Loading...
Logo TinLit
Read Story - Finding My Way
MENU
About Us  

Medina kembali menjalani hari-hari sibuknya sebagai pelajar. Kali ini dia tidak lagi ingin berbuat macam-macam. Cukup belajar dan beribadah. Kesenangan masa muda yang pernah menjadi impiannya terlupakan begitu saja. Kabar tentang Zean pun tidak lagi menarik minatnya. Sayangnya baru beberapa waktu berkumpul lagi dengan teman-temannya, kabar duka menyambangi mereka.

 

“Aku turut berduka, Mpit. Nenek sudah nggak sakit lagi sekarang. Insyaallah, beliau husnul khotimah.”

 

Fitri membiarkan Medina memeluk dirinya. Di depan tanah basah bertabur bunga dengan nisan kayu bertuliskan Musriah Hasani binti Hasan Zulkifli mereka berbaikan. Tangis yang semula Fitri tahan pun pecah saat Medina membisikkan permohonan maaf di telinganya.

 

Please, jangan nangis. Apalagi kalau itu karena aku,” pinta Medina.

 

Berlagak melucu di tengah suasana hati yang babak belur oleh duka, Fitri berucap, “Sudah tau gendut, kaki mungilku kamu injak. Sakit, tau!”

 

Medina melihat ke bawah. Ujung kakinya hanya menyapa ujung kaki Fitri, bukan menindih. “Lagi berkabung, masih sempat-sempatnya ngelawak!” tegurnya gemas.

 

Life must go on. Isn’t it, Mbul? Yang datang pasti akan pergi. Yang lahir pasti akan bertemu ajal suatu saat nanti,” kata Fitri sok tegar, padahal air matanya jatuh berurai menganak sungai. Kedengarannya saja dia baik-baik saja, padahal hatinya rapuh luar biasa.

 

“Kalau perlu bantuan, aku siap—”

 

Fitri menyela, “Ngerecok.”

 

Medina mendengus. Habis sudah sabarnya. Daripada mendengar ocehan Fitri yang semakin melantur, lebih baik dia pamit pulang.

 

“Mbul!” panggil Fitri sebelum Medina melangkah terlalu jauh. “Terima kasih kembali.” 

 

Ada banyak kata yang masih ingin Fitri ucap, pun cerita yang ingin dia bagi. Termasuk tentang sosok Zean yang dia kenal secara tidak sengaja saat mengunjungi ibunya di rumah sakit. Entah Medina masih peduli tentang cowok itu atau tidak.

 

Cara Zean memperlakukan mamanya sangat tidak sopan. Mama cowok itu bekerja sebagai perawat, salah satu yang cukup akrab di ingatan Fitri. Tidak sekali dua kali Zean membentak mamanya karena keinginannya meminta uang tidak diberi. Menjadi tontonan bagi pasien rumah sakit jiwa mungkin tidak masalah, tapi bagi keluarga pasien dan teman sejawat pasti sangat memalukan.

 

Tanpa disadari, Zean membawa pengaruh sangat buruk bagi Medina. Fitri senang akhirnya Medina tidak lagi dekat dengan cowok badung itu.

 

-***-

 

Dari Arwa, teman-temannya tahu kalau selama ini Fitri tinggal hanya berdua dengan neneknya. Paman yang selama ini membiayainya tinggal di luar kota. 

 

“Memangnya orang tuanya ke mana?” Zaid bertanya. Apa yang menimpa Fitri turut membuat hatinya dilanda kesedihan. Sebagai teman—walaupun baru saling mengenal—dia terbilang cukup akrab dengan gadis itu. Bukan karena genit, tapi pembawaan Fitri yang hangat dan ceria seringkali menularkan hawa positif ke semua orang yang mengenalnya.

 

“Kalau itu aku nggak bisa bilang.” Arwa menutup ceritanya. Tidak ada yang berkomentar atau menderanya dengan pertanyaan lagi. Mereka tahu Arwa paling anti buka suara untuk sesuatu yang sifatnya pribadi. Yang berkaitan dengan dirinya saja Arwa sering diam-diam menghanyutkan, apalagi jika itu berhubungan dengan orang lain yang menaruh kepercayaan penuh padanya.

 

“Dorami fa sol la si, cerita sama kita-kita soal pengalaman ketemu dan diwawancara Pak Polisi, dong!” todong Zaid. Panggilannya untuk Medina belakangan berubah. Berubah dengan sedikit penyesuaian, walau tetap tidak terdeteksi maksudnya.

 

Meski tidak sampai satu hari, kabar Medina yang mendekam di balik jeruji besi sudah menyebar ke seantero sekolah. Mendadak terkenal, Medina seringkali mendapat ledekan. Namun, kali ini dia menolak mentah-mentah di-bully. Dia menanggapi cemooh yang datang dengan senyuman dan kepala dingin. Pengalaman memang guru terbaik dalam kehidupan, kan?

