Loading...
Logo TinLit
Read Story - Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
MENU
About Us  

Aku nggak tahu siapa yang pertama kali bilang “usaha nggak akan mengkhianati hasil,” tapi kalau ketemu orangnya, aku mau ajak duduk bareng sambil makan cilok dan ngomong: “Boleh revisi nggak, Kak?”

Soalnya, aku udah sering usaha. Udah kasih semuanya. Udah nggak tidur, udah mepet deadline, udah ngumpulin semangat yang tinggal ampas, udah jadi orang baik padahal lagi pengin marah, udah sabar banget padahal pengin teriak di grup keluarga. Tapi hasilnya? Kadang nggak sesuai. Kadang malah zonk. Kadang ngerasa jadi figuran di hidup orang lain padahal udah acting kayak pemeran utama.

Dan di saat kayak gitu, rasa "nggak cukup" muncul kayak iklan yang tiba-tiba di tengah video YouTube, ganggu dan nggak bisa di-skip.

Waktu kecil, aku kira jadi dewasa itu artinya bebas. Bebas beli es krim sendiri, bebas tidur jam berapa aja, bebas nonton sinetron malam-malam. Tapi ternyata, jadi dewasa adalah tentang ngerasa bersalah karena beli es krim pas lagi pengiritan, ngerasa capek walau tidur cukup, dan nonton sinetron... eh, udah nggak sempat nonton lagi.

Aku pernah ngerasa jadi versi terbaik dari diriku: bangun pagi, olahraga, sarapan sehat, kerja full fokus, bantu temen yang curhat, bantuin emak beberes rumah, bahkan sempat balas chat orang yang udah dua minggu nganggur di WhatsApp. Tapi anehnya, malamnya aku tetap ngerasa gagal. Kayak ada yang kurang. Padahal, udah ngasih semuanya.

Ternyata, capek bukan cuma soal fisik. Tapi juga karena ngerasa terus-terusan berusaha tanpa validasi, tanpa pelukan, tanpa tepuk tangan, bahkan tanpa ada yang bilang, “Makasih ya, udah berusaha.”

Di satu titik, aku sempat mikir: mungkin aku nggak cukup. Nggak cukup lucu. Nggak cukup pintar. Nggak cukup produktif. Nggak cukup glowing kayak orang-orang di Instagram. Bahkan, aku pernah merasa nggak cukup disukai, padahal aku udah jadi versi manis dari diriku, yang nahan buat nggak nyinyir, nahan buat nggak ngambek, dan nahan buat nggak bilang “yaelah, elu lagi-elu lagi” di grup kerjaan.

Tapi ternyata, masalahnya bukan di “aku-nya.” Masalahnya di standar yang nggak realistis, yang entah kenapa aku pakai buat ngukur diriku sendiri.

Dunia bilang, “Kalau kamu belum sukses umur 25, berarti kamu gagal.”
Sementara aku baru bisa sukses beli tahu isi sendiri pas umur 26.

Orang-orang bilang, “Kamu harus jadi versi terbaik dari dirimu.”
Tapi versi terbaik dari aku kadang cuma bisa bangun, mandi, dan nggak marah walau disalip di jalan. Itu udah prestasi.

Kadang, kita terlalu keras sama diri sendiri. Kita anggap diri ini gagal padahal kita cuma lagi... hidup.

Bayangin aja: kita jalan kaki, orang lain naik motor. Kita pake sandal jepit, mereka sepatu running. Tapi kita terus bandingin kecepatan. Padahal kondisi awalnya beda jauh.

Aku inget banget satu masa di hidupku yang bikin aku ngerasa seperti berjuang sendirian di tengah keramaian. Semua orang terlihat punya tujuan, punya pencapaian, punya pasangan, punya golden retriever yang fotogenik di Instagram. Aku? Aku punya stok mi instan dan playlist Spotify yang isinya lagu galau dan lo-fi.

