JEPANG, Satu Tahun Kemudian… Saat ini…
Naru telah sadar dari pingsannya. Kini dia duduk bersandarkan dinding kamarnya di rumah utama, Yakuza Naga milik Kimrawa. Setelah Naru pingsan ketika mendengar cerita Sayu dia langsung meminta bantuan para tangan kanannya untuk membawa Naru kembali ke rumah.
Sayu terlihat membuka pintu kamar setelah mengetuk pintu dan tak ada jawaban dari dalam, lantas dia berdiri disamping ranjang Naru seraya menunduk dalam dan berkata, “Maafkan saya yang lancang membuka pintu kamar Tuan Muda seenaknya-”
“Sepertinya percumah memintamu untuk bicara santai padaku Sayu. Baiklah, lupakan.” Potong Naru menyentuh dahinya.
“Lanjutkan cerita bagian ketiga. Kali ini aku berharap tak pingsan lagi.” Lanjut Naru datar sambil memandang ke arah luar jendela. Daun-daun sakura berguguran tertiup angin. Dia melihat hal itu seperti ingatannya yang perlahan muncul dan berguguran tanpa diundang.
“Ketua menginginkan dua hal dari Tuan Muda. Dia berharap Tuan Muda mau melakukannya untuk ketua dan juga untuk organisasi ini.
Pertama, ketua menginginkan Tuan Muda untuk menjadi penerus Yakuza Naga dan memimpin seluruh wilayah distrik yang ada di Tokyo. Tapi, sebelum keinginan pertama ketua terjadi. Ketua ingin Tuan Muda untuk melakukan sebuah perjalanan ke luar negeri, yaitu ke negara asal Tuan Muda selama ini, Indonesia.” Kini Naru mulai semakin mengingat kepingan ingatannya yang hilang.
“Hal yang membuat ketua sangat menginginkan itu adalah karena gelang tasbih yang saat ini Tuan Muda pakai. Dengan dia melihat sendiri gelang tasbih milik anak perempuannya yang hilang 13 tahun yang lalu, membuat ketua berpikir bahwa anaknya pasti masih hidup.
Entah bagaimana caranya Tuan Muda mendapatkan gelang tasbih itu. Ketua berharap banyak dari ingatan Tuan Muda untuk menemukan anaknya. Ingatan yang mungkin sangat kecil untuk mengharapkan bisa menemukan anak perempuannya yang hilang, tapi dengan harapan kecil itu ketua setidaknya Tuan Muda menjadi ingat dengan kehidupan sebelum satu tahun ini tinggal bersama ketua dan organisasi ini.”
Mendengar hal itu membuat Naru semakin erat memegang gelang tasbih yang dia pakai di pergelangan tangan kirinya. Naru seakan mendapatkan jalan keluar dari masalah yang selama ini sempat dia lupakan.
“Lalu bagaimana dengan om… Maksudku bagaimana dengan Ayah jika aku pergi dari sini? Bagaimana dengan Yakuza Naga dan-” Naru berhenti dan melihat ke arah Sayu dengan tatapan tanya.
Sayu hanya menundukkan badan seraya berkata, “Tenang saja Tuan Muda, Ketua masih sanggup memimpin organisasi ini. Dan saya, Sayu tangan kanan Ketua Yakuza Naga akan menjaga organisasi ini sekaligus menjaga Ketua dengan sekuat tenaga. Sebaik-baiknya selama Tuan Muda pergi.
Kami akan selalu menanti kedatangan Tuan Muda kembali untuk menjadi penerus Yakuza Naga suatu hari nanti.” Sayu yang menunduk dan bersujud di atas lantai. Membuat Naru jadi tak enak hati.
Selama dia hidup di negeri sakura. Naru banyak belajar tentang budaya dan kebiasaan orang-orang Jepang termasuk kebiasaan orang-orang Yakuza yang selalu berlebihan dan ekstrim jika melakukan sesuatu. Termasuk ojigi yang berarti menunduk.
Dalam istilah orang Jepang jika semakin dalam dan rendahnya ojigi seseorang maka semakin berharap dan memohon dengan tulus dan sangat orang tersebut. Bahkan dibeberapa momen yang pernah dia lihat ada beberapa anggota Yakuza Naga yang telah melakukan kesalahan karena ketiduran ketika bekerja. Dia pun melakukan ojigi sampai berlutut dan bersujud diatas tanah untuk meminta pengampunan dari atasan.
Seperti yang saat ini Sayu lakukan, hanya berbeda tujuan. Terkadang Naru merasa tak habis pikir dengan rasa setia mereka terhadap organisasi ini.
“Jika itu yang Ayah inginkan dariku. Maka aku akan melakukannya. Aku akan mempercayai setiap ucapanmu, Sayu. Terima kasih telah berharap padaku.” Kata Naru menyakinkan Sayu untuk segera berhenti bersujud. Seakan menanggung beban yang berat dan penting, membuat kedua mata Sayu terlihat berkaca-kaca saking terharunya.
“Tapi, ada satu hal lain yang harus Tuan Muda ketahui sebelum benar-benar pergi.” Naru memicingkan salah satu alisnya.
Suara pintu kamar terbuka. Dari baliknya dua orang berpakaian jas rapi berjalan masuk ke dalam kamar. Dengan cepat mereka langsung menunduk dan memberi salam pada Naru. Dari rupanya Naru seperti pernah mengenali salah satu diantara mereka, namun dia melupakannya.
“Perkenalkan mereka adalah Hayasi dan Kamaru. Mungkin Tuan Muda sudah mengenal Hayasi sebelumnya, dia adalah orang yang selama ini diperintahkan Ketua untuk menjaga dan melatih Tuan Muda di setiap waktu untuk menggantikan keberadaan ketua.
