Langit sore itu tampak seperti luka yang belum sembuh, merah menyala, seperti terbakar oleh sesuatu yang tak terlihat. Angin bertiup aneh, seolah membawa bisikan dari masa yang belum datang. Di halaman belakang sekolah yang mulai ditinggalkan siswa, Freya berdiri sendiri, menatap langit yang seperti menatap balik padanya.
Suara langkah kaki memecah keheningan.
"Freya."
Suara itu asing, namun entah mengapa terasa akrab, seperti Freya sempat mengenalnya. Ia menoleh dan melihat seorang prianberdiri di balik bayang pohon kamboja tua. Rambut peraknya tergerai, matanya tajam seperti kaca yang memantulkan seluruh masa lalu dan masa depan sekaligus.
"Anda siapa?" tanya Freya.
Pria itu melangkah maju. "Kau sungguh-sungguh tak mengingatku? Aku Raja Vergana. Aku datang dari masa depan. Dan kau adalah pusat dari kehancuran yang akan terjadi."
Freya mundur satu langkah. "Masa depan? Anda bercanda?"
Vergana menggeleng pelan. "Aku Penjaga Alur Takdir. Aku tidak punya waktu untuk bercanda. Dunia di masaku hancur, Freya. Semuanya lenyap, termasuk diriku. Bukan karena perang atau bencana alam... tapi karena keputusanmu."
Freya merasa dunia di sekitarnya menyempit. Suara angin seperti tercekik. "Keputusan apa?"
Vergana menatapnya dalam. "Saat kau memilih untuk menutup dimensi pecahan dan menyelamatkan Raka, kau memecah garis keseimbangan. Kau menyelamatkan satu orang, tapi membuka celah pada takdir orang lain."
"Tapi... aku harus menyelamatkan dia. Dunia hampir runtuh!"
"Dan kau berhasil. Tapi setiap keberhasilanmu menimbulkan lubang lain. Raka, yang kau selamatkan, menjadi akar dari kehancuran selanjutnya."
Freya menatap Vergana dengan kebingungan dan ketakutan yang mencuat. "Apa maksudmu?"
Vergana mendekat, perlahan, lalu mengeluarkan benda kecil dari saku jubahnya. Sebuah benda logam tipis seperti kepingan jam, tapi berputar dalam arah yang tak lazim, berlawanan arah dengan gerakan jarum jam. Di tengahnya, terpampang wajah Raka, tetapi bukan Raka yang Freya kenal. Matanya hitam sepenuhnya. Di belakangnya, dunia hancur, langit runtuh, dan suara jeritan mengalun dari alat itu.
"Dia ..., menjadi siapa?"
"Penguasa Bayangan. Dalam masa depanku, dia menghancurkan dua dimensi sekaligus demi mencari jalan kembali ke masa lalu. Semua karena satu hal, dia tahu kau pernah memilih menyelamatkannya, tapi dia tidak bisa menerima konsekuensinya. Itu menumbuhkan obsesi... dan obsesi tumbuh menjadi kekuasaan."
Freya terduduk. Seluruh tubuhnya gemetar. "Tidak. Aku tak percaya. Raka bukan seperti itu. Dia... dia sosok yang sangat peduli. Dia selalu ingin melindungi semua orang."
"Semua orang bisa berubah ketika kehilangan kepercayaan. Dan dia kehilangan itu dari dirimu sendiri."
Freya menunduk, mengingat tatapan terakhir Raka setelah mereka berhasil menutup dimensi. Ada kesedihan, tapi juga ketegasan. Namun, ada hal lain yang dulu tak ia sadari. Raka tak pernah memastikan apakah dirinya sendiri dalam keadaan baik-baik saja. Hanya memastikan bahwa Freya selamat. Mungkin saat itulah, sesuatu mulai pecah dalam dirinya.
"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumam Freya lirih.
