Loading...
Logo TinLit
Read Story - HABLUR
MENU
About Us  

Every story has a villain. Every villain has a story.

***

"One."

Ketika Lintang menjawab pertanyaannya mengenai harapan hidup orang yang selalu dijaga Ruby, seketika Rimba berulang kali berpikir apa yang bisa dia perbuat untuk cewek itu. 

Berbekal cerita Ruby tentang para algojo, Rimba khawatir kalau nantinya cewek itu mengalami halusinasi auditori. Rimba takut kalau suara-suara yang ditangkap Ruby akan menggema di kepalanya. 

Dengan latar auditory hypersensitivity yang Ruby punya, cewek itu memiliki kemungkinan terguncang lebih besar jika berada di lokasi saat mendengar papanya sekarat. Memikirkan itu membuat Rimba ingin ajak Ruby pergi jauh. Kuping putih yang sangat sensitif itu tidak diinginkannya untuk mendengar raungan EKG atau keriuhan ruang ICU. 

Kemarin, saat Gamal sempat flat line saja, cewek itu benar-benar kaku seperti maneken hidup. Rimba yakin, jika Ruby ada di sana saat sang papa dipanggil Tuhan, cewek itu akan terpukul jiwanya. Rimba khawatir Ruby menderita trauma, nyatanya cewek itu sering mimpi buruk dan mengalami gangguan tidur.

Rimba ingin memberi penjelasan kepada Ruby, tetapi cewek itu keburu mendengar percakapannya dengan Lintang di koridor rumah sakit. Papanya juga sih, kenapa mesti mengomentari tindakannya. Kalau boleh jujur, saat ia melihat Lintang tergopoh-gopoh dan minta dilemparkannya kunci, hati kecilnya berkata bahwa pasien itu adalah Gamal. Dari tatapan mata Lintang, Rimba tahu tebakannya benar. Tapi Rimba hanya berusaha kukuhkan tekat, untuk kebaikan Ruby. Meski pada akhirnya, cewek itu akan memusuhi dia. 

Setelah dua hari tidak masuk, ketika masuk sekolah hari ini, Ruby malah pindah duduk ke tempat paling depan di sebelah pintu. Tempat itu memang kosong, tidak ada yang mau menempati kursi panas incaran mata guru. Cewek itu seperti merelakan diri dikuliti guru daripada berdekatan dengannya. Rimba hanya bisa mendesah pasrah.

"Lemes amat, Mbek. Salah makan apa gimana?" tanya Untung pelan. 

Kalimat itu hanya ditanggapi Rimba dengan dehaman. Ia menatap serong ke arah depan. Posisinya dengan Ruby berada dalam garis diagonal. 

Untung menoleh dan melihat ujung pandangan Rimba. "Oh, kehilangan musuh nih ceritanya?" goda Untung. Cowok itu mulai usil. 

"Diem lo."

"Hasek, gue disuruh diem. Berarti tebakan gue bener. Uhuy!" Padahal Untung cuma asal tebak, tetapi tidak ada penolakan dari Rimba. "Sebenarnya Olive itu cakep, sih. Cuma agak aneh aja gue rasa. Coba kalo dia nggak begitu pen ..." Komentar Untung tertahan karena Rimba sudah membekap mulutnya. 

"Gue bilang diem ya diem!" Bekapan itu baru dibuka Rimba saat Untung berjanji akan diam. 

"Buset, Alas Roban angker," gumam Untung dan langsung menutup mulut karena lirikan tajam Rimba. Dan kondisi itu tidak berubah sampai bel istirahat menyapa, Rimba tetap dalam kondisi diam seperti orang kesurupan.

"Kenapa dia?" bisik Zikra kepada Untung, heran atas kelakuan Rimba beberapa hari ini. 

Untung hanya mengedikkan bahu. "Lagi angker, jangan dideketin. Nyesel nanti lo seumur hidup."

Dua pasang mata mereka mengekori gerak-gerik Rimba. Cowok itu meminjam gitar yang ada di kantin, lalu duduk memetik gitar. Mata Rimba melirik ke kantin sebelah yang hanya bersekat dinding kayu setinggi pinggang. Pandangannya tertancap kepada sosok berambut ikal yang menghadap belakang.

"Patah hati kayaknya," ujar Zikra sangat halus. 

