Loading...
Logo TinLit
Read Story - Main Character
MENU
About Us  

Setelah melakukan pemeriksaan lebih lanjut Mireya pun bisa bernafas lega bahwa ia tidak perlu sampai dioperasi, hanya perlu digips karena ada tulang yang bergeser dari posisinya. Saat Mireya yang duduk di kursi roda tengah didorong oleh Bu Laras, muncul Leo.

"Kamu kok di sini?" tanya Bu Laras dengan nada santai.

"Saya sudah izin sama guru pembimbing, Bu," jawab Leo.

"Gak ada yang perlu kamu lakukan di sini. Ibu sudah mau mengantar Mireya pulang," kata Bu Laras.

"Biar saya yang antar Mireya pulang, Bu." Dengan wajah penuh keyakinan.

Bu Laras menatap tajam Leo. "Jujur sama Ibu! Kalian berpacaran?"

Mata Mireya seketika melebar. Tidak menyangka bahwa Bu Laras akan berpikiran seperti itu. Alih-alih menjawab, Leo menatap Mireya yang terlihat cukup terkejut dengan pertanyaan itu.

"Untuk hubungan saya sama Mireya itu tergantung kepercayaan masing-masing," jawab Leo akhirnya.

"Maksudnya? Jadi kalian pacaran atau nggak?" Bu Laras terlihat bingung.

"Kalau Ibu berpikir saya dan Mireya pacaran, kami akan seperti yang ada dalam pikiran Ibu." Seperti itulah penjelasan Leo yang membuat Bu Laras semakin bingung.

"Gak paham Ibu sama anak gen z!" Setelahnya Bu Laras mengizinkan Leo untuk mengantar Mireya pulang.

Sudah berada dalam taksi yang melaju, Mireya memilih menatap jalanan yang sudah jam 11 malam tetap saja ramai. Menghindari berbicara atau hanya sekedar bertatapan dengan Leo yang masih membuatnya semalu itu dengan jawaban yang diberikan Leo.

"Apa masih sangat sakit?" tanya Leo yang menatap salah satu kaki Mireya yang digips.

"Lumayan." Tanpa menatap Leo.

"Berarti sementara waktu kamu gak boleh banyak jalan," kata Leo sembari menatap Mireya dari samping.

"Tentu saja, kecuali aku mau lama sembuhnya." Masih dengan menatap jalanan.

Setelahnya tak ada obrolan hingga taksi berhenti tepat di depan pagar Rumah Mireya. Dengan cepat Leo mengeluarkan kursi roda dari bagasi, meletakkan di dekat pintu, lalu membukakan pintu untuk Mireya. Menggeser sedikit kursi roda ke arah Mireya yang perlahan keluar dari dalam. Mireya mendudukkan diri dengan perlahan.

"Bapak tunggu sebentar yaa, saya mau antar teman saya sampai pintu Rumah-nya dulu," ujar Leo pada sopir taksi yang mengiyakan.

Leo dorong kursi roda itu dengan penuh perhatian, hingga sampai di depan pintu masuk Rumah. Leo membantu Mireya menekan bel, namun tak juga ada yang membuka pintu. Mireya mencoba menghubungi Papa, Ibu dan Kakak tiri-nya itu yang tak satu pun teleponnya diangkat. "Sepertinya mereka terlalu nyenyak tidurnya," gumam Mireya dengan wajah bingung harus seperti apa jika tidak ada yang membukakan pintu. Mireya lupa membawa kunci cadangan yang selalu dibawanya itu!

Leo menekan bel dengan tidak sabaran, mencoba mengganggu orang-orang yang tertidur itu untuk segera bangun! Dan apa yang dilakukan Leo membuahkan hasil. Pintu terbuka, menampakkan Ibu tiri Mireya yang terlihat kesal di tengah wajah habis bangun tidurnya itu.

"Bagaimana bisa kalian mengganggu orang yang sedang tidur!"

Saat Leo hendak membuka mulut, Mireya terlebih dahulu berucap, "Maaf, Bu." Dengan wajah merasa bersalah. Padahal di situ Mireya posisinya tidak salah. Siapa yang mau mengganggu? Kebetulan Mireya terpaksa pulang di jam orang tengah tertidur.

"Lagian kamu ngapain sih pulang jam segini?!" Bukannya tidak melihat apa yang terjadi dengan Mireya, Ibu tiri-nya itu hanya sibuk dengan rasa kesalnya.

