Maya sangat nyaman berbicara dengan Bram. Jadi lumayan lama mereka berbincang sambil makan bersama di ruang tamu. 

********

Meskipun sedang datang bulan, tidak menghalangi Maya untuk berangkat ke sekolah lagipula dia sudah mengenakan pembalut yang aman dan nyaman. Jadi dia berangkat ke sekolah sekalian untuk mengumpulkan tugas yang dia kerjakan kemarin sore. 

"MAYAAA!!" teriak Novi ketika Maya baru saja masuk ke dalam kelas. Menyambut kedatangan Maya dengan antusias. 

"Istighfar Nov! Kenceng banget suara lo," ujar Maya sambil melotot. Dia pun langsung segera duduk dibangkunya.

Dengan cepat, Novi langsung mendekatkan kursi di samping Maya. Dia penasaran dengan cerita Maya sebenarnya, bagaimana dia bisa dengan tiba-tiba dekat dengan Bram. Padahal selama beberapa bulan ini tingkah Maya di kelas hanya diam, diam dan diam. 

"May!" panggil Novi sekali lagi. 

"Iya kenapa Nov?" Maya benar-benar sabar sekali menghadapi temannya yang sangat heboh ini jika ada sesuatu hal yang mendadak terjadi. 

"Kemarin gue kan nongkrong sama anak-anak kelas, terus gue dikasih tahu kalo sebenernya Bram tuh ikut. Tapi tiba-tiba enggak loh? Bram lagi sama lo ya?" Novi menerka - menerka. 

"Ohh lo kemarin ikut nongkrong," Maya mengangguk. Dia sengaja tidak merespon pertanyaan Novi mengenai Bram, berusaha mengalihkan pembicaraan. 

"Ihh lo ngalihin pembicaraan! Nggak asik deh," Novi menggerutu kesal. 

"Wkwk.. iya pertanyaan apa yang mau dibales Novi sayang," Maya terkekeh. 

"Ya itu masalah Bram," ujar Novi. 

"Hmm.. iyaa kemarin malem tiba-tiba dia ke rumah gue lagi. Bingung deh gue," Maya menceritakannya kepada Novi. 

"Hahh? Serius Bram ke rumah lo lagi? Ngapain dia malem-malem?" Novi penasaran. Mereka sedikit memelankan suara ketika bicara mengenai Bram, karena takut cewek-cewek lain akan mendengarnya dan berfikiran yang tidak-tidak padahal belum tahu kepastiannya. 

"Iya ke rumah gue, bawain camilan banyak banget soalnya tahu kalo gue lagi haid. Terus dia tuh maunya langsung pulang, ehh dicegah sama mama gue!" Maya melanjutkan cerita tersebut. 

"Kenapa dicegah? Si Bram dimarahin?" tanya Novi. 

"Enggak, disuruh mampir makan bareng. Jadi kemaren lumayan lama deh, tapi nggak tahu ya. Nggak kerasa gitu ngalir ngobrolnya sama dia, lumayan nyaman. Jadi sampe malem banget deh dia baru pulang," jawab Maya. 

"Cieeee!!!" goda Novi. Dia tahu jika digoda seperti ini, Maya akan benar-benar salah tingkah.

"Noviiii!" Maya merengek kesal. 

"Kenapa?" Novi tertawa terbahak-bahak. 

"Ya lo apa-apa ciee Mulu. Gue nggak ngapa-ngapain loh," protes Maya. 

"Awas baper loh, hati-hati!" Novi memberi nasehat. Dia tidak ingin Maya salah memilih pasangan. 

"Nov, gue lagi nggak pengen mikir gituan. Gue pengen fokus sama sekolah," Maya memberi klarifikasi.

"Yakin?" Novi memastikan sambil menahan tawanya. 

"Iya yakin," Maya mengangguk. 

Ketika asik berbicara, tiba-tiba Bram datang dan memberikan isyarat mata dengan Novi. Dia memberi isyarat agar Novi pergi dari kursi itu, agar bisa dia duduki dan dekat oleh Maya. 

"Hai!" sapa Bram sambil tersenyum. 

"Hah? Emm.. iya hai!" sapa Maya sedikit canggung. Sebenarnya dia kaget saja tiba-tiba Novi sudah tidak ada disampingnya. 

"Kok lo masuk? Beneran udah nggak apa?" Bram menanyakan keadaan Maya. 

"Iya Bram nggak apa beneran kok," Maya berusaha menenangkan Bram agar percaya terhadap dirinya. 

"Camilan dari gue kemaren udah lo makan apa belum?" tanya Bram memastikan. Dia khawatir kalau Maya tidak akan suka dengan pemberian dia. 

"Udah gue makan sebagian kok. Makasih udah mood gue bagus pas lagi datang bulan," Maya tersenyum simpul.

"Alhamdulillah kalo suka. Iya sama-sama May," jawab Bram. Dia senang ternyata Maya menyukai camilan yang diberikan semalam, benar-benar bersyukur. 

