Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Call(er)
MENU
About Us  

“Raka tidak pernah salah langkah saat menyusun strategi. Tapi hari ini... dia membiarkan kita hampir terbunuh.” Kalimat itu meluncur dari bibir Yara, lirih tapi menusuk, dan menggantung di udara seperti petir yang belum sempat menyambar.

Freya berdiri di tepi ruang latihan yang kini porak-poranda. Lantai retak, serpihan tembok berserakan, dan aroma logam dari luka yang mengering masih mengambang di udara. Jantungnya berdebar tak karuan.

Raka duduk di tengah reruntuhan, napasnya berat, konsentrasinya tampak buyar. Seolah-olah—tidak, seperti benar-benar—ia baru kembali dari tempat yang sangat jauh dan gelap.

“Raka... kenapa kamu sengaja menahan serangan itu?” tanya Freya pelan. Tidak ada kemarahan dalam suaranya, hanya kekhawatiran yang mendera.

Cowok itu tak bersuara sepatah kata pun. Pandangannya kosong, dan Freya merasakan desakan perasaan dingin menyelimuti dadanya.

Dua hari pun berlalu, dan perubahan Raka semakin terlihat nyata. Ia kini tak banyak bicara. Sorot matanya tajam, seringkali kosong. Raka seperti melihat sesuatu yang tidak orang lain lihat.

Neo, Yara, Zayn, dan juga Freya yang menyaksikan perubahan drsatis dalam diri raka merasa sangat khawatir. Mereka mengadakan rapat dadakan di markas Callindra untuk membahas perihal Raka. Neo, Yara, Zayn, dan Freya duduk mengelilingi meja bundar.

“Ini bukan sekadar lelah atau trauma,” ucap Neo serius. “Aku sudah memantau gelombang energinya sejak alat itu dipakai. Ada sesuatu yang... hidup dalam dirinya sekarang.”

Yara mengangguk. “Energi dari alat penyelamat itu bukan hanya sekadar kekuatan. Ia berinteraksi dengan esensi terdalam. Mungkin... ada semacam pertukaran.”

Freya membeku. “Maksudmu, ada sesuatu yang pindah ke Raka?”

Zayn mencondongkan tubuhnya. “Kita semua tahu, energi dari Freya asli dulu terlibat dalam alat itu. Mungkinkah... bagian dari dirinya ikut masuk ke dalam diri Raka?”

Hening. Tak satu pun dari mereka yang mampu menemukan jawabannya. Pikiran serta perasaan mereka benar-benar kalut. Bahkan, Neo, sang pencetus ide absurd pun, kali ini tak sanggup mengutarakan gagasan.

****

Malam itu, Freya tidak bisa tidur. Mimpi buruk datang silih berganti. Dan salah satunya, ia melihat Raka berdiri di tengah medan pertempuran, mengenakan jubah hitam dengan mata merah menyala. Di belakangnya, pasukan bayangan bersiap menghancurkan dunia.

Freya terbangun dengan peluh dingin membasahi tubuh, bersamaan dengan adegan dalam mimpi yang menghilang.

Tak tahan dengan semua dugaan, esok paginya Freya menemui Raka. Ia menemukannya duduk di atap sekolah, mengamati matahari yang hampir terbenam.

“Raka,” ucapnya lirih.

Cowok itu sama sekali tak menoleh, hanya mengucapkan sebuah kalimat tanpa berpaling, “aku tahu apa yang mau kamu tanyakan.”

Freya melangkah maju, duduk di sampingnya. “Aku tak ingin menuduhmu, tapi kami semua... khawatir. Kau berubah.”

Raka terdiam lama sebelum menjawab, “karena aku memang berubah.”

Freya menatapnya dalam-dalam. “Apa yang sebenarnya terjadi saat kamu memakai alat itu?”

Ia menghela napas panjang, lalu kembali menjawab, “aku merasa... semacam pintu terbuka dalam diriku. Dan sesuatu masuk. Bukan suara. Bukan bayangan. Tapi... emosi. Dorongan. Gairah untuk mengontrol, untuk mendominasi.”

“Apakah itu pengaruh Freya dari dimensi lain?” gumam Freya.

“Aku tidak tahu. Tapi... aku punya ingatan yang bukan milikku.” Raka menatap Freya penuh luka. “Aku melihat dirimu dari matanya. Aku merasa kecewa padamu... dari dirinya.”

Hening.

“Aku takut, Freya,” bisiknya. “Takut kalau aku perlahan menjadi dia.”

Freya berdiri di depan cermin besar malam itu, pikirannya bercampur aduk. Apakah dia telah salah saat meminta Raka memakai alat itu? Apakah cinta dan kepercayaannya kini berubah menjadi senjata yang melukai?

Yara kemudian datang membawa berita baru: “Freya, aku menemukan simbol bayangan di kamar Raka.”

Mereka pun memeriksa kamarnya secara rahasia. Sementara Neo dan Zayn mengalihkan perhatian Raka untuk tak buru-buru pulang, dengan mengajaknya bermain basket.

Di bawah lantai kayu tempat tidur Raka, kedua gadis itu menemukan ukiran lingkaran dengan pola spiral, identik dengan simbol Freya dari dimensi lain.

“Ini tidak mungkin kebetulan,” ucap Yara.

Lalu, pertemuan diam-diam dilakukan di ruang bawah tanah markas, tentu saja tanpa diketahui Raka.

Neo berbicara dengan intonasi yang cepat dan bernada tegas. “Kalau memang bagian dari Freya dimensi lain masuk ke Raka, maka cepat atau lambat dia akan kehilangan kendali sepenuhnya.”

“Lalu?” tanya Freya tajam.

“Kita harus mengurungnya. Atau... memisahkan bagian itu darinya.”

