Pagi itu Leo datang saat Cyntia menaruh sesuatu di dalam mobil yang sedang dipanasi, sedangkan Mireya sibuk memakai sepatu dengan duduk di salah satu kursi yang ada teras depan Rumah. Leo mematikan motor, menaruh helm yang sudah ia lepas di atas motor, lalu berdiri di depan pagar. Mireya belum menyadari, sedang Cyntia yang sudah menyadari, menghampiri Leo.
Menatap Leo dengan tatapan seperti mencoba mengingat sesuatu. Cyntia merasa pernah melihat Leo. "Ahh, benar. Kamu laki-laki yang malam itu mengantar Mireya pulang."
Leo tidak peduli dengan Cyntia, memasang wajah dingin seperti biasanya. "Saya mau jemput Mireya."
"Kak Leo," sapa Mireya sembari berjalan ke arah mereka.
"Aku mau jemput kamu," kata Leo dengan nada lembut, dan bahkan tersenyum.
Cyntia yang melihat itu menatap tak percaya. Bukankah Cyntia terlalu cantik dan terkenal untuk disuguhi wajah sedingin es kutub? Begitulah yang ada dalam kepala Cyntia.
"Aku sudah siap, Kak." Seraya tersenyum.
"Bukannya sebelumnya kamu bilang gak ada hubungan apa-apa? Kalau kamu gak pantas buat dia? Lalu, sekarang apa? Semua orang akan tahu kalau kalian bersama," ucap Cyntia yang bingung dengan Adik tiri-nya itu.
"Terlepas dari itu semua, bukankah Kak Cyntia seharusnya ikut bahagia?" tanya Mireya yang tatapannya secerah langit pagi ini.
"Alih-alih berpacaran sekarang seharusnya kamu fokus sama sekolah dulu! Gimana mau sukses kalau dari sekarang saja sudah pacaran. Pikiran kamu pasti akan penuh sama hal-hal yang gak guna, Mireya! Kenapa sih kamu beda banget sama aku," kata Cyntia yang bukannya menasehati Mireya sungguh-sungguh, lebih tepatnya Cyntia sedang menyanjung dirinya sendiri yang jauh lebih baik dari Mireya yang masa depannya saja belum ketahuan.
"Pada akhirnya yang manusia cari di dunia ini adalah bahagia, bukan? Proses dan caranya saja yang gak sama, jadi jangan memprotesnya!" ujar Leo dengan tatapan tajam tanpa takut atau merasa tidak enak pada Cyntia. Bagi Leo, Cyntia hanya Kakak tiri yang menyebalkan untuk kekasihnya.
Mireya yang mendengarnya hanya tersenyum, merasa bangga memiliki Leo. Bukannya pergi dari hadapan mereka karena sudah 'dipermalukan', Cyntia memperhatikan Mireya yang mendapat perlakukan manis Leo, dari memakaikan helm, hingga kedua tangan Mireya yang Leo lingkarkan pada pinggangnya. Cyntia menatap motor yang perlahan menjauh itu dengan wajah kesal!
Dinikmatinya udara pagi itu yang rasanya lebih menenangkan dari biasanya. Berkat Leo, hari-hari Mireya terasa lebih berbeda. Dunianya bukan lagi hanya tentang luka, namun ada kebahagiaan di sana. Ada warna baru yang Leo perkenalkan.
Sampainya di tempat parkir, mereka berdua turun dari motor. Membuka helm masing-masing, meninggalkan helm di motor, lalu berjalan bersama. Tiba-tiba ada sebuah motor sport berhenti di hadapan mereka. Pengemudi yang jelas-jelas seorang laki-laki, masih duduk di atas motor, membuka helm yang ternyata Willy di balik helm itu.
"Apa nih, pagi-pagi sudah terlihat bersama saja," kata Willy dengan nada menggoda namun tatapan matanya intens. Seperti mencari sesuatu pada diri Leo dan Mireya.
"Seperti apa yang ada dalam pikiran lo sekarang!" ujar Leo tegas.
Sudah menduga akhirnya, Willy tetap terkejut. "Selamat-selamat! Tapi, jangan lupa yaa traktirannya." Lalu, memamerkan deretan giginya yang rata dan putih.
"Traktiran apa?" tanya Andrea yang baru tiba.
"Lo habis dari mana?" tanya Willy setelah melihat Andrea tanpa motor dan tas-nya.
"Beli pulpen. Traktir apa yang kalian bicarakan?" Sembari menatap Willy dan Leo, bergantian.