Ucapan itu disetujui Untung. "Hutan bisa jatuh cinta juga ternyata. Gue pikir yang dia tau cuma jadi rangking satu aja."

Dari mulut Rimba sudah keluar lantunan lirik menemani petikan gitarnya. "Bagai langit dan bumi, yang tak pernah sealam. Bagai hitam dan putih, yang tak pernah sewarna. Hanya kita yang merasakannya."

"Dahsyat kayaknya, Bro." Zikra melirik ke Untung, masih mengomentari Rimba.

"Akhir yang sadis, kayaknya." Untung mengangguk setuju.

"Belajar melepaskan dirinya. Walau setengahku bersamanya. Kuyakin kita kan terbiasa. Walau inti jiwa tak terima." Rimba masih bernyanyi, tidak peduli banyak mata memandang ke arahnya. 

Zikra dan Untung berpandangan dan meringis geli. Untuk seorang Rimba yang suka bernyanyi hanya demi lucu-lucuan, tentu lagu barusan terdengar aneh. Rimba yang dikenal di kantin biasanya adalah cowok yang nyanyi lagu nyeleneh. Baru-baru ini Rimba malah mengaransemen ulang lagu Mangu-nya Fourtwnty remix sama Rindu Muhammadku-nya Haddad Alwi, jadi jelas sekali kalau Rimba sedang tidak sehat kali ini. Masa Rimba nyanyi lagu cinta? Apa kabar dunia?

"Bagai air dan api, yang tak pernah senyawa. Bagai timur dan barat, yang tak pernah searah. Belajar melepaskan dirinya. Walau setengahku bersamanya. Kuyakin kita kan terbiasa. Walau inti jiwa tak terima." Tangan Rimba masih saja memetik gitar, tetapi matanya mulai menutup, seperti bernyanyi dengan sepenuh hati lagunya Fourtwnty. "Tak terima... Tak terima... Tak terima... Tak terima..."

"Ya udah, sih. Kalo memang tak diterima, paksa aja." Nyanyian Rimba dipotong Naraya. Cewek itu menyeringai penuh kode. Tatapan cewek itu seolah tahu apa yang menjadi kegamangan Rimba kali ini. "Atau perlu gue juga turun tangan, Mbek?"

"Apaan coba?" Rimba meletakkan gitar lalu meneguk teh botolnya. 

"Lo bisa nipu yang laen tapi nggak bisa nipu gue." Naraya menyunggingkan senyum sebelah khas miliknya. Cewek itu keluar dari kantin Pespel dan berseru memanggil Ruby. Tangannya dilambai ke udara sampai kursi rodanya bergerak-gerak. Tak pernah Rimba sekhawatir ini melihat Ruby berjalan mendekat. 

"Ruby," sapa Naraya ramah. Tangannya menarik tangan Ruby sehingga gadis itu menunduk dan mendengar bisikannya.

Rimba melihat Ruby tersenyum kecil dan mengangguk. Ia juga melihat Naraya mengangsurkan ponsel ke arah Ruby dan muka cewek itu terlihat sedikit kaget. Sebenarnya apa sih yang mereka bicarakan? Rimba merasa tidak nyaman dan mulai menggerakan kakinya.

"Kebelet boker apa gimana, Mbek? Kaki lo tremor?" Untung yang duduk bersama di bangku panjang merasa terganggu. Bangkunya jadi bergoyang-goyang tak henti.

Tatapan Rimba teralih ke Untung. "Lo dari tadi komentar mulu. Bukannya gue nggak denger, ya!"

"Wuih, tinggi voltasenya. Awas, Tung!" Zikra terkekeh.

"Lo juga ya, Zik. Komen mulu dari tadi."

Untung balas tertawai Zikra. "Rasain lo, Zik. Hati-hati disuntik mati."

"Setan!" Setelah memaki Rimba lalu meninggalkan kantin begitu saja, membuat yang lain semakin melongo. Dia mengejar Ruby yang baru keluar dari kantin sebelah, berusaha samakan langkahnya dengan langkah Ruby. "By, kasih gue waktu buat ngomong. Gue dateng ke rumah nggak boleh, telepon nggak diangkat, chat nggak dibalas. Kan kemarin udah janji mau kasih waktu buat gue?"

