Loading...
Logo TinLit
Read Story - SONGS OF YESTERDAY
MENU
About Us  

"Tiga kali aku kembali, menenun waktu dengan jemari berdarah. Namun, setiap pertemuan adalah luka yang tak pernah sembuh."

(Balada Negeri Selatan, Konig Valtherin, Bab II: Pulau Nevervale dan Nyanyian Hari Lalu, hlm. 50. Sebagian teks telah diartikan dalam bahasa modern)

*****

"Lari yang kencang, Mol!"

Malam terasa lebih gelap dari biasanya, seolah ikut menarik napas atas pelarian Molly dan Hugo. Mereka tak berhasil menyelinap pergi dengan sembunyi-sembunyi dan kini keduanya berlari tanpa henti, derap langkahnya menggema dalam jalanan batu desa yang licin. Dari kejauhan, teriakan para prajurit semakin terdengar. Akan tetapi, keduanya tak sekalipun melambat.

"Jangan berhenti!" teriak Hugo seraya menutup tudungnya.

Molly mengangguk tanpa menoleh, tubuhnya bergerak lebih cepat dan ringan tanpa dikiranya.

Kini keduanya tiba di jalan utama pusat pasar. Hugo berbelok tajam ke kiri, membuat Molly terkejut dan memilih untuk berlari lurus. Keduanya sempat terpisah, tapi pikiran mereka terhubung dalam keheningan dan ketegangan. Perempuan berambut emas itu menemukan gang tak jauh dari gang pertama, dan dia berbelok mengekori sepupunya.

"Bagus, Mol!" Hugo menepuk punggung Molly.

"Di sini penjahatnya!" teriak salah seorang prajurit yang berhenti di ujung gang.

"Sial." Molly mengumpat, berlari lebih dulu, diikuti Hugo di belakangnya.

Keduanya melanjutkan pelarian, langkah kaki mereka mengisi kesunyian malam yang penuh ancaman. Jantung Molly bertalu-talu, mendapati para prajurit yang telah berada tak jauh di belakang mereka.

"Berhenti! Penjahat!" teriak salah seorang prajurit seraya meniupkan peluit, memanggil prajurit lain yang tengah melakukan patroli.

Mendadak, setiap sudut gang yang mereka lewati semakin menyempit, seolah dunia menekan mereka, menghalangi pelarian mereka. Molly terkesiap saat seorang prajurit tak sengaja melihatnya.

"Ke kanan!" Hugo memerintah, yang langsung dipatuhi oleh Molly.

"Sialan!" Molly mengumpat seraya berlari lebih kencang. Ia sengaja merobek roknya untuk membuatnya lebih sigap berlari. Berbeda dengan dirinya yang dulu, Molly kini lebih gesit. Langkahnya lebih ringan, lebih cepat, seakan menyatu dengan angin.

Molly kembali dikejutkan dengan prajurit yang menyadari keberadaan mereka. Ia kemudian mengambil jalan ke kiri, mengikuti perintah Hugo selanjutnya. Matanya memandang horor jalanan. Dengan obor-obor yang menyala pada tiap rumah dan lampu yang menyala terang, bisa dipastikan para prajurit akan mengetahui posisi mereka.

"Hugo!" Molly berteriak di antara napasnya yang tersengal, menunjuk ke arah cahaya di depan.

"Ya, ya." Hugo mengimbangi langkah kaki sepupunya. Lantas mengeluarkan tangan kanannya, mengayunkannya seraya menjentikkan jarinya. Seketika itu, seluruh api dan pencahayaan di jalan padam dalam hitungan detik.

"Lakukan lagi!" Molly berseru saat mereka berbelok tajam, melintasi gang yang lebih sempit.

Hugo mengayunkan tangan kanannya lagi, menjentikkan jarinya untuk kedua kalinya, memadamkan penerangan pada jalan itu. Mereka menyelinap melintasi setiap bayangan kegelapan, langkah kaki mereka bersatu padu dengan debaran jantung.

"Jangan sampai lolos!" teriak prajurit yang ada di belakang mereka.

Dari belakang, seorang prajurit mengambil sebongkah batu dan melemparkan ke arah kaki Molly. Batu itu meledak. Refleks, perempuan berambut emas itu melompat ke samping dan bergulung ke depan. Lantas berdiri melanjutkan pelariannya. Satu kerikil yang meledak berhasil menggores pipinya, tapi Molly tetap berlari tanpa rasa lelah.

"Pengikat Batu," Hugo menggeram. "Salah satu di antara mereka adalah Essentor."