Aku pernah kerja keras buat nyelesaiin proyek, tidur cuma 3 jam, minum kopi kayak minum air mineral. Tapi saat hasilnya ditolak, aku cuma bisa senyum dan bilang “nggak apa-apa kok.” Padahal di dalam hati, aku pengin nanya: “Kurang apalagi sih?”

Hari itu, aku duduk sendiri di warung burjo. Depan aku semangkuk indomie kuah telur yang asapnya ngambang kayak harapan yang belum jelas arahnya. Di seberang meja, nggak ada siapa-siapa. Hanya aku dan pikiran-pikiranku sendiri.

Dan di situ aku sadar: aku capek bukan karena kurang, tapi karena terus-terusan membuktikan kalau aku cukup. Ke orang lain. Ke standar. Ke ekspektasi. Ke dunia yang nggak pernah puas.

Padahal, aku cuma manusia. Kadang bangun kesiangan. Kadang ngomel ke diri sendiri. Kadang overthinking padahal nggak ada yang ngomentarin. Kadang nangis pas lihat video anak kecil peluk kucing. Dan ya, kadang ngerasa nggak cukup, walau udah kasih semua.

Tapi tahu nggak? Momen yang bikin aku balik semangat bukan momen besar.

Bukan pas dapet penghargaan. Bukan pas dipuji orang.

Tapi pas temenku yang biasa ketus tiba-tiba bilang, “Eh, makasih ya udah dengerin curhatku tempo hari.”
Pas ibu bilang, “Kamu anak baik.”
Pas aku berhasil masak mi goreng tanpa gosong.
Pas aku liat cermin dan, untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, aku nggak nyinyir ke diri sendiri.

Dan aku mikir: mungkin cukup itu bukan soal hasil besar. Tapi tentang keberanian buat bertahan. Tentang bisa bangun lagi. Tentang bisa tetap baik ke diri sendiri meskipun hari ini berantakan.

Kadang ngerasa nggak cukup adalah tanda kita peduli. Kita pengin jadi lebih baik, kita pengin bikin orang bangga, kita pengin hidup ini terasa bermakna. Tapi, jangan sampai rasa itu bikin kita lupa bahwa kita sudah jauh melangkah.

Kita lupa bahwa hari-hari yang kita lewati dengan diam-diam tetap hebat. Kita masih di sini, walau kadang ingin pergi. Kita masih senyum, walau dalam hati remuk. Kita masih percaya sama besok, walau hari ini rasanya pengin nyerah.

Dan itu luar biasa.

Kalau kamu lagi ngerasa nggak cukup, pelan-pelan tarik napas. Lihat sekeliling. Lihat ke belakang sedikit. Lihat sejauh apa kamu sudah jalan.

Mungkin kamu belum sampai tujuan. Tapi kamu jauh dari titik awal.

Mungkin kamu belum dipuji. Tapi kamu sudah berjuang diam-diam.
Mungkin kamu belum berhasil menurut orang lain. Tapi kamu sudah melakukan banyak hal baik yang orang lain bahkan nggak tahu.

Jadi, jangan buru-buru nyalahin diri sendiri. Jangan buru-buru mikir kamu gagal.
Kamu cukup. Bahkan saat kamu nggak merasa begitu.

Dunia nggak selalu adil, tapi kamu tetap berhak bahagia.
Dan kalau hari ini kamu cuma bisa bilang ke diri sendiri: “Aku udah coba kok,”
itu pun sudah cukup untuk dibilang hebat.

Kalau hari ini kamu cuma bisa kasih 50% dari dirimu, tapi kamu kasih itu dengan tulus dan sisa tenaga,
itu lebih dari cukup.