Freya membantah, “Tidak! Raka masih bisa diselamatkan.”

Yara menatapnya dengan pilu. “Dan jika tidak, apa kau siap menghentikannya sendiri?”

Freya terdiam. Di lubuk hati ia yang terdalam, sebenarnya ia sudah tahu jawabannya.

Puncaknya terjadi seminggu kemudian.

Dalam misi kecil ke kota terdekat yang membeku waktu-nya, Raka kehilangan kendali. Dia memancarkan aura hitam, menyerang satu bayangan dengan kekuatan brutal yang jauh melebihi sebelumnya. Bahkan setelah bayangan itu lenyap, Raka terus memukuli tanah.

“RAKA! BERHENTI!” teriak Freya sambil memegangi tangan cowok itu.

Raka menatapnya, dan untuk sesaat... matanya berubah warna, menjadi merah. Bukan karena darah, tapi karena kegelapan.

Lalu ia tersadar, menjatuhkan diri ke tanah, kemudian terisak.

Freya mendekapnya, “Aku tahu kau masih ada di dalam. Aku akan membawamu kembali.”

Malamnya, saat Freya kembali ke ruangannya, ia menemukan sebuah surat yang diletakkan di atas bantalnya. Tulisan tangan Raka.

Freya, jika kau membaca ini, berarti aku sudah pergi. Aku tahu apa yang tumbuh dalam diriku. Aku tak akan membiarkannya mengambil kendali penuh. Aku akan mencarinya. Asal-muasalnya. Dan jika perlu, aku akan menghilang... demi melindungimu.

Namun, jika aku gagal, kau harus menghentikanku, jangan ragu. Aku lebih baik mati di tanganmu, daripada hidup sebagai musuhmu.

Freya menangis dalam diam. Namun, di balik air mata itu, tekadnya kian menguat. Pertarungan belum benar-benar usai. Dan kini, musuh terbesarnya ..., bisa jadi adalah orang yang paling ia cintai.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • baskarasoebrata

    Menarik sekali

    Comment on chapter World Building dan Penokohan
  • warna senja

    Sepertinya Freya sedang mengalami quarter life crisise

    Comment on chapter Prolog
  • azrilgg

    Wah, seru, nih

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Cinta Pertama Bikin Dilema
5519      1479     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...
Penerang Dalam Duka
1898      923     2     
Mystery
[Cerita ini mengisahkan seorang gadis bernama Mina yang berusaha untuk tetap berbuat baik meskipun dunia bersikap kejam padanya.] Semenjak kehilangan keluarganya karena sebuah insiden yang disamarkan sebagai kecelakaan, sifat Mina berubah menjadi lebih tak berperasaan dan juga pendiam. Karena tidak bisa merelakan, Mina bertekad tuk membalaskan dendam bagaimana pun caranya. Namun di kala ...
Nyanyian Laut Biru
2297      847     9     
Fantasy
Sulit dipercaya, dongeng masa kecil dan mitos dimasyarakat semua menjadi kenyataan dihadapannya. Lonato ingin mengingkarinya tapi ia jelas melihatnya. Ya… mahluk itu, mahluk laut yang terlihat berbeda wujudnya, tidak sama dengan yang ia dengar selama ini. Mahluk yang hampir membunuh harapannya untuk hidup namun hanya ia satu-satunya yang bisa menyelamatkan mahluk penghuni laut. Pertentangan ...
love is poem
1817      1016     4     
Romance
Di semesta ini yang membuat bahagia itu hanya bunda, dan Artala launa, sama kaki ini bisa memijak di atas gunung. ~ ketika kamu mencintai seseorang dengan perasaan yang sungguh Cintamu akan abadi.
For Cello
3199      1077     3     
Romance
Adiba jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu ia gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang ia sanggup menikmati bayangan dan tidak pernah bisa ia miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang, sebelum tangannya sanggup untuk menggapainya. "Cello, nggak usah bimbang. Cukup kamu terus bersama dia, dan biarkan aku tetap seperti ini. Di sampingmu!&qu...
Hidden Words Between Us
1449      650     8     
Romance
Bagi Elsa, Mike dan Jo adalah dua sahabat yang paling disayanginya nomor 2 setelah orang tuanya. Bagi Mike, Elsa seperti tuan putri cantik yang harus dilindunginya. Senyum dan tawa gadis itu adalah salah satu kebahagiaan Mike. Mike selalu ingin menunjukkan sisi terbaik dari dirinya dan rela melakukan apapun demi Elsa. Bagi Jo, Elsa lebih dari sekadar sahabat. Elsa adalah gadis pertama yang ...
Only One
1710      1008     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...
Matahari untuk Kita
2257      832     9     
Inspirational
Sebagai seorang anak pertama di keluarga sederhana, hidup dalam lingkungan masyarakat dengan standar kuno, bagi Hadi Ardian bekerja lebih utama daripada sekolah. Selama 17 tahun dia hidup, mimpinya hanya untuk orangtua dan adik-adiknya. Hadi selalu menjalani hidupnya yang keras itu tanpa keluhan, memendamnya seorang diri. Kisah ini juga menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Jelita. Gadis c...
The pythonissam
395      311     5     
Fantasy
Annie yang harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang penyihir dan juga harus dengan terpaksa meninggalkan kehidupanannya sebagai seorang manusia.
Old day
587      430     3     
Short Story
Ini adalah hari ketika Keenan merindukan seorang Rindu. Dan Rindu tak mampu membalasnya. Rindu hanya terdiam, sementara Keenan tak henti memanggil nama Rindu. Rindu membungkam, sementara Keenan terus memaksa Rindu menjawabnya. Ini bukan kemarin, ini hari baru. Dan ini bukan,Dulu.