Leo berjalan ke arah jalanan yang sebelumnya dilewati bersama Kinanti di belakangnya. Mereka menatap ke setiap penjuru arah dengan senter dari handphone masing-masing untuk menyinari yang gelap. "Mireya!" panggil Kinanti dengan sedikit berteriak.
Sepenting itu kah gelang yang hilang, Mire? Sampai kamu harus mencarinya. Leo tidak berpikir bahwa gelang yang hilang adalah pemberinya. Leo hanya mengkhawatirkan Mireya dan harus segera menemukannya sebelum tengah malam. Mireya pasti ketakutan dan kedinginan.
"Mireya, kamu di mana sih?!" Wajah cemas Kinanti sudah tak tertolong.
"Mireya Putri!" panggil Leo dengan nada suara sedikit tinggi.
Pos satu dan pos dua telah mereka lalui namun Mireya belum juga ditemukan. Hingga saat Leo menoleh ke arah tanah sejenak, ia lihat sebuah gelang dengan liontin kupu-kupu biru. Leo mengambilnya, menatapnya lama, merasa mengenal gelang itu.
"Ada apa, Kak?" tanya Kinanti yang bingung melihat Leo yang berhenti.
Leo memperlihatkan gelang itu pada Kinanti. "Gelang Mireya, bukan?" tanya Leo yang ingin memastikan bahwa ia tidak salah.
"Iya, aku pernah melihatnya beberapa kali."
Leo masukkan gelang itu ke dalam saku jaket, lalu mereka berdua kembali berjalan.
Mireya terus berjalan mencari jalan menuju tempat camping dengan wajah semakin takut dan panik. Tiba-tiba Mireya tersandung sebuah kayu berukuran sedang yang tidak ia lihat. Jatuh terduduk dengan salah satu kaki terasa sakit, bagian pergelangan dan kedua telapak tangannya terdapat goresan luka.
Mireya merutuki kebodohannya yang bisa-bisanya masuk ke dalam hutan, bahkan jatuh seperti itu. Saat hendak berdiri, Mireya kembali duduk karena tak tahan dengan rasa sakit pada pergelangan kakinya. Mireya pun memutuskan diam di sana.
"Mama ... Mireya takut," gumam Mireya sembari menatap bulan yang bersinar dengan terangnya.
Beberapa orang terlihat mencari Mireya termasuk guru-guru yang khawatir terjadi sesuatu pada murid tersayangnya itu.
Di sisi lain, Leo dan Kinanti memutuskan masuk ke dalam hutan karena berpikiran mungkin Mireya salah jalan. "Mireya!" panggil Leo untuk kesekian kali. Bulan pun menjadi saksi betapa berusahanya Leo mencari Mireya.
"Gimana kalau sampai nanti kita gak juga menemukannya?" tanya Kinanti dengan mulai kehilangan harapan.
"Kita gak boleh nyerah! Aku yakin Mireya akan segera ditemukan."
Mireya menyentuh layar handphone yang tidak bisa digunakan untuk menelepon karena tidak ada sinyal. Rasanya kayak syuting film...
Tiba-tiba terdengar patahan ranting, dan suara itu berhasil membuat Mireya diselimuti rasa takut yang kian nyata. Bukan hanya takut tiba-tiba hantu muncul, tapi di dunia ini cukup banyak orang jahat. "Mama ...."
Mata Mireya sudah berkaca-kaca saking takutnya. Berharap jika ada seseorang yang berhasil menemukannya segera. "Mireya!" Wajah Mireya seketika berubah, seperti menemukan cahaya di tengah kegelapan.
"Aku di sini!" teriak Mireya, bahkan mengarahkan senter dari handphone ke setiap arah.
Leo dan Kinanti saling melempar pandang saat mendengar jawaban dari suatu arah. Leo mempercepat langkah kaki hingga melihat sebuah cahaya.
"Mireya!" ujar Kinanti dengan hati yang mulai terasa lega.
Langsung berjongkok di hadapan Mireya yang memeluk Kinanti. Air matanya jatuh membasahi pipi, saking leganya bahwa akhirnya berhasil ditemukan dan yang menemukan adalah Kinanti dan Leo.
Kinanti lepas pelukan Mireya, menghapus air mata itu. "Kamu gakpapa kan?" tanya Kinanti.
"Tadi aku sempat terjatuh dan sepertinya salah satu pergelangan kaki terkilir. Aku bahkan gak sanggup berdiri saking sakitnya," jelas Mireya.
