Loading...
Logo TinLit
Read Story - YANG PERNAH HILANG
MENU
About Us  

SATU JAM SEBELUMNYA... 

Bangunan itu terlihat sudah tidak layak. Dinding-dindingnya banyak yang berlubang. Bungkus sampah makanan dan beberapa kaca berserakan. Beberapa orang dengan benda tajam tergenggam di tangan mereka masing-masing terlihat terjaga di depan rumah yang hanya memiliki satu pintu. 

Dari dalam terdengar suara-suara orang sedang tertawa. Terkekeh. Dan sesekali suara orang sedang menahan kesakitan. Hanya sebuah cahaya lilin temaram yang terlihat diantara mereka. Membuat bayangan hitam di tubuh mereka. 

Plak! Sebuah tamparan entah yang ke berapa kali menyentuh pipi Naru yang lebam. Di sudut lain bercak darah terlihat menghiasi. Dia hanya meringis mencoba menahan sakit. Sakit yang menjalar di kepala, wajah dan juga perutnya yang tak berhenti mengeluarkan darah. 

“Matahari sudah lewat beberapa saat yang lalu. Semua orang pasti sedang heboh mencari keberadaanmu sang pangeran yang menghilang.” Seru Tori memainkan pisau lipat di tangannya. Ada noda darah di ujungnya. 

“Sebenarnya, kenapa kau tega melakukan hal kejam seperti ini padaku? Apakah aku pernah melakukan kesalahan?” Tanya Naru berusaha bangkit. Namun tubuhnya terlalu lemah. Tangannya yang telah penuh oleh darah hanya bisa terus memegangi perutnya. 

“Hahaha! Pertanyaan bodoh macam apa itu? Ya. Tentu saja kau telah melakukan kesalahan. Kehadiranmu di sekolah itu adalah kesalahan. Semua orang jadi melihat ke arahmu. Eri yang selama ini aku lindungi juga kau ambil. 

Seluruh sekolah memandangmu. Kau yang tertawa bahagia di atas penderitaan orang lain. Semua itu adalah kesalahanmu!” Teriak Tori marah. Wajahnya semakin terlihat menakutkan. Itukah wajah seorang psikopat yang kali kedua ini Naru lihat?

“Bukankah itu adalah kesalahanmu sendiri? Aku datang dengan kemampuanku sendiri. Semua orang menganggapku sebagai idola adalah bonus karena aku telah menjadi yang terbaik. 

Awalnya aku memang tak suka dengan kehadiran Eri. Tapi siapa yang menyangka jika ketika pertama kali mendengar suara mengajinya. Hatiku merasa terketuk. Mungkin caraku memang salah. Padahal aku hanya ingin mendekatinya karena penasaran dengan suara mengajinya yang tiba-tiba menghilang. 

Apakah salah jika aku memberi kesempatan padanya untuk tetap bersekolah dengan menjadi guru mengaji? Mengajarkan tentang agama yang selama ini kalian anut, agama Islam. 

Menurutmu itu semua adalah penderitaan jika semua orang menjauhimu? Tentu saja mereka benar karena beginilah sifat aslimu. Mengerikan.” Balas Naru tak mau kalah. Walaupun dia tahu sebuah pukulan dan tendangan kembali menghampiri tubuhnya. Dia tak bisa mengelak. Tori mengatur napas. Dia juga terlihat kelelahan. 

Tori berjongkok seraya menjambak rambut Naru dengan kasar. Naru membalasnya dengan memandang tajam ke arahnya. Jika tubuhnya terlalu lemah untuk melawan. Sebuah tatapan kebencian lebih baik dari pada hanya diam. 

“Aku akui nyalimu sangat besar. Ketika semua orang meninggalkanmu sendiri di tengah hutan seperti ini. Kau pikir bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup?” Kata Tori melirik sebuah jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri Naru. Membuatnya tertarik untuk merebutnya paksa. 

“Apakah ini mahal? Berapa uang yang akan aku terima jika menjualnya?” Tanya Tori memandangi jam tangan merek Rolex dengan gradasi biru laut dan hitam milik Naru. 

“Ya. Sangat mahal bahkan harga nyawamu saja tidak sebanding dengannya.” Jawab Naru menyeringai. Secepat kilat Tori merebut jam tangan itu. Melemparkannya. Menginjaknya hingga pecah dan hancur berkeping-keping. 