Ruby menganggap dirinya tidak mendengar Rimba. Toh di malam itu, ia tidak mengiakan permintaan Rimba. 

"By..." Rimba berusaha meraih jemari Ruby. Namun, tangan itu dengan cepat membuat gerakan berkelit. Kejadian itu menjadi tontonan banyak orang, tetapi Rimba tidak peduli. Ia masih saja berusaha mengejar Ruby. Cewek itu lalu masuk ke toilet perempuan, membuat Rimba tidak mampu mengejarnya lebih jauh. 

"Berantem sama pacarnya, Rim?" tanya seseorang. Rimba tidak menjawab. Ia berdecak keras, sembunyikan kekesalan. Harus bagaimana lagi agar Ruby mau mendengar penjelasannya? Rimba tahu dia salah, tapi Rimba punya alasan. Dia sudah pertimbangkan matang-matang sebelum melakukan itu. Semata-mata demi kebaikan Ruby. Cewek itu tidak mau mengerti. Dasar cewek dan semua sifat tidak mau kalahnya!

Rimba kembali ke kelas, duduk di bangku Ruby. Tanpa tahu bahwa sosok yang barusan bertanya adalah reporter Buletin Online Sekolah.

***

Kehilangan itu masih ada dan terasa, membuat konsentrasi belajar Ruby hilang. Pikirannya makin carut-marut. Padahal ia harus belajar, Senin sudah mulai UAS dan materi belum ada yang menyangkut di otaknya. 

Ruby meraih ponsel, mematikan data selular dan mulai menghidupkan perekam. Ia baca materi kuat-kuat dan berulang-ulang, lalu mengulang kembali tanpa melihat buku. Begitu terus sampai satu bab habis, diikuti bab lainnya. Biologi adalah pelajaran tersusah baginya, terlalu banyak hapalan, berbeda dengan matematika atau fisika. Sebenarnya bahasa Indonesia juga banyak hapalan, tetapi pengajarnya mampu menerangkan dengan baik, membuat skema dengan poin-poin. Hal itu membuat Ruby mudah mengerti pelajaran tersebut. 

Ruby tidak menyesal pindah ke depan. Ia semakin rajin belajar walaupun sekadar berjaga-jaga agar bisa menjawab pertanyaan guru. Duduk di depan juga membuat suara guru terdengar lebih keras meski cicitan miliknya Bu Hartini.

Ya, Ruby sadar ia tidak boleh menyalahkan Bu Hartini dan cara mengajarnya. Yang bisa ia lakukan adalah memperbaiki cara belajarnya. Mungkin benar kata Rimba, untuk orang sepertinya media suara adalah cara paling mudah untuknya menangkap semua materi. 

Rimba lagi, Rimba lagi. Ruby berjalan mondar-mandir di rumah dengan mulut berkomat-kamit menghapal materi. Setiap kali ia mengingat cowok itu, setiap kali merasa sedih, setiap kali merasa sendiri, yang Ruby lakukan adalah membuka buku biologi dan membaca kencang-kencang. Tidak peduli suara menjadi serak atau pita suara rusak, Ruby gunakan dorongan negatif itu untuk mengejar materi biologi yang belum dipahaminya. 

Ketakutannya akan biologi tidak lagi membuatnya tertekan, malah tertantang harus dikalahkan. Demi papa dan mama yang ada di atas sana. Ruby ingin membuat mereka bangga, meski tidak pernah dituntut menjadi yang terbaik. Ia melakukannya dengan sukarela dan berharap hasilnya juga lebih baik dari biasanya.

***

Ujian Akhir Semester yang sudah berjalan beberapa hari memang membuat sesak siswa. Mereka yang belum memahami materi dengan baik akan mati-matian mengejar ketertinggalan. Selain memikirkan materi yang banyak dan mendesak seperti penuhnya penumpang KRL, ada hal lain yang selalu mengganggu Ruby. Siapa lagi kalau bukan Rimba? Cowok itu selalu menghampiri dan memintanya untuk dengarkan penjelasan.

Di lain pihak, Ruby merasa kalau banyak tatapan dengki mengarah kepadanya. Menilai seolah-olah bahwa dirinya adalah cewek angkuh yang menolak didekati Rimba. Padahal hampir semua cewek di sekolah malah menginginkan berada di posisi Ruby tersebut. Ya, siapa sih yang bisa nolak pesona sang Peringkat Satu Paralel itu? Apalagi berita yang dimuat Buletin Online Sekolah kemarin memakai judul yang dilebih-lebihkan, membuat orang salah menilai kedekatannya dengan Rimba. 