Vergana menatap ke langit yang mulai berubah warna. "Pilihannya masih ada. Tapi ingat, setiap keputusan disertai dengan akibat yang akan terjadi. Aku tak di sini untuk menyuruhmu mengulang waktu. Tapi kau harus mencegah masa depan yang aku alami."
Freya mengangkat wajahnya. "Bagaimana caranya?"
"Ada satu celah yang belum tertutup sepenuhnya. Sebuah percikan energi dari dimensi pecahan tertinggal dalam hatimu. Itu memberimu kemampuan untuk membaca alur takdir sesaat, jika kau bisa mengendalikannya, kau akan bisa melihat percabangan masa depan, dan membuat pilihan dengan lebih bijak. Tapi ...."
"Tapi apa?" potong Freya, mulai merasa tak sabar sekaligus panik.
"Begitu kau menyelam terlalu dalam dalam melewati percabangan itu, kau mungkin tak bisa kembali ke versi dirimu yang sekarang. Akan ada risiko kehilangan dirimu sendiri dalam kemungkinan-kemungkinan itu."
Freya menarik napas panjang. "Aku sudah kehilangan terlalu banyak. Kalau ada satu hal yang harus aku lakukan ..., maka aku akan melakukannya. Aku tak akan biarkan Raka berubah seperti itu."
Tiba-tiba angin membeku. Pohon-pohon di sekitar mereka berhenti bergoyang. Dunia seperti menahan napas. Dan dari belakang Vergana, terdengar sebuah suara bernada berat.
"Sudah kubilang padamu, jangan terlalu jauh masuk ke masa ini, Vergana."
Freya dan Vergana menoleh bersamaan. Dari balik bayangan, sosok lain pun muncul. Berbadan tegap, dengan langkah yang mantap. Sebagian wajahnya tertutup topeng, sementara setengah wajah lainnya berwarna hitam. Namun, Freya hafal betul sosok di balik topeng itu.
"Raka ....?"
Pria bertopeng itu menghentikan langkahnya. Dari balik topeng, matanya menatap Freya dengan rindu yang dibalut kegelapan.
"Bukan," ucapnya pelan.
Vergana menggenggam tangan Freya. "Itu dia. Raka dari masa depan. Dia berhasil melintasi celah waktu."
Freya berdiri dengan tubuh gemetar. "Kenapa kau di sini?"
"Untuk memastikan kau tidak membatalkan takdir yang sudah aku pilih. Dunia harus direset. Segala perasaan ini, kesalahan, luka, pengkhianatan, penyesalan, semuanya harus dibersihkan. Aku akan menciptakan dunia tanpa pilihan. Karena pilihan hanya akan melahirkan penderitaan."
Vergana menarik Freya mundur. "Dia sudah mulai mencuri alur waktu. Jika dia berhasil, semua versi dunia akan runtuh, dan hanya satu kehendaknya yang akan hidup."
Freya memandang Raka dengan air mata yang menggenang. "Kau ..., masih mengingat aku?"
Raka tak menjawab. Namun, dari sinar di matanya, ada sesuatu yang bergetar. Sebelum akhirnya sosok itu berbalik, dan menghilang dalam keretakan udara.
Freya berdiri kaku. Di dalam dirinya, percikan dari dimensi pecahan menyala. Ia bisa merasakan masa lalu, masa kini, dan masa depan mulai saling bersilangan. Namun, dalam kegelapan itu, satu hal menjadi lebih jelas terlihat, ini bukanlah akhir. Ini merupakan awal dari pertarungan baru. Dan kali ini, bukan hanya antara cahaya dan bayangan, tapi antara harapan serta takdir.
Dan di tengah-tengah kebingungan yang melanda, Freya hanya bisa berbisik, "Aku akan membawamu kembali, Raka. Bukan sebagai penguasa bayangan, tapi sebagai dirimu yang aku kenal."
Langit kembali bergerak. Dunia mulai berputar. Dan misi dari masa depan ..., baru saja dimulai.
Menarik sekali
Comment on chapter World Building dan Penokohan