"Aku tahu. Jadi, kita bisa menggunakan kemampuan kita, kan?" Molly berlari mengimbangi langkah kaki sepupunya.

Tanah berlumpur menciprati sepatu, langkah kaki beradu dengan suara gerimis hujan yang mengguyur dari atap-atap reyot di atas kepala. Mata Molly terbelalak, rahangnya mengatup rapat menahan ketakutan, sementara Hugo menggigit bibir bawahnya, seolah menahan umpatan. Dada mereka naik turun dengan cepat, rasa panas menjalar dari otot kaki yang terus dipaksa berlari lebih cepat.

"Awas!" Hugo berseru saat mereka nyaris menabrak deretan kotak kargo besar dari kayu yang menghalangi jalan.

Tanpa ragu, lelaki bermata biru itu melompat ke dinding terdekat. Jemarinya menekan batu-batu kasar, meninggalkan jejak kecil api yang segera padam diterpa angin malam. Ia bergerak cepat, tubuhnya ringan seperti bayangan, sebelum akhirnya melompati kotak-kotak itu dengan mudah.

Molly, di sisi lain, memilih cara berbeda. Ia mengangkat tangannya, memanggil sulur tanaman ivy dari rumah terdekat. Ujung-ujungnya melilit pergelangan tangannya, menariknya ke udara dalam ayunan yang mulus. Dengan satu tarikan napas, ia melepaskan genggaman tepat waktu dan mendarat di sisi lain—lebih lembut dari yang ia kira. Tanah di bawah kakinya tak sekeras biasanya. Essentia-nya, yang dulu terasa liar dan sulit dikendalikan, kini bekerja dengan sempurna di bawah perintahnya.

Hugo bersiul pelan, memberi apresiasi pada perkembangan sepupunya.

Molly hanya memutar mata, mendengus kecil. "Jangan terlalu kagum."

"Berhenti!"

Molly dan Hugo terkesiap, mereka kembali melanjutkan pelarian. Hugo merunduk rendah saat berlari, napasnya tersengal, sementara tangannya sesekali menyentuh dinding untuk menjaga keseimbangan. Saat Molly terpeleset, Hugo dengan sigap menangkap lengannya sebelum menariknya kembali ke dalam ritme lari mereka.

Keduanya mengerang kaget saat mendengar bunyi kotak kargo yang berhasil diledakan dengan kemampuan para prajurit. Menambah kecepatan, keduanya lantas berada di ujung gang dan berbelok ke kanan melintasi alun-alun desa. Tujuan mereka sekarang adalah jembatan utama.

Namun, saat mereka tiba di depan jembatan—sekitar beberapa langkah sebelum melintasi jembatan—keduanya mendapati sekelompok orang dengan membawa karavan besar berwarna gelap. Ada yang menuntun keledainya berjalan, ada yang membawa kereta dengan kotak besar yang terbuat dari kayu. Saat roda kereta itu melintasi jalanan desa yang berlubang, tiba-tiba satu kandang besi terjatuh ke tanah. Penutupnya ditiup oleh angin, menunjukkan sosok mungil yang tengah dikurung dalam kotak itu.

Molly membelalakan matanya, lantas berhenti tiba-tiba, membuat sepupunya hampir terpeleset di sampingnya.

"Apa-apaan, Molly? Kita sedang dikejar!" Hugo memprotes seraya mencari keseimbangannya lagi.

Perempuan berambut emas itu menunjuk ke kandang yang jatuh. Di dalamnya, terdapat seekor monyet putih, memakai doublet biru dan merah muda, juga topi kecil. Monyet itu merengek kesakitan saat kandangnya terjatuh. Kemudian, salah seorang pria turun dari kereta dan mengambil kandangnya dengan kasar. Monyet itu terus merengek, memegang kandang kencang, seolah tengah meronta.

Monyet itu, tidak mungkin. Molly melangkah mendekat dan berseru, "Moko!"

Monyet itu berhenti, menoleh ke sumber suara. Mata mereka bertemu, kemudian dia menjerit penuh kelegaan, seolah mengenali Molly.

Tidak mungkin. Dari sekian banyak petunjuk! Itu Moko monyet Rolan! Molly membuka mulutnya, matanya menatap tak percaya dapat bertemu monyet itu kembali setelah seratus lima puluh hari mereka tak bertemu.

Sebelum perempuan berambut emas itu mengambil langkah lebih lanjut, Hugo meraih pergelangan tangannya dan menariknya kuat-kuat. Molly terkesiap dan terhuyung mundur, menabrak dada sepupunya.