“Sudah cukup aku mendengar ucapanmu yang selalu terdengar mengejekku. Aku tidak akan menahan diri lebih lama lagi. Kita akan menghabiskan sisa waktu ini dengan mendengarkan kata-kata terakhirmu.” Naru menelan ludah. Sepertinya ucapannya tidak main-main. Dia tidak lagi melihat manusia pada diri Tori. 

Tori hendak mengambil pisau lipatnya yang terjatuh. Namun, Naru mencegahnya dengan bersuara keras. Membuat perhatiannya kembali tertuju padanya. 

“Bisakah kau mengabulkan permintaanku sebelum kau mengakhiri hidupku?” Tanya Naru berusaha bangkit terduduk. Tori menaikkan bahu. 

“Aku ingin hanya kau yang melihat kematianku. Tidak ada orang lain yang melihatnya.”

Naru memandang Tori berharap dia mengabulkan permintaan terakhirnya. Kawan-kawan Tori yang ada di sana hanya saling pandang. Beberapa merasa keberatan. Padahal itu adalah momen langka yang sepertinya sudah di tunggu sejak mereka membawanya ke tempat asing itu. 

“Kalian dengar apa yang dia katakan? Pergi sebelum aku berubah pikiran.” Perintah Tori langsung dilakukan kawan-kawannya yang ada di ruangan itu tanpa sepatah kata pun. 

Kini ruangan itu terdengar senyap. Hanya suara beberapa hewan kecil seperti jangkrik yang menemani cahaya temaram dari lilin yang mulai meredup. Tori terlihat berjalan mendekati pisau lipatnya yang tergeletak. Naru menggunakan kesempatan itu untuk kembali bersuara. 

“Apakah kau sungguh ingin membunuhku?” Tanya Naru penuh penekanan di setiap kata. 

“Tidak. Tapi menghabisimu hingga tidak ada lagi nyawa yang ada di dalam tubuhmu itu.” Naru kembali menelan ludah. Dia bukan takut karena ucapannya. Melainkan melihat raut wajah Tori yang benar-benar tidak berekspresi ketika mengatakannya. Kedua matanya terlihat kosong. 

“Aku pernah membaca tulisan di sebuah buku. Aku harap kata-kata ini bisa menyadarkanmu suatu hari. Atau tidak.” Tori memandang Naru tajam. Naru kembali mencoba mengulur waktu. 

Naru tak menghiraukan. Dia berusaha bangkit berdiri. Menahan rasa sakit yang sudah tak bisa dia rasakan lagi. Seperti mati rasa. Seluruh telapak tangannya penuh darah. Bahkan gelang tasbih milik Eri yang baru dia sadari terbawa melingkar di pergelangan tangan kanannya tak terlihat karena tertutup oleh darah.  

“Jika ada kebaikan, jangan pilih kejahatan. Jika ada perdamaian, jangan pilih peperangan. Namun, jika jalan satu-satunya hanya ada kejahatan dan peperangan. Maka tidak ada jalan lain yang bisa dipilih. Kau boleh memilih keduanya.” Bersamaan dengan ucapannya itu, Naru berlari menuju pisau lipat yang tergeletak tak jauh dari Tori. 

Dia mengambilnya dengan kecepatan tubuhnya yang sudah dia persiapkan sejak tadi. Menghiraukan luka di perutnya yang semakin terbuka lebar. Mengabaikan luka di dahi dan wajahnya yang hampir tertutup oleh bercak darah yang telah mengering.

Tori tak sempat mempersiapkan diri. Sebuah tusukan pisau lipat mengenai perutnya. Tidak hanya itu. Naru menggunakan kesempatan itu untuk menusuk bagian kakinya. Tubuh Tori ambruk ke lantai. Kini suara Tori terdengar tercekat menahan sakit.  

Di sisa tenaganya, Naru mencabut pisau dari kaki Tori dengan kasar. Bersiap hendak menusukkannya lagi ke bagian leher. Tori tak sempat berteriak. Dia terlalu syok melihat keadaan yang seolah berbalik 180 derajat. 

“Penyesalan adalah neraka terdalam kehidupan. Aku tak mau menyesal hanya karena menghilangkan nyawa manusia tak berharga sepertimu, Tori.” Lirih Naru berkata di telinganya. 

