Ada masa-masa di mana aku ngerasa…
aku ini nggak menarik.
Aku bukan orang yang selalu bikin ruangan jadi hidup.
Nggak selalu punya cerita lucu pas nongkrong.
Nggak pinter ngelawak di chat grup.
Bahkan seringnya… cuma jadi yang baca, bukan yang ngomong.
Dan aku sempat berpikir:
“Apakah aku membosankan?”
Dulu aku suka minder kalau lagi nongkrong bareng teman-teman.
Ada yang suaranya paling nyaring ketawa.
Ada yang jokes-nya selalu pecah.
Ada juga yang tiap datang, kayak bintang tamu yang semua orang tunggu.
Sedangkan aku?
Datang, duduk, senyum, dengerin, terus pulang.
Kadang mereka ngomong, “Eh, kamu kok diem aja sih?”
Aku cuma senyum,
padahal dalam hati pengin jawab, “Lagi ngelawan overthinking, kak.”
Waktu SMA, aku pernah jadi ketua kelas.
Bukan karena aku jago mimpin.
Tapi karena waktu pemilihan, semua orang iseng milih aku.
Dan waktu aku menang, mereka semua kaget. Termasuk aku sendiri.
Seminggu pertama, aku diem.
Nggak ngerti harus ngapain.
Teman-teman pada ketawa, “Wah, ketua kelas paling kalem sedunia.”
Tapi di minggu keempat, aku bikin daftar piket yang adil.
Bagi tugas kelompok rapi.
Dan guru wali kelasku bilang,
“Kamu mungkin nggak rame, tapi kamu bikin kelas jadi lebih tenang.”
Dan di situlah pertama kalinya aku sadar:
Aku mungkin nggak seru. Tapi aku bisa jadi penting.
Kadang kita ngerasa hidup kita kurang menarik karena kita ngebandingin diri sama orang lain yang kayaknya wah banget.
Tapi siapa bilang menarik harus selalu heboh?
Ada orang yang bisa bikin kita ketawa.
Ada juga orang yang bisa bikin kita tenang.
Dan jadi yang kedua… bukan berarti lebih rendah nilainya.
Aku pernah dekat sama seseorang yang katanya suka sama “yang beda dari yang lain.”
Tapi ternyata yang dimaksud “beda” itu… yang stylish, yang ramai, yang unik.
Sedangkan aku? Ya begini-begini aja. Pakai hoodie, celana training, dan isi kepalaku penuh monolog internal. Dikiranya misterius, padahal mah lagi mikir mau makan apa sore nanti.
Akhirnya dia bilang, “Kamu baik, tapi aku nyari yang lebih seru.”
Aku senyum, tapi dalam hati ngedumel,
“Emangnya aku Teh Botol, kudu manis dan menyegarkan?”
Tapi kejadian itu ngajariku satu hal penting:
Jangan berharap semua orang ngerti nilaimu.
Yang penting, kamu nggak lupa nilaimu sendiri.
Aku mulai pelan-pelan berhenti maksa jadi versi yang 'lebih seru'. Karena makin aku paksain, makin nggak nyaman. Kayak maksa pakai sepatu kekecilan—kelihatan keren, tapi bikin kaki lecet. Sekarang aku lebih milih jadi diri sendiri.
Yang mungkin nggak rame. Tapi jujur.
Yang mungkin nggak mencolok. Tapi tulus.
Yang mungkin nggak selalu lucu. Tapi selalu ada buat dengerin.
Dan itu cukup.
Temanku, Dina, pernah bilang:
“Lo tuh bukan center of attention, tapi lo center of comfort.”
Aku diem.
Ternyata jadi tempat nyaman buat orang lain… juga berharga.
Nggak semua orang pengin ditonton. Ada juga yang pengin dirangkul.
Dan kadang,
orang yang keliatan ‘biasa aja’, justru yang bisa bikin kita tenang di saat dunia ribut.
Aku mulai sadar, ternyata banyak dari kita yang merasa “nggak spesial”,
padahal justru keberadaan kita itu yang bikin suatu tempat jadi lengkap. Kamu tahu kan, di sebuah lagu ada nada tinggi dan nada rendah? Nah, coba bayangin kalau semua nada tinggi.
Capek, cuy. Nggak ada harmoni.
Dan kita-kita yang ‘nada rendah’ ini,
yang nggak banyak gaya, tapi tetap ngisi ruang.
Yang mungkin nggak banyak cerita, tapi hadir penuh arti.
Aku juga sadar…
jadi “nggak seru” itu bukan kekurangan.
Itu karakter.
Dan karakter bukan buat dibanding-bandingin, tapi buat dihargai.
Jadi kalau kamu kayak aku—yang kadang ngerasa diam, kalem, dan nggak menonjol—
tenang. Kamu penting.
Buktinya?
Coba bayangin nongkrong sama orang rame semua. Nggak ada yang dengerin.
Coba bayangin kerja bareng tim yang semua ngomong doang, nggak ada yang ngerjain.
Kita ini mungkin nggak teriak “Aku di sini!”,
tapi kita nunjukkin “Aku siap bantu.”
Dan itu… luar biasa.
Kadang, kita cuma butuh satu orang yang percaya sama kita. Dan orang pertama itu… harusnya diri kita sendiri.
Aku mulai pelan-pelan sayang sama diriku yang ‘nggak seru’.
Karena ternyata dia yang tahan duduk lama dengerin teman curhat.
Dia yang nggak banyak gaya, tapi bisa diandalkan.
Dia yang kalem, tapi selalu inget ulang tahun orang terdekat.
Dia yang nggak sering selfie, tapi selalu ingat motoin orang lain.
Dan sekarang aku bisa bilang:
jadi aku itu mungkin nggak seru…
tapi aku tetap penting.
Satu hal lucu yang aku pelajari dari hidup adalah…
kadang kita lebih dicintai karena hal-hal yang nggak kita sadari.
Aku pernah nanya ke temanku,
“Menurut kamu, apa hal kecil yang bikin kamu nyaman sama aku?”
Dia jawab,
“Lo tuh selalu inget aku suka teh manis hangat, bukan es teh.”
Hal sekecil itu. Tapi ternyata berkesan.
Jadi mulai sekarang,
jangan remehkan versi dirimu yang sederhana.
Karena bisa jadi… justru itu yang bikin orang lain ngerasa aman.
Kalau kamu lagi mikir,
“Kok aku nggak seseru dia ya?”
“Kok aku biasa banget?”
Coba pelan-pelan ganti pertanyaannya:
“Apa aku udah cukup jadi versi jujur dari diriku hari ini?”
Karena jadi jujur lebih penting dari jadi menarik.
Dan jadi tulus lebih kuat dari jadi lucu.
Di akhir hari, kita nggak akan diingat karena seberapa keras kita bersinar.
Tapi seberapa hangat kita pernah hadir buat orang lain.
Dan kadang… kehadiran itu cukup jadi bentuk cinta.
Jadi…
kalau kamu ngerasa jadi orang yang ‘nggak seru’,
ingat: kamu tetap penting.
Versimu sendiri, apa adanya.
Dan itu… udah cukup luar biasa.