Hayasi juga berusia tidak jauh berbeda dengan Tuan Muda, jadi saya pikir dia bisa menjadi teman di perjalanan. Lalu, Kamaru dia adalah orang tangan kanan saya sendiri. Saya telah mengenalnya selama sepuluh tahun lebih, jadi kesetiaannya tidak diragukan lagi. Begitu juga dengan Hayasi yang sudah saya anggap adik sendiri.
Merekalah yang akan menjaga Tuan Muda selama berada di negara Indonesia.” Kata Sayu lagi-lagi menunduk, diikuti Hayasi dan Kamaru.
“Dari wajahmu sepertinya ada lagi yang ingin kau katakan Sayu. Ayo katakanlah sebelum aku benar-benar pergi berkemas.” Kata Naru seperti mengetahui gelagat dari Sayu. Dari kedua matanya dia seperti tak enak hati jika berbicara terus. Sayu pun perlahan mendekat dan menunduk ke telinga Naru, dengan pelan dia pun mengatakan sesuatu.
“Untuk terakhir kalinya saya meminta Tuan Muda untuk membantu mereka dalam komunikasi. Selama ini saya sudah jauh hari mengajari mereka untuk belajar bahasa Indonesia, tapi sepertinya mereka masih kesulitan.
Jadi kali ini, Saya mohon bantuan Tuan Muda untuk menjadi jubir[11]setelah sampai di Indonesia nanti.” Naru hanya mendengus kesal. Dia tak percaya jika Sayu meminta bantuan hal sepele seperti itu.
“Nah, kalian berdua tolong jaga Tuan Muda selama berada di negara asalnya dengan baik. Jangan lupa untuk selalu memberi kabar padaku melalui telepon. Mengerti!!?” Teriak Sayu memberi peringatan. Dengan suara lantang dan penuh keyakinan merekapun menjawab, “Hai, wakarimashita[12]!”
Setelah itu merekapun beralih melihat ke arah Naru dengan suara yang sama. Namun bedanya mereka menunduk ketika mengatakannya, “Yoroshiku onegaiga itadakimasu, Oujisama[3]!”
Dengan tersenyum geli Naru menjawab, “Iie Iie, Naru dake, Narudake yonde kudasai! Oke!”[14] Merekapun hanya tersenyum meringis.
*
Perjalanan dari Jepang ke Indonesia tidak membutuhkan waktu yang lama. Tentu saja karena dia menggunakan pesawat pribadi milik Yakuza Naga. Pesawat yang sering Kimrawa pakai untuk pergi ke berbagai negara tanpa memusingkan soal visa dan persyaratan lainnya.
Setelah perjalanan yang lumayan melelahkan. Akhirnya merekapun bisa menghela napas lega setelah benar-benar keluar dari bandara menuju antrian mobil taksi yang berderet. Menunggu para penumpang yang baru saja tiba di bandara.
Naru melihat seseorang yang melambaikan tangan ke arahnya, orang itu berlari menghampiri mereka. Sesaat Naru langsung mengambil sebuah foto dari saku jasnya. Melihat foto memastikan orang yang sama seperti yang ada didalam foto.
Dia adalah Kobe, seorang supir pribadi Kimrawa yang tinggal di Indonesia. Kobe adalah orang Jepang yang sudah sepuluh tahun tinggal di Indonesia. Dengan kata lain Kobe adalah satu-satunya keluarga dari Jepang yang dimiliki Kimrawa di Indonesia.
“Konnichiwa, Oujisama. Hajimemashite, watakushi wa Kobe tomoushimasu. Kimrawa no senyou doraiba itadakimasu. Ryokou suru, doushimashitaka?[15]”
“Narutte yonde kudasai, Kobesan. Naru dake. Ryokou wa, warukunai to omoimasuzo. Demo, kono hajimete ga ryokou surukara, chigaimasuzo. Omae no karetachi no kao o mite? Kawaizone. Hahaha.[16]” Jawab Naru sambil menunjuk wajah Hayasi dan Kimura yang masih terlihat pucat.
“Pak Kobe, Saya orang Indonesia kok. Jadi tak perlu pakai bahasa Jepang. Gunakan bahasa Jepang hanya pada mereka berdua saja. Oke!” Seperti tersentak, Pak Kobe langsung menundukkan badan mengiyakan.
“Baik, akan saya lakukan. Tapi, maafkan saya jika saya tetap harus memanggil Tuan Muda dengan Pangeran. Ini perintah Sayu Tuan.” Lagi-lagi Sayu.
Naru tak habis pikir apakah mereka tak lelah menggunakan panggilan tuan dan kini memanggil pangeran? Dia masih belum terbiasa walaupun sudah setengah tahun hidup bersamanya di Jepang.
“Kau di bohongi Sayu. Panggil aku Naru. Hanya Naru!” Teriak Naru kesal.
“Baik Tuan Muda Naru.” Jawab Kobe sembari menunduk dalam. Naru hanya menghela napas pasrah. Sepertinya ini permintaan yang lumayan sulit.
Footnote:
[11] Juru bicara
[12] Baik, mengerti, ketua!
[13] Mohon bantuannya (bentuk sopan), Tuan Naru!
[14] Bukan, bukan. Hanya Naru saja. Panggil Naru saja. Oke!
[15] Selamat siang. Perkenalkan nama saya Kobe (bentuk sopan). Saya adalah supir pribadi Tuan Kimrawa. Bagaimana perjalanan Anda Pangeran?
[16] Panggil aku Naru saja Pak Kobe. Naru saja. Kurasa perjalannya tidak buruk. Tapi, kurasa tidak bagi mereka karena ini adalah perjalanan pertama mereka. Kau bisa lihat wajah mereka? Kasihan sekali/mengenaskan ya. Hahaha.