Tepat ketika pisau lipat yang dia pegang tertancap di lantai di dekat leher Tori. Bukan terkejut atau bahkan pingsan. Tori justru terlihat tertawa terbahak-bahak. Naru tak mau menunggu lebih lama momen itu. Dia segera berdiri dan meninggalkannya. Melarikan diri. 

Prang! Tubuh Naru menabrak jendela kaca di ruangan itu. Menimbulkan suara berisik dan bedebum tubuhnya yang terjatuh ke luar ruangan menyentuh permukaan tanah. 

Pemandangan asing terlihat di hadapannya. Hanya ada pepohonan lebat dan gelapnya malam. Naru tak bisa menghabiskan waktu untuk berpikir. Sepersekian detik kemudian dia berlari meninggalkan bangunan itu. Pergi menjauh. Menghiraukan kegaduhan yang terjadi di dalam bangunan. 

Naru berlari tanpa henti. Kakinya yang tak beralaskan apapun tertusuk duri dan batu yang dia lewati tak juga dia pedulikan. Seluruh tubuh yang penuh luka dan darah pun sudah tak dia hiraukan. 

Kakinya terus berlari melewati deretan pepohonan dan ranting yang berlomba melukai tubuhnya. Karena sisa tenaganya terasa akan habis ketika kedua tangannya lelah terus-menerus memegang perutnya yang bercucuran darah. Luka tusuk di perutnya semakin parah. 

Sesekali Naru melihat ke belakang. Memastikan tidak ada orang yang mengejarnya. Pikiran Naru mulai kosong. Napasnya juga tersengal hebat. Ketika rasa putus asa mulai menyelimuti pikirannya. Secercah cahaya terlihat di depan mata. Muncul menemani cahaya bulan di langit yang hitam dan gelap. Segelap hutan yang tak bisa dia perkirakan luasnya. 

Cahaya itu semakin terang terlihat oleh mata. Sebuah jalan raya. Naru tersenyum lega. Dia menambah kecepatan larinya. Tak sabar menginjakkan kaki di atas jalan beraspal. Sebentar lagi dia akan keluar dari gelapnya hutan.

Sial. Dia tersandung sesuatu. Pandangannya tiba-tiba buram. Sebuah mobil yang sedang melaju kencang tak melihatnya yang jatuh tepat ketika mobil itu lewat. 

Braak! Bruuk! Tubuh Naru terpental dan jatuh di permukaan jalan beraspal. Bunyi decit terdengar memekakan telinga setelahnya. Asap terlihat di roda mobil yang langsung berhenti seketika. 

Gelap. Sepi. Lengang. Hanya cahaya lampu sorot dari mobil yang menyinari tubuh Naru yang tergeletak tak bergerak di tengah jalan. Hanya suara mobil yang berdesing berlomba dengan suara hewan yang masih bangun di malam hari. 

Supir yang mengemudikan mobil itu terlihat membuka pintu. Dia berjalan mendekat tergesa. Seorang laki-laki paruh baya berpakaian jas rapi dengan sarung tangan yang membalut kedua telapak tangan. Melihat darah segar menyentuh ujung sepatunya yang hitam. Laki-laki itu terkejut melihat tubuh Naru yang penuh luka dan darah. Tubunya terlihat gemetar. 

Seseorang kembali keluar dari dalam mobil bagian belakang. Laki-laki itu memiliki rambut putih yang menghiasi kepalanya. Walaupun pakaian jas rapi menyelimuti tubuh paruh bayanya. Dia langsung berjalan mendekat melihat apa yang terjadi. Sebuah pemandangan mengerikan terjadi di hadapannya.

“Doudesuka? Nani ka atano? Oh, kamisama!”[8] Laki-laki berambut putih itu terlihat terkejut. Terperanjat hingga mundur beberapa langkah.

“Yabai! Watashitachiwa komate iru youdeshita. Kaicho!”[9 Dengan suara bergetar sang supir menjawab tanpa berkedip.

“Shi-shinda??”[10] Tanya laki-laki berambut putih itu panik. Mereka berdua hanya melihat satu sama lain. Keringat dingin membasahi wajah mereka yang terasa bias.

 

Footnote:

[8] “Bagaimana? Ada apa? Oh, ya Tuhan!”

[9] “Gawat! Kita ada masalah. Ketua!”