"Ohh yaa gue mau minta maaf," Maya teringat sesuatu. 

"Hah? Emangnya kenapa?" Bram kebingungan. Dia merasa malah seharusnya dia yang meminta maaf, karena dia selalu terus menerus mendekat ke Maya. 

"Ini kan lo sebenarnya kemaren nongkrong kan? Tapi lo malah ditarik sama mama gue," Maya menjelaskan alasan kenapa meminta maaf secara tiba-tiba. 

"Ihh apa sih, ya nggak apa. Namanya orang tua pengen kenal sama temen anaknya," jawab Bram. 

"Tapi lo pulangnya jadi lumayan malem. Jadi nggak bisa gabung nongkrong sama teman-teman deh," Maya menunduk. Dia merasa tidak enak. 

"Hmmm.. nongkrong kan bisa nggak cuma sehari itu doang. Besok-besok juga bisa May," ujar Bram. Dia tidak ingin Maya merasa bersalah kepada dirinya. 

"Iya sih, tapi yaudah deh. Pokoknya mau minta maaf," Maya meminta maaf untuk kesekian kali. 

"Iya dimaafin May." 

"Makasih banyak Bram!" 

"Sama-sama."

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Call(er)
1858      1055     10     
Fantasy
Ketika cinta bukan sekadar perasaan, tapi menjadi sumber kekuatan yang bisa menyelamatkan atau bahkan menghancurkan segalanya. Freya Amethys, seorang Match Breaker, hidup untuk menghancurkan ikatan yang dianggap salah. Raka Aditama, seorang siswa SMA, yang selama ini merahasiakan kekuatan sebagai Match Maker, diciptakan untuk menyatukan pasangan yang ditakdirkan. Mereka seharusnya saling bert...
Glitch Mind
47      44     0     
Inspirational
Apa reaksi kamu ketika tahu bahwa orang-orang disekitar mu memiliki penyakit mental? Memakinya? Mengatakan bahwa dia gila? Atau berempati kepadanya? Itulah yang dialami oleh Askala Chandhi, seorang chef muda pemilik restoran rumahan Aroma Chandhi yang menderita Anxiety Disorder......
Layar Surya
1751      1013     17     
Romance
Lokasi tersembunyi: panggung auditorium SMA Surya Cendekia di saat musim liburan, atau saat jam bimbel palsu. Pemeran: sejumlah remaja yang berkutat dengan ekspektasi, terutama Soya yang gagal memenuhi janji kepada orang tuanya! Gara-gara ini, Soya dipaksa mengabdikan seluruh waktunya untuk belajar. Namun, Teater Layar Surya justru menculiknya untuk menjadi peserta terakhir demi kuota ikut lomb...
Monologue
652      446     1     
Romance
Anka dibuat kesal, hingga nyaris menyesal. Editor genre misteri-thriller dengan pengalaman lebih dari tiga tahun itu, tiba-tiba dipaksa menyunting genre yang paling ia hindari: romance remaja. Bukan hanya genre yang menjijikkan baginya, tapi juga kabar hilangnya editor sebelumnya. Tanpa alasan. Tanpa jejak. Lalu datanglah naskah dari genre menjijikkan itu, dengan nama penulis yang bahkan...
Diary of Rana
214      182     1     
Fan Fiction
“Broken home isn’t broken kids.” Kalimat itulah yang akhirnya mengubah hidup Nara, seorang remaja SMA yang tumbuh di tengah kehancuran rumah tangga orang tuanya. Tiap malam, ia harus mendengar teriakan dan pecahan benda-benda di dalam rumah yang dulu terasa hangat. Tak ada tempat aman selain sebuah buku diary yang ia jadikan tempat untuk melarikan segala rasa: kecewa, takut, marah. Hidu...
Winter Elegy
652      442     4     
Romance
Kayra Vidjaya kesuma merasa hidupnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya ambisi dalam hal apapun dan hanya menjalani hidupnya selayaknya orang-orang. Di tengah kesibukannya bekerja, dia mendadak ingin pergi ke suatu tempat agar menemukan gairah hidup kembali. Dia memutuskan untuk merealisasikan mimpi masa kecilnya untuk bermain salju dan dia memilih Jepang karena tiket pesawatnya lebih terjangkau. ...
Manusia Air Mata
1207      727     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...
Senja di Balik Jendela Berembun
25      24     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
Love Yourself for A2
29      27     1     
Short Story
Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan". Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, a...
Unexpectedly Survived
121      105     0     
Inspirational
Namaku Echa, kependekan dari Namira Eccanthya. Kurang lebih 14 tahun lalu, aku divonis mengidap mental illness, tapi masih samar, karena dulu usiaku masih terlalu kecil untuk menerima itu semua, baru saja dinyatakan lulus SD dan sedang semangat-semangatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Karenanya, psikiater pun ngga menyarankan ortu untuk ngasih tau semuanya ke aku secara gamblang. ...