Terima kasih ya, sudah berusaha.
Walaupun nggak semua orang tahu. Walaupun nggak semua orang peduli.
Tapi aku tahu, dan kamu tahu. Bahwa kamu sudah ngasih semua yang kamu bisa. Dan itu... luar biasa.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Menanti Kepulangan
44      40     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Sebelah Hati
1062      664     0     
Romance
Sudah bertahun-tahun Kanaya memendam perasaan pada Praja. Sejak masih berseragam biru-putih, hingga kini, yah sudah terlalu lama berkubang dengan penantian yang tak tentu. Kini saat Praja tiba-tiba muncul, membutuhkan bantuan Kanaya, akankah Kanaya kembali membuka hatinya yang sudah babak belur oleh perasaan bertepuk sebelah tangannya pada Praja?
Kembali ke diri kakak yang dulu
1045      730     10     
Fantasy
Naln adalah seorang anak laki-laki yang hidup dalam penderitaan dan penolakan. Sejak kecil, ia dijauhi oleh ibunya sendiri dan penduduk desa karena sebuah retakan hitam di keningnya tanda misterius yang dianggap pertanda keburukan. Hanya sang adik, Lenard, dan sang paman yang memperlakukannya dengan kasih dan kehangatan. Ini menceritakan tentang dua saudara yang hidup di dunia penuh misteri. ...
Can You Hear My Heart?
539      323     11     
Romance
Pertemuan Kara dengan gadis remaja bernama Cinta di rumah sakit, berhasil mengulik masa lalu Kara sewaktu SMA. Jordan mungkin yang datang pertama membawa selaksa rasa yang entah pantas disebut cinta atau tidak? Tapi Trein membuatnya mengenal lebih dalam makna cinta dan persahabatan. Lebih baik mencintai atau dicintai? Kehidupan Kara yang masih belia menjadi bergejolak saat mengenal ras...
JEPANG
466      312     2     
Short Story
cerpen ini dibuat dengan persetujuan dari orang orang yang terlibat.
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
415      294     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
Pasal 17: Tentang Kita
139      59     1     
Mystery
Kadang, yang membuat manusia kehilangan arah bukanlah lingkungan, melainkan pertanyaan yang tidak terjawab sebagai alasan bertindak. Dan fase itu dimulai saat memasuki usia remaja, fase penuh pembangkangan menuju kedewasaan. Sama seperti Lian, dalam perjalanannya ia menyadari bahwa jawaban tak selalu datang dari orang lain. Lalu apa yang membuatnya bertahan? Lian, remaja mantan narapidana....
Surat yang Tak Kunjung Usai
796      520     2     
Mystery
Maura kehilangan separuh jiwanya saat Maureen saudara kembarnya ditemukan tewas di kamar tidur mereka. Semua orang menyebutnya bunuh diri. Semua orang ingin segera melupakan. Namun, Maura tidak bisa. Saat menemukan sebuah jurnal milik Maureen yang tersembunyi di rak perpustakaan sekolah, hidup Maura berubah. Setiap catatan yang tergores di dalamnya, setiap kalimat yang terpotong, seperti mengu...
Unexpectedly Survived
117      104     0     
Inspirational
Namaku Echa, kependekan dari Namira Eccanthya. Kurang lebih 14 tahun lalu, aku divonis mengidap mental illness, tapi masih samar, karena dulu usiaku masih terlalu kecil untuk menerima itu semua, baru saja dinyatakan lulus SD dan sedang semangat-semangatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Karenanya, psikiater pun ngga menyarankan ortu untuk ngasih tau semuanya ke aku secara gamblang. ...
40 Hari Terakhir
805      548     1     
Fantasy
Randy tidak pernah menyangka kalau hidupnya akan berakhir secepat ini. Setelah pertunangannya dengan Joana Dane gagal, dia dihadapkan pada kecelakaan yang mengancam nyawa. Pria itu sekarat, di tengah koma seorang malaikat maut datang dan memberinya kesempatan kedua. Randy akan dihidupkan kembali dengan catatan harus mengumpulkan permintaan maaf dari orang-orang yang telah dia sakiti selama hidup...