[10] “Ma-mati?”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Only One
1098      751     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...
CTRL+Z : Menghapus Diri Sendiri
137      122     1     
Inspirational
Di SMA Nirwana Utama, gagal bukan sekadar nilai merah, tapi ancaman untuk dilupakan. Nawasena Adikara atau Sen dikirim ke Room Delete, kelas rahasia bagi siswa "gagal", "bermasalah", atau "tidak cocok dengan sistem" dihari pertamanya karena membuat kekacauan. Di sana, nama mereka dihapus, diganti angka. Mereka diberi waktu untuk membuktikan diri lewat sistem bernama R.E.S.E.T. Akan tetapi, ...
Kertas Remuk
139      112     0     
Non Fiction
Tata bukan perempuan istimewa. Tata nya manusia biasa yang banyak salah dalam langkah dan tindakannya. Tata hanya perempuan berjiwa rapuh yang seringkali digoda oleh bencana. Dia bernama Tata, yang tidak ingin diperjelas siapa nama lengkapnya. Dia hanya ingin kehidupan yang seimbang dan selaras sebagaimana mestinya. Tata bukan tak mampu untuk melangkah lebih maju, namun alur cerita itulah yang me...
I Found Myself
50      46     0     
Romance
Kate Diana Elizabeth memiliki seorang kekasih bernama George Hanry Phoenix. Kate harus terus mengerti apapun kondisi Hanry, harus memahami setiap kekurangan milik Hanry, dengan segala sikap Egois Hanry. Bahkan, Kate merasa Hanry tidak benar-benar mencintai Kate. Apa Kate akan terus mempertahankan Hanry?
CERITA MERAH UNTUK BIDADARIKU NAN HIJAU
97      86     1     
Inspirational
Aina Awa Seorang Gadis Muda yang Cantik dan Ceria, Beberapa saat lagi ia akan Lulus SMA. Kehidupannya sangat sempurna dengan kedua orang tua yang sangat menyayanginya. Sampai Sebuah Buku membuka tabir masa lalu yang membuatnya terseret dalam arus pencarian jati diri. Akankah Aina menemukan berhasil kebenarannya ? Akankah hidup Aina akan sama seperti sebelum cerita merah itu menghancurkannya?
Batas Sunyi
1985      898     108     
Romance
"Hargai setiap momen bersama orang yang kita sayangi karena mati itu pasti dan kita gak tahu kapan tepatnya. Soalnya menyesal karena terlambat menyadari sesuatu berharga saat sudah enggak ada itu sangat menyakitkan." - Sabda Raka Handoko. "Tidak apa-apa kalau tidak sehebat orang lain dan menjadi manusia biasa-biasa saja. Masih hidup saja sudah sebuah achievement yang perlu dirayakan setiap har...
Nemeea Finch dan Misteri Hutan Annora
254      168     0     
Fantasy
Nemeea Finch seorang huma penyembuh, hidup sederhana mengelola toko ramuan penyembuh bersama adik kandungnya Pafeta Finch di dalam lingkungan negeri Stredelon pasca invasi negeri Obedient. Peraturan pajak yang mencekik, membuat huma penyembuh harus menyerahkan anggota keluarga sebagai jaminan! Nemeea Finch bersedia menjadi jaminan desanya. Akan tetapi, Pafeta dengan keinginannya sendiri mencari I...
Loveless
7272      3425     609     
Inspirational
Menjadi anak pertama bukanlah pilihan. Namun, menjadi tulang punggung keluarga merupakan sebuah keharusan. Itulah yang terjadi pada Reinanda Wisnu Dhananjaya. Dia harus bertanggung jawab atas ibu dan adiknya setelah sang ayah tiada. Wisnu tidak hanya dituntut untuk menjadi laki-laki dewasa, tetapi anak yang selalu mengalah, dan kakak yang wajib mengikuti semua keinginan adiknya. Pada awalnya, ...
Can You Be My D?
97      87     1     
Fan Fiction
Dania mempunyai misi untuk menemukan pacar sebelum umur 25. Di tengah-tengah kefrustasiannya dengan orang-orang kantor yang toxic, Dania bertemu dengan Darel. Sejak saat itu, kehidupan Dania berubah. Apakah Darel adalah sosok idaman yang Dania cari selama ini? Ataukah Darel hanyalah pelajaran bagi Dania?
Seharusnya Aku Yang Menyerah
136      115     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...