“Wahai Dzat Yang Maha Agung, terima kasih sudah mengabulkan doa-doa hamba. Semudah itu bagi-Mu membolak-balikkan hati kami. Engkau yang tidak akan pernah ingkar, kepada-Mu hamba selalu berpasrah.
“Wahai Dzat Yang Maha Perkasa, tidak ada yang lebih baik dari perlindungan-Mu. Tidak ada tempat yang lebih hangat dari pelukan-Mu. Tidak ada rasa yang lebih indah daripada mencintai-Mu. Sungguh, hamba terlalu banyak mengeluh dan mungkin jauh dari rasa syukur. Jadikanlah anak-anak hamba orang-orang yang selalu berpegang teguh pada ajaran-Mu. Bimbinglah mereka agar selalu berjalan di jalan yang lurus lagi benar.
“Rabb, tempatkan kami di tempat-tempat yang baik. Kumpulkanlah kami dengan orang-orang baik agar kami menjadi pribadi yang juga baik. Hindarkanlah kami dari keburukan-keburukan dan hindarkanlah kami dari menjadi keburukan bagi orang lain.
“Kami yang tidak berdaya. Kami yang mudah terombang-ambing dalam duka dan dilema. Kami yang seringkali terperdaya oleh prasangka. Sementara Engkau Maha Mengetahui segalanya. Berilah kami petunjuk-Mu agar kami jauh dan terhindar dari buruknya nestapa. Aamiin.”
-***-
Latifa sudah siap ke pengajian. Gamis hitam berpayet di bagian dada dan lingkaran tangan dengan hijab hitam polos mempercantik tampilannya. Tas tangan berisi mukena dan mushaf mini tidak ketinggalan.
Begitu membuka pintu dan mendapati berdiri Medina di depannya, Latifa sempat terkejut. Dalam hatinya perempuan itu mengucap hamdalah. Rasa syukur yang tak bertepi.
"Barusan mau aku panggil," kata Medina. Cewek itu tersenyum cerah. "Ayo, Ma! Nanti kita telat."
Latifa mengangguk. Senyum lebar mempermanis wajah tanpa sapuan makeup berlebih itu. "Mbak Santi mana?"
"Lagi manasin di mobil."
Latifa mengangguk lantas menutup pintu kamarnya.
"Mama cantik banget!" Pujian Medina membuat pipi sang ibu bersemu.
"Medina jauh lebih cantik," balas Latifa tanpa suara, hanya isyarat tangan saja.
"Ah, Mama mujinya bisa banget. Sini pegangin aku, takut aku terbang." Medina menggandeng tangan Latifa.
Tawa lirih keluar dari mulut Latifa. Senyumnya kian lebar tersungging. Hari ini bukan kali pertama Medina ikut ke pengajian, tapi bahagia yang dia rasakan selalu seperti yang perdana dia rasakan.
Sepanjang jalan menuju Masjid Daarut Taqwa, tempat kajian itu dilaksanakan mobil mereka riuh oleh celotehan Medina juga Santi. Tebersit kesedihan di hati kecil Latifa karena tidak bisa mengimbangi keributan yang anak-anaknya ciptakan. Namun, istighfar terlontar tanpa kata. Dalam diamnya, perempuan itu terus melanjutkan doa untuk kedua buah hatinya.
"Habis dari kajian, kita makan siang bareng Papa dan Tante Za, kan, Ma?"
Latifa mengangguk.
"Ah, nggak sabar banget ketemu sama Arkhan," celetuk Medina lagi.
Hal lain yang disyukuri Latifa, Medina dan Santi akhirnya menerima kehadiran Zarina beserta anak-anaknya. Dia memang sakit hati atas pengkhianatan mantan suaminya, tapi tidak ada alasan bagi Latifa membiarkan anak-anaknya membenci sang ayah. Dia hanya ingin fokus menatap diri dan menatap masa depan dengan rasa syukur dan optimisme tinggi.
Apalagi yang dia inginkan? Semua sudah Allah cukupkan. Mungkin segala hal tidak berjalan sesuai kemauannya. Namun, dia belajar dan percaya bahwa ini hidup terbaik pemberian Tuhannya.