Willy mendekatkan wajahnya pada telinga Andrea. "Leo pacaran sama Mireya," bisik Willy.
Seketika wajah Andrea berubah, tegang. "Ikut gue, Le!" tegas Andrea yang membuat Willy serta Mireya memasang wajah bingung. Ada apa dengan Andrea?
"Nanti pas istirahat aku ke kelas kamu," kata Leo sebelum pergi meninggalkan Mireya dan Willy.
"Bisa-bisanya Andrea gak ngajak gue!" Willy memasang wajah cemberut.
"Mereka gak lagi dalam keadaan bertengkar sebelumnya, kan?" tanya Mireya sembari menatap Willy dengan wajah khawatir.
"Tenang saja, sekali pun mereka berdebat, mereka gak akan sampai baku hantam." Dengan penuh keyakinan.
Andrea mengajak Leo ke Gymnasium yang tidak ada satu orang pun. Andrea tatap Leo dengan wajah serius. "Gimana bisa lo melakukannya dalam waktu dekat setelah hampir saja kita kehilangan Audry! Lo gak ingat kejadian di Pantai?!" Dengan nada sedikit tidak santai.
"Audry harus belajar menerima," ucap Leo dengan wajah tak kalah serius.
"Bagaimana mungkin seseorang terus belajar menerima kenyataan kalau orang-orang yang dia cinta pada akhirnya pergi meninggalkannya!"
"Audry mungkin kehilangan orang-orang yang dia cinta, tapi Audry gak akan pernah kehilangan orang-orang yang menyayanginya dengan tulus, termasuk lo! Mau sampai kapan An, lo membiarkan Audry terus memiliki perasaan sama gue? Kalau lo sedikit saja jujur, gue yakin perlahan hati Audry akan berubah."
Andrea membalikan tubuh membelakangi Leo. Andrea sendiri bingung dengan dirinya yang sebenarnya mau seperti apa. Andrea kembali membalikkan tubuh. "Gue takut mental Audry semakin buruk karena gak bisa menerima ini," kata Andrea dengan tatapan penuh kekhawatiran.
"Menerima apa?" tanya Audry yang tiba-tiba datang. Andrea langsung memasang wajah sedikit panik, sedangkan Leo seperti akan memberitahu Audry saat ini juga.
"Ada hal yang ingin aku bicarakan sama kamu, Dry," kata Leo dengan wajah serius.
"Le," panggil Leo sembari sedikit menggelengkan kepala.
"Sepertinya ada yang kalian sembunyikan!" Sembari menatap curiga Leo dan Andrea.
Andrea sedikit menjauh dari sana karena merasa tidak akan kuat melihat Audry yang lagi-lagi harus terluka.
"Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Audry dengan nada santai.
"Aku sama Mireya pacaran," ucap Leo dengan lancarnya.
Audry sempat diam sebelum tersenyum. "Selamat, Le. Akhirnya kamu bisa mendapatkan gadis yang selama ini menarik perhatian kamu."
"Terima kasih, Dry. Kalau gitu, aku ke Kelas duluan." Leo tinggalkan Audry bersama Andrea.
Andrea mendengar semuanya, dan ia menghampiri Audry yang sedang melamun. Andrea pikir hati Audry terguncang, dan butuh waktu untuk memprosesnya.
"Seharusnya kamu pukul Leo karena untuk Mireya, dia bisa membuka hati sedangkan untuk kamu hatinya selalu terkunci," kata Andrea yang ingin sedikit menghibur Audry agar tidak terlalu stres.
Audry tatap Andrea. "Aku sudah tahu sejak awal, An. Kalau Leo tercipta bukan untuk untuk aku. Suatu hari Leo akan menemukan belahan jiwanya." Dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Hati Andrea seperti teriris melihat wajah Audry saat ini. "Kalau Leo tercipta untuk perempuan lain, maka aku akan tercipta untuk kamu seorang!" ujar Andrea dengan nada tegas dan wajah serius.
Beriringan dengan air mata yang menetes, Audry tersenyum tipis. "Terima kasih selalu ada di samping aku."
"Aku cuma gak mau kamu merasa seperti sendirian di dunia ini."
"Bukankah sekarang aku gak sendirian lagi? Ada kamu yang akan selalu ada, bukan?" Andrea yang mendengar itu tersenyum lebar. Bahwa sepertinya kondisi Audry tidak seburuk itu. Bahwa Audry sudah bisa menerima kenyataan.