"Terjadi kecelakaan kecil, jadi aku terpaksa pulang saat ini juga." Mireya menjelaskan dengan perlahan.

"Sudah sana masuk!" dengan nada sedikit tak santai.

Mireya mendorong kursi rodanya sendiri, menatap sesaat Leo sebelum benar-benar menghilang dari sana. Ibu tiri Mireya menatap kesal Leo lalu menutup pintu dengan sedikit keras.

Bagaimana bisa kamu tahan hidup di Rumah ini? Rasanya Leo ingin mengeluarkan Mireya dari dalam sana. Memberikan suatu ruang pada Mireya di mana bisa terbang bebas tanpa harus terluka lagi.
.
.

Terlepas dari kursi roda yang harus digunakannya, Mireya tetap pergi ke Sekolah di antara Cyntia. Saat bertemu Kinanti, kursi roda itu Kinanti yang mendorongnya.

"Oh ya, Mi. Kak Leo kan menemukan gelang kamu, sudah diberikan ke kamu belum?" tanya Kinanti yang baru ingat setelah beberapa hari.

"Sudah, langsung pas dia antar aku ke tempat guru untuk diperiksa."

"Penasaran deh aku, itu gelang dari siapa sih? Seingat aku, aku gak pernah bertanya dan kamu juga gak pernah cerita-cerita." Kinanti pun mulai penasaran.

"Dari Kak Leo," ucap Mireya dengan nada suara pelan namun masih bisa ditangkap pendengaran Kinanti.

Perkataan itu membuat Kinanti menghentikan mendorong kursi roda. "Kenapa, Kin? Ada yang salah? Kursi rodanya gak bisa digerakan?" tanya Mireya yang merasa aneh.

Kinanti beralih posisi, berdiri tepat di hadapan Mireya. "Sepertinya gelang itu sangat berarti buat kamu," ucap Kinanti dengan wajah serius.

"Tentu saja. Barang dari kamu saja aku jaga dengan sebaik mungkin."

"Jujur deh Mi, kamu suka sama Leo?" Bukankah Kinanti tak perlu bertanya? Kinanti bisa lihat bahwa Mireya...

"Iya," jawab Mireya, pelan. Takut ada yang dengar.

"Sudah aku duga." Kinanti kembali mendorong kursi roda dengan hati yang senang. Apa kapal yang ia tumpangi akan segera berlayar? Aaaa, rasanya mau teriak.

"Tapi, hanya sebatas suka diam-diam. Kita gak ada hubungan apa-apa." Mireya memperjelas agar sahabatnya itu tidak salah dalam pemikiran.

"Iya, tahu kok." Dengan nada berusaha sedatar mungkin.

Di jalan mereka bertemu Leo yang memakai seragam basket. "Seharusnya kamu istirahat beberapa hari lagi," kata Leo dengan wajah peduli.

"Aku sudah jauh lebih baik, Kak. Paling besok sudah bisa jalan sedikit-sedikit."

"Kenapa sih kamu selalu keras kepala?!"

Kinanti berusaha menahan senyum melihat interaksi keduanya yang terlihat manis!

"Karena Mireya keras kepala, dia butuh seseorang yang selalu mengingatkannya," kata Kinanti yang sengaja membuat momen antara Leo dan Mireya semakin terasa dan dalam.

"Dengan senang hati aku akan mengingatkannya."

Tatapan mata itu, sungguh tak aman untuk hati Mireya. Mireya mencoba untuk terlihat biasa, walau hatinya menjerit senang.

Padahal Leo masih ingin berbicara dengan Mireya namun seorang teman dari klub basket-nya itu tidak memberi waktu. Leo pun pergi dari sana dengan Mireya dan Kinanti yang kembali melanjutkan perjalanan menuju Kelas.

Baru saja akan memulai latihan, Andrea menghampiri Leo dengan wajah khawatir. "Gue habis dari Kelas dan Audry belum datang."

"Paling sebentar lagi," kata Willy dengan santai.

"Nggak, Wil. Tinggal 5 menit lagi? Audry gak pernah seperti ini sebelumnya. Pasti ada sesuatu."

"Sudah coba telepon?" tanya Leo dengan wajah masih santai.

"Belum." Andrea mencoba mengambik handphone yang ada di dalam tas yang ada di tepi lapangan. Mencoba menghubungi Audry.

"Gak aktif!" Kata Andrea sembari berjalan ke arah Leo dan Willy.

