Perkenalkan, aku Draculina Cullen. Panggil saja Lina.
Dari namanya saja, pasti kalian sudah bisa nebak siapa aku…
Atau kalian nggak tahu?
Baiklah, sini aku kasih tahu: aku vampir.
Lebih tepatnya, setengah vampir.
Ayahku vampir, ibuku manusia. Gimana caranya mereka bisa punya anak? Jangan tanya aku, tanya saja ke pengarang cerita ini.
Aku anak bungsu dari pasangan fenomenal yang kisah cintanya sempat viral: Tuan E dan Nyonya B.
Sayangnya, aku bukan anak kesayangan mereka.
Yang terkenal itu kakakku, Teresme—punya pacar serigala, hidupnya penuh drama, dan namanya seperti merek sampo.
Sedangkan aku? Namaku terdengar seperti nama pembalut abad pertengahan.
Tapi bukan itu masalah utamaku.
Masalahnya: aku vampir cacat. Aku tidak abadi, tidak suka darah, dan… aku punya taring imut yang tidak berguna.
Kalau vampir lain hidup dari darah segar, aku malah hidup dari nektar bunga dan buah.
Ya, aku vampir vegetarian.
Makanan favoritku? Madu lavender fermentasi. Dan aku harus rebutan sama lebah-lebah galak tiap pagi.
“Hei! Jangan makan jatah kami!” bentak sang ratu lebah suatu hari.
Sungguh tragis. Vampir macam apa aku ini, sampai diomelin lebah?
Aku bisa berubah wujud, tapi bukan jadi kelelawar. Aku jadi lebah.
Ya, lebah. Spesies yang sama dengan hewan yang rebutan sarapan denganku. Ironi banget, kan?
Dan karena aku tumbuh seperti manusia biasa—pakai ulang tahun, jerawatan saat puber, dan bisa mabuk kalau makan nasi padang—aku sering dianggap tidak berguna di dunia vampir.
Jantungku berdetak. Badanku hangat. Aku bahkan pernah disangka manusia saat antre vaksin.
Makanya, orang tuaku—yang vampir elit itu—memutuskan untuk tidak mengakuiku.
Jadi aku kabur.
Aku bosan jadi pengangguran yang kerjaannya cuma rebahan dan nonton Netfl!ks.
Aku pindah ke Korea Selatan. Negara idolaku. Negara di mana kekasih haluku berada: Rai, aktor tampan mirip dewa drama, idola jutaan umat.
Tapi karena aku tidak bisa akting, nyanyi, apalagi dance—aku memutuskan jadi manajer artis.
Akhirnya aku dapat kerja di agensi besar, dan menjadi manajer dari aktris cantik terkenal: Nona Shin
Nama vampirku yang mencurigakan? Aku ganti.
Sekarang, aku dikenal sebagai Manager Lee atau Jenni Lee
---
Hari itu…
“Nona Shin, hari ini Anda ada syuting iklan jam tangan dengan Tuan Rai pukul 5 sore.” kataku sambil menatap jam tanganku yang menunjukkan pukul dua siang.
“Iklan apa? Aku lupa. Terlalu banyak kontrak yang kutandatangani.” katanya tanpa menoleh.
“Jam tangan, Nona.”
“Oke… Di mana MUA-ku?”
“Belum tiba.”
Wajah Nona Shin memerah. Tangannya meraih gelas kopi, menyesap sedikit, lalu membantingnya ke meja.
“Sial! Kopi ini pahit! Siapa yang beli? Kamu?!”
“Iya, Nona. Seperti biasa, low sugar, extra espresso.”
“Pecat MUA itu setelah event ini.”
“Baik, Nona.”
Sudah lima MUA dipecatnya dalam sebulan. Untung saja aku bertahan. Mungkin karena aku bisa teleport pakai pintu, menyelamatkan banyak jadwal dari kehancuran.
“Manager Lee, mana baju yang harus kupakai?!”
Astaga. Aku lupa.
“Tunggu sebentar, Nona.”
Kulirik kiri kanan. Aman. Kubuka pintu terdekat—dan pop! aku sampai di vendor baju dalam sekejap.
10 menit kemudian aku kembali.
“Ini, Nona.”
“Apa ini?! Bajunya kampungan sekali!” teriaknya, lalu melempar baju ke mukaku.
“Batalkan kontraknya!”
“Maaf, aku salah ambil. Akan kuambil yang benar. 25 menit lagi Anda harus siap.”
Waktu bukan masalah. Perjalanan satu jam bisa kutempuh dalam lima menit.
Setelah baju diganti dan semuanya beres, kami menuju lokasi syuting.
Aku tidak sabar. Ini pertama kalinya aku bisa bertemu langsung Rai.
Idola hatiku.
Tapi saat kami tiba di studio, aku mencium aroma yang tidak biasa.
Bukan aroma manusia.
Bukan juga aroma artis biasa.
Tapi aroma… madu tua yang diproses dengan darah lebah hitam langka.
Aroma klan vampir.
Aku melirik manajer Rai. Pria tinggi berambut putih keperakan (rambut asli vampir, yang hanya bisa di lihat sesama vampir). Wajahnya dingin dan ekspresinya kalem.
Namanya Vidi.
Dan dia juga menyadari kehadiranku.
"Aku harus menyelidiki ini..." bisikku dalam hati.
“Apa yang harus kamu selidiki?” tanya Nona Shin tiba-tiba.
“Ah! Itu… artis pendatang baru yang mau debut.” jawabku gugup.
“Mana? Biar aku lihat.”
Dia merebut tabletnya.
“Artis siapa?! Aku gak lihat apa-apa di pencarianmu.”
“Ah… aku belum sempat cari, tadi cuma dengar obrolan di tempat vendor baju...”
Tolonglah, otakku sedang fokus ke aroma madu misterius ini!