Memikirkan hal ini membuat konsentrasi Ruby terganggu saja. Ia menggaruk kepalanya memakai pensil. Kenapa Rimba nggak bikin konfrensi pers saja sekalian? Terangkan ke orang-orang kalau hubungan antara cowok itu dan dirinya hanyalah gosip. Ruby mendengkus dan kembali meneliti jawabannya dari awal. Ketika dirasa sudah cukup dan tidak ada kesalahan, ia lantas mengumpulkannya ke pengawas dan beranjak ke toilet sekolah.

"By..." 

Rimba sudah ada di depan ruang kelas 12 IPS-1 yang dipakai untuk UAS. Astaga, harusnya dia minta diajari Pluto caranya menghilang! 

"Sekali aja dengerin gue. Habis itu lo mau nggak dengerin gue lagi juga nggak masalah."

Ruby menggeleng dan membalikkan kata-kata cowok itu dahulu, "Lo sendiri yang bilang 'just hear what you wanna hear' dan sekarang gue lagi nggak mau denger lo."

"By...," panggil Rimba yang bahkan tidak peduli menjadi tontonan di koridor lagi.

"Iya, Abang sayang. Kenapa manggil-manggil Adek?" Untung yang tadi di belakang Rimba lalu maju sejajar, sedangkan Ruby langsung menjauh. "Ada apaan sih lo berdua? Kayaknya ngenes banget."

Zikra yang tertawa melihat Untung dan Rimba lantas menyelinap di antara kedua orang itu dan bernyanyi Mangu yang biasanya diplesetkan Rimba, "Cerita kita sulit dicerna, tak lagi sama cara berdoa. Cerita kita sulit diterka, tak lagi sama arah kiblatnya..."

"Jangan salahkan pahamku kini tertuju, Ooh..." Nanda lalu mendahului yang lain, menjulurkan tangan ke belakang Ruby seolah berkata dengan cewek itu.

Diledek sedemikian rupa membuat Rimba akan kembali mengumpat teman-temannya. "Anj...."

Tapi sebelum itu, kor tiga temannya lebih dahulu memotong Rimba. "Siapa yang cinta pada nabinya, pasti bahagia dalam hidupnya."

Rimba hanya bisa menahan kesal dan kegeraman sepanjang berjalan di koridor menuju ke kantin. Ejekan yang ada diabaikannya. Ternyata lelah sekali berusaha untuk orang yang bahkan tidak mau mendengarkannya. Rimba menghela napas panjang dan duduk di kursi kantin.

Mira datang di kantin dengan terengah-engah. Cewek itu sepertinya dari berlari menuju kantin. "Mbek... Mbek... Urgent! Ruby ...." Lantas Mira terdiam dan mengambil oksigen di udara. "... dilabrak Cleo!"

Untung langsung melompat dari kursi. Cowok itu menunggu pergerakan cepat Rimba, tetapi Rimba hanya cuek atas aduan Mira. "Mbek, tunggu apa lagi? Kemon! Lo selamatin Ruby, gue selamatin Cleo."

Kepala Untung ditoyor Zikra. "Itu sih mau lo, 'kang modus!" 

Sambil mengelus kepalanya, Untung membela diri. "Bukan gitu, ini demi perdamaian bangsa-bangsa. Agar dunia ini utuh dalam damai."

Yang lain terkekeh mendengar alasan dibuat-buat Untung. "Nggak usah banyak banget kalimat, Tung. Ini bukan esai."

Kalimat itu lantas dibalas lagi sama yang lainnya, tetapi Rimba tetap bergeming.

"Seriusan, Mbek! Lo nggak ke sana?" Mira bertanya lagi. Tanpa Rimba tahu, Mira memang sengaja tidak ikut campur dan memilih beritahu kepada Rimba agar hal yang terjadi antara Rimba dan Ruby menjadi 'clear'.

"Biarin ajalah, Ruby kan bisa bela diri," sahut Rimba pelan. Ia tahu kehadirannya tidak akan digubris oleh Ruby.