Bukan hanya Andrea, Leo dan Willy pun mulai khawatir. Takut jika ternyata sesuatu terjadi pada Audry.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Me vs Skripsi
1853      764     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
Penerang Dalam Duka
606      400     2     
Mystery
[Cerita ini mengisahkan seorang gadis bernama Mina yang berusaha untuk tetap berbuat baik meskipun dunia bersikap kejam padanya.] Semenjak kehilangan keluarganya karena sebuah insiden yang disamarkan sebagai kecelakaan, sifat Mina berubah menjadi lebih tak berperasaan dan juga pendiam. Karena tidak bisa merelakan, Mina bertekad tuk membalaskan dendam bagaimana pun caranya. Namun di kala ...
Tic Tac Toe
386      312     2     
Mystery
"Wo do you want to die today?" Kikan hanya seorang gadis biasa yang tidak punya selera humor, tetapi bagi teman-temannya, dia menyenangkan. Menyenangkan untuk dimainkan. Berulang kali Kikan mencoba bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungannya. Akan tetapi, pikirannya berubah ketika menemukan sebuah aplikasi game Tic Tac Toe (SOS) di smartphone-nya. Tak disangka, ternyata aplikasi itu b...
My First love Is Dad Dead
53      50     0     
True Story
My First love Is Dad Dead Ketika anak perempuan memasuki usia remaja sekitar usia 13-15 tahun, biasanya orang tua mulai mengkhawatirkan anak-anak mereka yang mulai beranjak dewasa. Terutama anak perempuan, biasanya ayahnya akan lebih khawatir kepada anak perempuan. Dari mulai pergaulan, pertemanan, dan mulai mengenal cinta-cintaan di masa sekolah. Seorang ayah akan lebih protektif menjaga putr...
Matahari untuk Kita
696      404     9     
Inspirational
Sebagai seorang anak pertama di keluarga sederhana, hidup dalam lingkungan masyarakat dengan standar kuno, bagi Hadi Ardian bekerja lebih utama daripada sekolah. Selama 17 tahun dia hidup, mimpinya hanya untuk orangtua dan adik-adiknya. Hadi selalu menjalani hidupnya yang keras itu tanpa keluhan, memendamnya seorang diri. Kisah ini juga menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Jelita. Gadis c...
Sweet Punishment
170      105     9     
Mystery
Aku tak menyangka wanita yang ku cintai ternyata seorang wanita yang menganggap ku hanya pria yang di dapatkannya dari taruhan kecil bersama dengan kelima teman wanitanya. Setelah selesai mempermainkan ku, dia minta putus padaku terlebih dahulu. Aku sebenarnya juga sudah muak dengannya, apalagi Selama berpacaran dengan ku ternyata dia masih berhubungan dengan mantannya yaitu Jackson Wilder seo...
May I be Happy?
473      309     0     
Inspirational
Mencari arti kebahagian dalam kehidupan yang serba tidak pasti, itulah kehidupan yang dijalani oleh Maya. Maya merupakan seseorang yang pemalu, selalu berada didalam zona nyamannya, takut untuk mengambil keputusan, karena dia merasa keluarganya sendiri tidak menaruh kepercayaan kepada dirinya sejak kecil. Hal itu membuat Maya tumbuh menjadi seperti itu, dia tersiksa memiliki sifat itu sedangka...
MANITO
1090      762     14     
Romance
Dalam hidup, terkadang kita mempunyai rahasia yang perlu disembunyikan. Akan tetapi, kita juga butuh tempat untuk menampung serta mencurahkan hal itu. Agar, tidak terlalu menjadi beban pikiran. Hidup Libby tidaklah seindah kisah dalam dongeng. Bahkan, banyak beban yang harus dirasakan. Itu menyebabkan dirinya tidak mudah berbagi kisah dengan orang lain. Namun, ia akan berusaha untuk bertahan....
Langkah yang Tak Diizinkan
167      139     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
DocDetec
290      198     1     
Mystery
Bagi Arin Tarim, hidup hanya memiliki satu tujuan: menjadi seorang dokter. Identitas dirinya sepenuhnya terpaku pada mimpi itu. Namun, sebuah tragedi menghancurkan harapannya, membuatnya harus menerima kenyataan pahit bahwa cita-citanya tak lagi mungkin terwujud. Dunia Arin terasa runtuh, dan sebagai akibatnya, ia mengundurkan diri dari klub biologi dua minggu sebelum pameran penting penelitian y...