ERI berdiri di sudut Rumah Singgah. Berdiri lama di depan pohon Tabebuya yang berguguran bunganya. Indah tersapu angin sore dengan senjanya yang menenangkan perasaannya saat itu. Berusaha menghilangkan momen pertemuan tak terduganya dengan seseorang yang mirip dengan Naru.
Tanpa sadar Eri mengusap ujung matanya. Dia tak tahu kenapa bisa menangis tanpa sebab. Melihat bunga-bunga merah mudah yang jatuh berguguran membuatnya mengingat sosok Naru. Jika dia tidak salah menghitung. Maka setahun sudah dia menunggu pohon yang berasal dari negeri sakura itu tumbuh.
Ibu Eri tak bisa berbuat banyak. Dia hanya bisa menyarankan Tara yang membiarkan Eri untuk sendiri. Walaupun mereka sama sekali tak tahu apa yang telah terjadi padanya.
“Hei, darimana saja kalian? Dan ada apa dengan Eri?” Tanya Johni yang menyapa kehadiran mereka di depan pintu rumah.
“Jangan hiraukan aku. Aku hanya ingin istirahat.” Jawab Tara acuh.
“Kami baru saja dari pemakaman. Tiba-tiba Eri ingin mengunjungi makam Ayahnya.” Jawab Ibu Eri membuat pertanyaan Johni terjawab. Dia melaangkan pandangan ke arah Eri yang masih terjaga dengan kediamannya. Padahal senja sudah mulai redup. Cahayanya mulai menghilang.
Suara mobil terdengar memasuki halaman Rumah Singgah. Mobil itu terlihat antik dan mewah. Semua orang memandang penasaran dan khawatir. Takut jika kedatangan mobil tak di undang itu adalah seseorang yang mereka hindari selama satu tahun, Ayah Naru.
Mesin mobil telah mati. Beberapa orang keluar dari dalamnya. Hingga seseorang yang amat tak asing di mata mereka keluar dari pintu kemudi. Eri terlihat menutup mulutnya tak percaya. Begitu pun dengan para anggota Perfect Gank. Mata mereka buka lebar-lebar untuk memastikan pemandangan yang ada di hadapan mereka saat ini.
Seekor kucing putih terlihat keluar dari dalam rumah. Berlari ke arah seseorang yang selama ini mereka cari dan tunggu. Seseorang yang selama ini mereka rindukan kehadirannya. Seorang pangeran yang hilang. Kini sedang berdiri di depan mereka.
Naru meraih kucing yang berlari ke arahnya. Mengusap pelan bulunya yang terlihat semakin lebat. Seakan tahu jika pemiliknya telah tiba. Kucing itu tak berhenti mengeong.
“Semuanya, aku kembali.” Seru Naru membuat semua orang terlonjak semakin terkejut. Sosok bertubuh menawan dengan setelan jas berwarna merah darah dengan rambut yang tertata rapi. Penampilan yang berbeda dengan tubuh yang terlihat kekar dan berisi.
“Naru!” Teriak semua anggota Perfect Gank bersamaan. Mereka berlomba berlari ke arahnya. Memeluk tubuhnya secara bergantian.
“Maaf membuat kalian semua menunggu.” Seru Naru seraya menundukkan tubuhnya. Diikuti kedua orang berpakaian jas yang berdiri di kedua sisi Naru, dan seorang pria paruh baya yang berdiri tepat di pintu mobil yang terparkir.
Eri yang melihat pemandangan itu masih tak bergeming. Hanya air matanya yang kian banyak keluar membasahi pipinya yang memerah. Naru berjalan mendekat ke arahnya. Memandang dengan tatapan penuh arti.
“Maaf jika aku tak mengenalimu tadi. Aku baru ingat sesuatu yang penting setelah bertemu denganmu di pemakaman tadi. Lalu aku ingat semuanya. Ingat Rumah Singgah ini. Ingat denganmu, Eri.”
Naru terlihat melepaskan sesuatu dari pergelangan tangannya. Memberikan gelang tasbih yang selama setahun terpasang di sana. Eri menerimannya dengan tubuh bergetar.
“Aku kembalikan apa yang seharusnya menjadi milikmu.” Lirih Naru berkata dengan hati yang berkecambuk tak karuan. Semua orang memandangnya dengan perasaan malu.
“Selamat datang. Tolong jangan pernah hilang lagi.” Jawab Eri mengusap ujung matanya yang mulai mengering.
Mendengar hal itu, Naru jadi ingat sesuatu. Sebuah pesan yang membuatnya bisa kembali pada orang-orang yang pernah dia tinggalkan. Sebuah pesan seseorang yang pernah kehilangan seseorang sepertinya.
Naru ingin mengatakannya pada Eri. Bahwa dia juga pernah menghilang dari kehidupan seseorang. Dia adalah sesuatu yang pernah hilang. Dia juga seorang puteri yang pernah hilang. Dia sangat ingin mengatakannya. Namun, momen itu tidak ingin Naru tinggalkan dengan cepat. Dia ingin tetap seperti itu sebentar lagi.