"Kita tidak punya waktu!" Hugo berkata penuh urgensi.

"Tidak! Tidak! Monyet itu—"

Ucapan Molly dipotong oleh bunyi peluit kencang, membuat para hewan dalam kereta itu merengek kesakitan. Dari kejauhan, terlihat para prajurit yang masih berlari mengejar.

"Eh, yang benar saja! Bukannya jalan ini harusnya aman?" kata si pria dengan cepat meletakkan kembali kandang Moko ke dalam keretanya.

"Kita harus segera lari, lewat sini!" kata si pengendara karavan, yang memacu kudanya ke arah kanan. Disusul oleh si penunggang keledai dan kereta.

"Tunggu!" Molly berseru hendak mengejar, tapi Hugo mencegahnya.

"Kita juga harus lari!" Hugo kemudian menarik tangan Molly menjauh.

Molly menoleh ke belakang, mengamati kereta dan karavan itu berlari. Dilihatnya Moko yang menaiki teralis besi kandangnya, berteriak seraya mengulurkan tangannya keluar seolah hendak meraih Molly. Perempuan itu lantas menelan ludah susah payah, memilih untuk kembali berlari.

Kini mereka tiba di bagian timur desa. Hugo terus menjentikkan jarinya, memadamkan lampu-lampu jalan satu per satu, membiarkan bayangan menelan jejak mereka. Begitu sampai di tikungan, ia menarik Molly masuk ke antara semak-semak.

Molly berhenti sejenak, meraih ranting-ranting dan dedaunan liar, membuatnya bergerak seolah-olah tertiup angin sebelum kembali menyatu, menutup jalan di belakang mereka. Lalu, tanpa membuang waktu, keduanya kembali berlari—menembus hutan yang semakin gelap, melompati akar-akar menjulur, dan menyebrangi sungai dengan batu-batu licin yang nyaris membuat mereka terpeleset. Air yang deras menggigit kulit mereka, membawa hawa dingin yang merayap hingga ke tulang.

Mereka terus bergerak hingga suara langkah para prajurit menghilang, tergantikan oleh suara malam yang berbisik di antara dedaunan.

"Kita aman," Molly akhirnya berkata, terengah-engah.

Hugo melompat ke tanah, mengusap rambutnya yang basah oleh embun dan keringat. Ia melirik tanah di bawah kakinya—yang tadinya hanya lumpur basah, kini telah ditumbuhi rerumputan hijau, menjawab panggilan sihir Molly.

"Ya," katanya, mengangguk pelan. "Untuk sekarang." Ia menoleh pada Molly, sedikit lebih tenang. "Ayo kita pulang."

Perempuan berambut emas itu mengangguk pelan dan mengekori sepupunya dari belakang. Masih berjalan agak jauh, keduanya kini tiba di hutan bagian belakang rumah. Hugo mendorong pintu gerbang belakang taman, membiarkan Molly masuk terlebih dahulu sebelum akhirnya ia menutupnya di belakang dan menguncinya.

Keduanya tiba di rumah dengan selamat. Molly mengambil napas lega seraya menyandarkan tubuhnya pada dinding dapur. Namun, sesaat setelah ia menghela napas lega, Hugo menarik lengan atasnya tiba-tiba.

"Hei, apa yang—" Perkataan Molly terputus, mendapati Hugo yang memandangnya dengan penuh amarah.

"Kau melakukan kesalahan malam ini." Hugo berkata dalam suara rendah. "Harusnya aku tahu kalau kau tidak benar-benar berhasil berdamai dengan masa lalu. Kau mengecewakanku, Molly."

Molly menyipitkan mata, memandang Hugo dengan tatapan penuh amarah. "Kau yang terlalu ikut campur dalam urusanku—"

Bahkan sebelum Molly menyelesaikan ucapannya, Hugo menariknya menuju ke lantai atas. Kemudian mendorong pintu kamar perempuan itu dan mendorongnya masuk dengan kasar. Molly terhuyung mundur, menabrak meja belajarnya. Lantas, dia menoleh cepat.

"Kau tidak boleh keluar dari rumah sampai kondisi di luar aman," Hugo berucap setengah mengancam.

"Kau tidak berhak mengunciku, Hugo!" Molly memprotes, mendorong tubuh sepupunya menjauh. "Aku melakukannya demi Pandia dan Agatha!"

Hugo menangkap pergelangan tangan sepupunya, menariknya kasar hingga Molly hampir menubruk dadanya.