 

Sudah cukup Medina melalui masa SMP penuh tekanan. Dia begitu karena tidak berani melawan. Dia pasrah diperlakukan seburuk apa pun. Namun, berbeda dengan masa kini. Medina tidak akan membiarkan siapa pun mengusik dirinya. Tidak ada lagi yang boleh menginjak harga dirinya.

 

Sekarang Medina sering bertemu Luthfi. Mereka menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Mereka juga makin sering bicara dari hati ke hati. Medina menceritakan pengalaman traumatisnya semasa SMP. Kejadian buruk yang mencetuskan kebencian Medina pada mamanya. 

 

“Mama sudah sangat keras memaksakan diri menerima kekurangannya. Kalau bukan kita yang membesarkan hatinya, lalu siapa lagi? Nggak ada yang mau terlahir seperti Mama. Cacat itu komentar kejam buatan manusia sok sempurna yang nggak peduli kalau perbuatannya melukai bahkan menghancurkan hati sesama. Bukankah Allah menciptakan makhluk-Nya dengan sebaik-baik penciptaan?” Begitu yang Luthfi bilang. Rasanya sebutan Anak si Gagu, Bobi alias Bocah si Bisu dan sebutan buruk lainnya tidak lebih menyakitkan daripada yang Mama alami sendiri.

 

“Kalau mau bengong, pergi ke jamban sana!” ketus Zaid karena merasa diabaikan.

 

“Ke jamban bukan buat bengong, Sapu Lidi!”

 

“Jadi buat apa dong, Tutup Panci?”

 

“Noh, Arwa paling paham! Ke jamban buat cari inspirasi, kan, Wa?” 

 

“Bukannya buat buang sial?”

 

Arwa menggaruk pelipis, kebingungan memberi jawaban. Soalnya, jawaban yang benar versi Zaid dan Qiqi seringkali di luar nalar. Dengarkan saja cara Zaid dan Qiqi saling memanggil. Selalu dengan nama-nama aneh dan terus berubah mengikuti harga emas antam dan saham di pasar modal.

 

Di tengah perdebatan Zaid dan Qiqi yang tidak kunjung menemukan ujung pangkal, Medina berdeham untuk menarik perhatian. “Teman-teman, kayaknya aku belum minta maaf secara langsung sama kalian. Berhari-hari ini aku terus kepikiran hal itu dan bikin aku nggak nyaman.” Medina menunduk canggung. Sambil memilin jari, Medina memutar otak untuk merangkai permohonan maaf yang elegan dan baik. Meskipun dia sendiri tidak tahu seperti apa permohonan maaf yang elegan dan baik itu.

 

“So?” Qiqi menunggu kelanjutan ucapan Medina.

 

Menunduk dengan tubuh sedikit membungkuk, Medina memohon maaf atas semua kesalahannya. Bukan hanya atas kata-kata kasar yang telanjur terlempar, tetapi juga atas semua kelakuan buruknya.

 

“Iya, sudah kita maafin, kok, Mbul. Dari jauh hari juga sudah dimaafin.” Cessa sebagai perwakilan Qiqi, Arwa, Fitri juga Zaid, menyambut dengan senang hati permohonan maaf Medina. “Kita-kita juga minta maaf, ya, Mbul. Kemarin-kemarin kami terlalu keras menekan kamu. Nasihat yang tadinya berawal dari niat baik, malah disalahartikan karena penyampaian kami yang buruk.”

 

“Terus gimana …?” Lagi-lagi Qiqi bertanya.

 

“Kita mulai dari nol, ya, teman-teman.” Untuk ke sekian kalinya juga Zaid yang menyahut. Adu mulut pun lagi-lagi tidak terelakkan. Sepasang teman yang memiliki pertalian darah itu pun kembali saling serang dengan sebutan-sebutan absurd.

 

“Daripada lihat mereka ribut terus, mending kita ke musala aja, yuk!” Medina memberi solusi.

 

“Cieee, yang sekarang mainnya di musala.” Zaid dan Qiqi bersamaan. Heran, kalau untuk urusan meledek, mereka satu jiwa, satu suara.

 

Hari kemarin boleh buruk, tapi hari ini harus lebih baik. Bahagia itu bukan dicari, tapi diusahakan sendiri. Tidak perlu merisaukan pendapat orang lain yang cuma berisi keburukan. Teman yang baik saling menasihati, bukan saling serang dengan kata tajam yang menyakiti hati. 