"Whoa. Serius?" seru Untung tak percaya. "Syukurnya, waktu digangguin lo dulu dia nggak patahin tulang rusuk lo. Kalo sampe kejadian, nggak kebayang deh, Rimba bakal jadi pasien di rumah sakit sendiri."

"Hah, iya?" timpal yang lain. "Nggak nyangka ya Ruby yang kurus begitu bisa bela diri. Tapi kok diem aja waktu dulu digangguin Mbek?"

"Baik hati dia mah," sahut Zikra.

"Atau sayang sama Akang Rimba," timpal Nanda.

"Udah dulu lo semua ngebacot!" Mira masih menampakkan muka khawatir. "Mbek, gue nggak main-main. Gue liat Cleo bawa cutter!"

***

"Sini lo!" Seseorang menariknya ketika ia keluar dari toilet. Terlihat dengan jelas ketidaksukaan di muka itu terarah ke Ruby. Ia hanya menatap cewek itu sambil menaikkan sebelah alis. Cleopatra berkacak pinggang di depannya dengan ekspresi sangat marah. "Lo tau kan gue siapa?" tanya Cleopatra membuka percakapan.

Sebuah basa-basi yang tidak bernilai tinggi itu membuat Ruby terusik. "Kenapa?"

"Lo itu sebenernya ada hubungan apa sama Rimba?" Cleopatra menatap matanya, seolah mau mengirimkan serangan supernatural dari pupil yang melebar.

Rimba lagi, Rimba lagi. Ruby mendengkus kesal. "Kenapa lo nggak tanya aja sama orangnya langsung?" jawab Ruby sambil memutar langkah. Ia terganggu jika berurusan dengan nama itu. Sungguh Ruby ingin konsentrasi penuh untuk UAS kali ini.

Melihat Ruby tidak menanggapi dan hendak menjauh, Cleopatra makin berang. "Heh, gembel! Jangan sok kecakepan! Lo tuh harusnya tau diri. Lo tuh nggak setara sama Rimba! Jauhin dia!"

Ruby berhenti dan kembali berbalik, diberikannya senyum segaris guna menanggapi kalimat itu. "Iya, gue emang nggak setara. Jadi bagusnya lo bilang sama orang yang lo maksud itu buat jauhin gue. Karena jujur, gue sangat terganggu dengan dia." 

"Lo emang nggak tau diri!" bentak Cleopatra diiringi deringan bel masuk. 

Ruby kembali menampilkan senyum datarnya dan berbalik menuju kelas. Tidak ada gunanya meladeni Cleopatra.  Toh, semua karena Rimba. Saat terakhir papa yang dilewatinya, gosip hangat tentangnya dan labrakan Cleopatra. Semua ini karena satu orang yang bernama Belantara Rimba. 

Ruby tidak tahu apa yang terjadi di belakangnya. Ia hanya mendengar suara empasan barang jatuh lantas kembali menoleh. Di luar dugaannya, kali ini ada Rimba. Cowok itu terlihat sedang merangkul Cleopatra dari belakang dan membisiki sesuatu. Tangan Rimba menarik Cleopatra untuk menjauh darinya.

Dalam keterdiaman, Ruby sempat melihat senyum aneh di muka Cleopatra tadi. Sunggingan kemenangan tersirat di sana, seperti ratu Mesir yang memenangkan hati penguasa Romawi. Sumpah, ekspresi itu mengesalkan sekali. Bukankah harusnya Rimba membela dia? 

Adegan tadi terlalu manis di mata Ruby, membuatnya tak berkedip sampai dua sosok tersebut hilang. Oh, jadi Cleopatra itu pacarnya Rimba? Ruby merutuk dalam hati. Kenapa dia tidak tahu kalau antara Rimba dan Cleopatra ada hubungan khusus? Pantas cewek itu mengamuk sedemikian rupa. 

Ruby menghela napas dalam dan berulang kali mengusap dada. Tidak mudah mengenyahkan kalimat 'Anything for you, Princess' yang selalu ada di kepalanya.

Princess apaan? Princess yang bisa dibohong-bohongin melulu?! 

Dasar pembual! Ruby mendecak gusar.

***

Pembual

Sama seperti aksara, kalimat tak kalah tajam

Menghunjam

Menusuk

Menikam

 

Menerbangkan ke awang-awang

Mengempas jatuh ke jurang

 

Sama seperti keledai, perasaan acap kali dungu

Menunggu

Mengharap

Meragu

 

Mati saja sudah, dibungkam resah

Mati saja sudah, kebanyakan gundah

Makan itu cinta dan bualan-bualannya!