"Menginterogasi orang dengan kekerasan, menakutinya, dan bahkan hampir membunuhnya, itu adalah kejahatan! Kau bertindak tanpa mempertimbangkan apa akibatnya!" Hugo menggeram seraya menunjuk muka sepupunya dengan jari telunjuk. "Coba kalau aku tidak tiba lebih dulu di sana, kau akan ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Keluarga kita tidak mampu membayar denda atas kejahatanmu, Mol. Sampai semua aman, kau tetap di sini."

Setelah mengucapkan itu, Hugo membanting pintu kamar Molly, membuat perempuan itu berjingkat kaget. Ia mendengar bunyi pintu yang dikunci. Perempuan itu lantas memukul-mukul pintu, mengerang dan mendesah penuh amarah yang tak terkontrol. Kemudian, jatuh terduduk di tanah seraya terisak pilu.

"Bajingan."[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tok! Tok! Magazine!
118      102     1     
Fantasy
"Let the magic flow into your veins." ••• Marie tidak pernah menyangka ia akan bisa menjadi siswa sekolah sihir di usianya yang ke-8. Bermodal rasa senang dan penasaran, Marie mulai menjalani harinya sebagai siswa di dua dimensi berbeda. Seiring bertambah usia, Marie mulai menguasai banyak pengetahuan khususnya tentang ramuan sihir. Ia juga mampu melakukan telepati dengan benda mat...
TRISQIAR
9073      1759     11     
Fantasy
Aku memiliki sesuatu yang berbeda. Ibuku bagaikan monster yang memelihara anak iblis. Teman hanyalah kata kiasan untuk mengutuk mereka Manusia bagiku hanyalah bayangan yang ingin aku musnahkan aku tidak pernah sama sekali memperdulikan hidupku karena aku tidak akan pernah bisa mati dan hal itu membuatku senang membunuh diriku sendiri. tapi karena kebiasaanku, sesuatu itu memberikanku kek...
The Savior
4485      1622     10     
Fantasy
Kisah seorang yang bangkit dari kematiannya dan seorang yang berbagi kehidupan dengan roh yang ditampungnya. Kemudian terlibat kisah percintaan yang rumit dengan para roh. Roh mana yang akan memenangkan cerita roman ini?
Zo'r : The Scientist
20824      3564     38     
Science Fiction
I will be inactive for some months due to the school's passing exams. [WILL BE REVISIONED] Zo'r The Series Book 2 Book 1 - Zo'r : The Teenagers Bumi selamat, tetapi separuhnya telah hancur berantakan. Zo'r yang kini hanya ber-6 kembali kehidupan lama mereka, tetapi sesuatu kembali terjadi. Terror-terror mulai berdatangan kepada mereka, mengganggu kehidupan mereka, sehingga Iustum harus ik...
Black Roses
33591      4795     3     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
Cazador The First Mission
8368      2308     21     
Action
Seorang Pria yang menjadi tokoh penting pemicu Perang Seratus Tahun. Abad ke-12, awal dari Malapetaka yang menyelimuti belahan dunia utara. Sebuah perang yang akan tercatat dalam sejarah sebagai perang paling brutal.
Mic Drop
1039      548     4     
Fan Fiction
Serana hanya ingin pulang. Namun, suara masa lalu terus menerus memanggilnya, dan tujuh hati yang hancur menunggu untuk disatukan. Dalam perjalanan mencari mic yang hilang, ia menemukan makna kehilangan, harapan, dan juga dirinya sendiri. #bangtansonyeondan #bts #micdrop #fanfiction #fiction #fiksipenggemar #fantasy
PROMISES [RE-WRITE]
6184      1806     13     
Fantasy
Aku kehilangan segalanya, bertepatan dengan padamnya lilin ulang tahunku, kehidupan baruku dimulai saat aku membuat perjanjian dengan dirinya,
Sadness of the Harmony:Gloomy memories of Lolip
662      372     10     
Science Fiction
mengisahkan tentang kehidupan bangsa lolip yang berubah drastis.. setelah kedatangan bangsa lain yang mencampuri kehidupan mereka..
Kinara
5080      1738     0     
Fantasy
Kinara Denallie, seorang gadis biasa, yang bekerja sebagai desainer grafis freelance. Tanpa diduga bertemu seorang gadis imut yang muncul dari tubuhnya, mengaku sebagai Spirit. Dia mengaku kehilangan Lakon, yang sebenarnya kakak Kinara, Kirana Denallie, yang tewas sebagai Spirit andal. Dia pun ikut bersama, bersedia menjadi Lakon Kinara dan hidup berdampingan dengannya. Kinara yang tidak tahu apa...