 

Alhamdulilah. Medina bersyukur memiliki teman-teman yang superbaik. Di saat mungkin orang lain tidak lagi acuh setelah dicerca, teman-temannya justru berupaya untuk terus menariknya dari jurang yang berujung nestapa dan sesal yang tak berkesudahan.

 

Senyum Medina merekah melihat derai tawa teman-temannya. Dia lega Allah masih memberinya kesempatan pulang. Berkat doa Mama. Dia … Mama! Dia … yang doanya tidak akan tertolak, yang doanya menembus langit bahkan mengguncang Arsy-Nya. Dengan kesabaran seluas samudera, keyakinan sekokoh karang, terus memohonkan segala kebaikan untuk buah hati tercinta.

 

Saat menunggu waktu Asar, Medina mendengar lantunan ayat itu lagi. 

 

“Wa, kamu tau ini surat apa?” Tanpa rasa malu, Medina bertanya. Prinsipnya sekarang, malu bertanya, bodoh selamanya.

 

“Ar-Rahman.”

 

“Kalau ayat yang tadi, kamu tau artinya nggak? Aku dengar, ayatnya terus diulang-ulang.”

 

Dengan mantap Arwa mengangguk. “Yup! Tepatnya sebanyak tiga puluh satu kali. Artinya, Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan.” 

 

Mata Medina berkabut. Ayat itu benar-benar tamparan baginya. Allah dengan cara-Nya yang ajaib menyadarkan Medina dari segala kesalahannya. Punya orang tua yang penyabar dan penyayang, teman-teman yang baik dan mengajak untuk saling berbuat kebaikan, Medina malah sibuk mencari dunia yang memberi kesenangan semu. 

 

Nikmat mana lagi yang akan kamu dustakan, Medina?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Transmigrasi ke raga bumil
347      216     2     
Fantasy
Azela Jovanka adalah seorang gadis SMA yang tiba-tiba mengalami kejadian di luar nalar yaitu mengalami perpindahan jiwa dan menempati tubuh seorang Wanita hamil.
Of Girls and Glory
4371      1723     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
Sweet Seventeen
1876      1090     4     
Romance
Karianna Grizelle, mantan artis cilik yang jadi selebgram dengan followers jutaan di usia 17 tahun. Karianna harus menyeimbangkan antara sekolah dan karier. Di satu sisi, Anna ingin melewati masa remaja seperti remaja normal lainnya, tapi sang ibu sekaligus manajernya terus menyuruhnya bekerja agar bisa menjadi aktris ternama. Untung ada Ansel, sahabat sejak kecil yang selalu menemani dan membuat...
Perahu Jumpa
392      311     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...
BestfriEND
59      52     1     
True Story
Di tengah hedonisme kampus yang terasa asing, Iara Deanara memilih teguh pada kesederhanaannya. Berbekal mental kuat sejak sekolah. Dia tak gentar menghadapi perundungan dari teman kampusnya, Frada. Iara yakin, tanpa polesan makeup dan penampilan mewah. Dia akan menemukan orang tulus yang menerima hatinya. Keyakinannya bersemi saat bersahabat dengan Dea dan menjalin kasih dengan Emil, cowok b...
Behind Friendship
4708      1362     9     
Romance
Lo harus siap kalau rasa sahabat ini bermetamorfosis jadi cinta. "Kalau gue cinta sama lo? Gue salah? Mencintai seseorang itu kan hak masing masing orang. Termasuk gue yang sekarang cinta sama lo," Tiga cowok most wanted dan dua cewek receh yang tergabung dalam sebuah squad bernama Squad Delight. Sudah menjadi hal biasa jika kakak kelas atau teman seangkatannya meminta nomor pon...
A & O
1695      804     2     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...
Sebelah Hati
1605      878     0     
Romance
Sudah bertahun-tahun Kanaya memendam perasaan pada Praja. Sejak masih berseragam biru-putih, hingga kini, yah sudah terlalu lama berkubang dengan penantian yang tak tentu. Kini saat Praja tiba-tiba muncul, membutuhkan bantuan Kanaya, akankah Kanaya kembali membuka hatinya yang sudah babak belur oleh perasaan bertepuk sebelah tangannya pada Praja?
Metanoia
63      54     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
Lingkaran Ilusi
10332      2215     7     
Romance
Clarissa tidak pernah menyangka bahwa pertemuannya dengan Firza Juniandar akan membawanya pada jalinan kisah yang cukup rumit. Pemuda bermata gelap tersebut berhasil membuatnya tertarik hanya dalam hitungan detik. Tetapi saat ia mulai jatuh cinta, pemuda bernama Brama Juniandar hadir dan menghancurkan semuanya. Brama hadir dengan sikapnya yang kasar dan menyebalkan. Awalnya Clarissa begitu memben...