Leo yang sebelumnya berdiri sedikit jauh, menghampiri. Tanpa meminta izin, atau bertanya, Leo langsung mengangkat tubuh Mireya yang terkejut. Spontan langsung mengalungkan kedua tangan pada leher Leo.
Kinanti yang melihat itu senyum-senyum seperti orang gila. Pada kenyataannya Kinanti suka banget shipperin Mireya dan Leo. Ya, diam-diam jadi kapten utama dari kapal Leo-Mireya yang mulai ia layarkan sejak hari Leo menggendong Mireya saat Mireya pingsan itu.
Mireya memilih menatap ke arah lain karena tidak sanggup menatap Leo yang jarak wajahnya sedekat itu dengannya. Jantungnya sungguh di luar batas normal. Di pertengahan jalan mereka bertemu dengan orang-orang yang mencari Mireya.
"Mireya terluka?" tanya Bu Laras-guru biologi.
"Salah satu kakinya terkilir," jelas Leo.
"Kalau gitu segera bawa ke tempat guru! Biar diobati."
"Baik, Bu."
Alih-alih lega Mireya sudah ditemukan murid-murid perempuan itu menatap iri Mireya yang bisa digendong Leo. Bahkan ada yang mulai curiga mengenai hubungan keduanya karena itu bukan kali pertama Leo dan Mireya terlihat sedekat itu. Bahkan saat Mireya pingsan Leo yang menggendongnya juga. Bukankah mencurigakan?
Willy, Andrea dan Audry yang tengah mengobrol di depan tenda Audry sembari berdiri, menoleh ke arah Leo yang menggendong Mireya. "Syukurlah sudah ditemukan," ucap Willy dengan wajah lega.
Audry memang lega bahwa Mireya ditemukan, namun ia juga tidak suka dengan Leo yang menggendongnya. Kenapa tidak orang lain saja yang menggendong? Seperti itulah yang ada dalam kepala Audry tanpa tahu situasi dan kondisinya.
Leo mendudukkan dengan perlahan Mireya di atas karpet dengan beberapa guru yang ada di sana. Lalu, datang guru lainnya yang sebelumnya mencari Mireya. Seorang dokter perempuan yang bertugas di UKS itu memeriksa kaki Mireya. Bahkan sampai memberikan pereda nyeri namun Mireya masih merasa kesakitan, bukan hanya itu terdapat memar, dan bengkak. Dokter pun menyarakan untuk Mireya segera dibawa ke Rumah Sakit.
"Apa separah itu, dok?" tanya Mireya dengan wajah khawatir.
"Kita bisa tahu setelah melakukan pemeriksaan lebih lanjut," jawab dokter itu.
Manik mata Mireya bertemu dengan manik mata Leo. Dapat Leo lihat bahwa Mireya sedang khawatir, takut jika lukanya seburuk itu. Leo pun berpikir, apa yang bisa ia lakukan untuk mengurangi sedikit rasa khawatir itu. Leo pun teringat akan gelang kupu-kupu.
Leo yang semula berdiri di dekat pintu, beralih duduk di dekat Mireya. Mengeluarkan gelang dari dalam saku, menyodorkannya pada Mireya. Mireya yang melihat itu langsung tersenyum senang, bahwa ia tidak perlu kehilangan barang berharganya.
"Tangan kamu," ujar Leo.
Mireya memberikan tangannya yang siap menerima gelang itu, tapi alih-alih memberikan gelang itu Leo memasangkan langsung di tangan Mireya.
"Kak Leo yang menemukannya?" tanya Mireya.
Leo selesai memesang gelang. "Iya, aku temukan di jalan menuju pos tiga."
"Terima kasih Kak sudah menemukannya," ujar Mireya.
"Gak perlu berterima kasih," balas Leo dengan wajah selalu datarnya itu.
Tidak lama kemudian, Mireya dibawa ke Rumah Sakit oleh Bu Laras dan satu guru laki-laki lainnya. Leo yang tengah berdiri, memperhatikan mobil yang perlahan menjauh itu dengan harapan semoga tak ada hal yang buruk terjadi pada Mireya.
Willy, Andrea dan Audry menghampiri Leo. "Parah memang terkilirnya?" tanya Willy dengan wajah penasaran.
"Gue juga gak tahu." Tanpa menatap Willy.
"Kamu sekhawatir itu ya?" tanya Audry yang mencoba bicara. Pembicaraan yang sesungguhnya langsung dari hati.
"Aku gak mau sesuatu terjadi padanya," jawab Leo tanpa menatap Audry. Jawaban yang membuat luka pada hati Audry semakin menjadi.