—Mirah Delima—

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
SarangHaerang
2215      900     9     
Romance
(Sudah Terbit, sebentar lagi ada di toko buku dekat rumahmu) Kecelakaan yang menimpa saudara kembarnya membuat Hae-rang harus menyamar menjadi cewek. Awalnya dia hanya ingin memastikan Sa-rang menerima beasiswanya, akan tetapi buku harian milik Sa-rang serta teror bunga yang terjadi memberikan petunjuk lain kalau apa yang menimpa adiknya bukan kecelakaan. Kecurigaan mengarah pada Da-ra. Berb...
selamatkan rahma!
464      318     0     
Short Story
kisah lika liku conta pein dan rahma dan penyelamatan rahma dari musuh pein
No Longer the Same
353      261     1     
True Story
Sejak ibunya pergi, dunia Hafa terasa runtuh pelan-pelan. Rumah yang dulu hangat dan penuh tawa kini hanya menyisakan gema langkah yang dingin. Ayah tirinya membawa perempuan lain ke dalam rumah, seolah menghapus jejak kenangan yang pernah hidup bersama ibunya yang wafat karena kanker. Kakak dan abang yang dulu ia andalkan kini sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan ayah kandungnya terlalu jauh ...
Bilang Pada Lou, Aku Ingin Dia Mati
1005      554     4     
Horror
Lou harus mati. Pokoknya Lou harus mati. Kalo bisa secepatnya!! Aku benci Lou Gara-gara Lou, aku dikucilkan Gara-gara Lou, aku dianggap sampah Gara-gara Lou, aku gagal Gara-gara Lou, aku depression Gara-gara Lou, aku nyaris bunuh diri Semua gara-gara Lou. Dan... Doaku cuma satu: Aku Ingin Lou mati dengan cara mengenaskan; kelindas truk, dibacok orang, terkena peluru nyasar, ketimp...
Behind The Spotlight
3259      1597     621     
Inspirational
Meskipun memiliki suara indah warisan dari almarhum sang ayah, Alan tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penyanyi, apalagi center dalam sebuah pertunjukan. Drum adalah dunianya karena sejak kecil Alan dan drum tak terpisahkan. Dalam setiap hentak pun dentumannya, dia menumpahkan semua perasaan yang tak dapat disuarakan. Dilibatkan dalam sebuah penciptaan mahakarya tanpa terlihat jelas pun ...
Akhir SMA ( Cerita, Cinta, Cita-Cita )
1862      958     1     
Romance
Akhir SMA yang tidak pernah terbayangkan dalam pikiran seorang cewek bernama Shevia Andriana. Di saat masa-masa terakhirnya, dia baru mendapatkan peristiwa yang dapat mengubah hidupnya. Ada banyak cerita terukir indah di ingatan. Ada satu cinta yang memenuhi hatinya. Dan tidak luput jika, cita-cita yang selama ini menjadi tujuannya..
I'il Find You, LOVE
6139      1675     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
Hello, Me (30)
19271      942     6     
Inspirational
Di usia tiga puluh tahun, Nara berhenti sejenak. Bukan karena lelah berjalan, tapi karena tak lagi tahu ke mana arah pulang. Mimpinya pernah besar, tapi dunia memeluknya dengan sunyi: gagal ini, tertunda itu, diam-diam lupa bagaimana rasanya menjadi diri sendiri, dan kehilangan arah di jalan yang katanya "dewasa". Hingga sebuah jurnal lama membuka kembali pintu kecil dalam dirinya yang pern...
Langkah yang Tak Diizinkan
167      139     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
The Presidents Savior
9650      2111     16     
Action
Semua remaja berbahaya! Namun bahaya yang sering mereka hadapi berputar di masalah membuat onar di sekolah, masuk perkumpulan tidak jelas yang sok keren atau berkelahi dengan sesama remaja lainnya demi merebutkan cinta monyet. Bahaya yang Diana hadapi tentu berbeda karena ia bukan sembarang remaja. Karena ia adalah putri tunggal presiden dan Diana akan menjaga nama baik ayahnya, meskipun seten...