Ketika emosi berubah menjadi badai, dan badai itu mengancam nyawa, batas antara kenyataan dan mimpi menjadi semakin tipis.
Sungai Fluvia berdenyut seperti makhluk hidup, warnanya berpendar merah dan biru, seolah menari mengikuti gelombang emosi yang membuncah dari hati kota.
"Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Freya dengan nada khawatir.
Kejadian kemarin yang dialami Raka membuatnya nyaris tak bisa tidur semalaman.
"Nggak apa-apa. Cincinnya bisa lepas dari jariku setelah digosok dengan kuat pakai sabun." Raka menunjukkan jari tengahnya yang kemarin tersemat cincin Match Breaker. Kini, di buku jari itu hanya ada bekas lingkarannya saja.
"Soal identitas yang hilang?"
"Sungguh, aku tak apa-apa, Freya." Raka tersenyum lembut berusaha menghalau perasaan kalut yang tengah menyelimuti Freya.
Freya berdiri di tepi Sungai Fluvia, mengamati air yang biasanya tenang berubah menjadi pusaran warna-warni yang bergelombang liar. Selama beberapa hari terakhir, ia merasakan getaran aneh yang membingungkan, seolah-olah sungai itu menampung jutaan perasaan warga kota, dan semuanya kini tumpah ruah.
“Ini bukan sekadar fluktuasi biasa,” kata Raka yang baru saja menyusulnya. Wajahnya tampak tegang, matanya terus memindai langit kelabu di atas mereka. “Sungai Fluvia mulai memasuki fase Heartstorm.”
"Badai hati lagi?" Freya mengerutkan dahi, mencoba mengingat penjelasan nenek Raka dalam mimpinya. Heartstorm adalah fenomena langka yang terjadi saat emosi negatif menumpuk dalam intensitas tinggi, melepaskan energi berbahaya yang bisa menghancurkan dan menyerap kenangan orang-orang di sekitarnya.
“Itu berarti kita harus bertindak cepat sebelum kota ini hancur,” ujar Freya.
Namun, sebelum mereka sempat melangkah lebih jauh, dari air sungai muncul makhluk-makhluk aneh—tanaman-tanaman hidup dengan akar berkelok-kelok, bunga-bunga berduri, dan makhluk energi yang bergerak cepat. Wajah-wajah samar manusia terlihat dalam bayangan mereka, menjerit tanpa suara.
Makhluk-makhluk itu menyerbu warga yang panik, menyentuh mereka dengan akar dan duri, menyerap ingatan dan perasaan mereka. Warga yang terhisap ingatannya mulai kehilangan identitas, berubah menjadi sosok kosong yang berwajah pucat.
Freya dan Raka segera berlari membantu, mengerahkan energi mereka untuk menangkis makhluk-makhluk itu. Namun, semakin mereka bertarung, semakin banyak makhluk itu bermunculan, seolah-olah sungai menelurkan mereka dari emosi negatif yang tak terkendali.
Di tengah kekacauan itu, Freya merasakan sesuatu yang mengusik pikirannya—bayangan yang menyesakkan, suara lembut namun menggoda. Shadow Freya muncul di hadapannya, tersenyum licik.
“Kau lihat? Semua ini adalah hasil dari hatimu yang penuh keraguan dan kesedihan,” bisik Shadow Freya. “Bergabunglah denganku, kita bisa kendalikan kekuatan ini bersama. Aku bisa membebaskanmu dari rasa sakit itu.”
Freya menggenggam tangan Raka, mencoba menepis bisikan itu. “Aku tidak akan menyerah pada bayanganmu.”
Namun, bayangan itu semakin mendekat, mulai menyusup ke dalam pikirannya, meracuni keteguhan hatinya dengan keraguan. Freya mulai merasa goyah.
Sementara itu, Raka sibuk melindungi warga, berusaha membendung serangan makhluk-makhluk energi dengan sihirnya. Tapi ia sadar, kekuatan mereka tidak cukup untuk menghentikan Heartstorm ini—akar masalahnya bukan hanya kekuatan fisik, melainkan emosi yang membara dalam setiap jiwa manusia.
Satu hal yang pasti, Freya harus mengambil risiko besar untuk menghentikan badai ini. Dalam detik yang menegangkan, ia memutuskan untuk menggunakan sebagian kekuatan gelap Shadow Freya—suatu langkah yang selama ini ia hindari.
Dengan tangan gemetar, Freya memusatkan energi kegelapan yang dipinjam dari bayangan itu, berusaha menyalurkan kekuatan itu demi menyerap dan menetralkan energi negatif yang membanjiri Sungai Fluvia.
Energi gelap itu melingkupi tubuhnya, dan seketika, makhluk-makhluk energi yang menyerang mulai melemah, sebagian menghilang dalam kabut hitam pekat.
Warga mulai merasa lega, ingatan yang hilang pun perlahan kembali. Namun, di dalam pikiran Freya, bayangan Shadow Freya semakin kuat, mulai berbicara dengan suara yang tidak bisa ia abaikan.
“Lihat, kau sudah mulai mengerti kekuatan sebenarnya. Jangan takut, aku akan membantumu sepenuhnya,” bisik bayangan itu.
Freya hampir menyerah pada bisikan itu saat tiba-tiba sebuah suara keras menggema dari tengah kota—suara yang bahkan Raka pun berhenti dan memandang ke arah sumbernya dengan cemas.
Sebuah ledakan besar mengguncang tepi Sungai Fluvia, dan dari pusaran air muncul makhluk raksasa, lebih besar dan lebih mengerikan dari sebelumnya. Sosok itu adalah manifestasi dari Heartstorm itu sendiri—perwujudan energi negatif yang tak terkendali, siap untuk menghancurkan segalanya.
Freya dan Raka saling pandang, ketegangan memenuhi udara. “Kita harus menghadapi ini bersama,” ujar Raka mantap
Freya mengangguk, merasakan bagaimana kekuatan gelap dan terang berperang dalam dirinya. Pertarungan yang menentukan bukan hanya melawan makhluk itu, tapi juga melawan bayangan dalam jiwanya sendiri.
Pertarungan berlangsung sengit, energi dari kedua belah pihak saling bertabrakan, menciptakan ledakan cahaya dan bayangan yang menerangi langit malam. Freya berusaha menyeimbangkan kekuatan gelap yang dipinjamnya dengan cahaya dalam hatinya, sementara Raka melindungi warga yang berlarian menjauh.
Namun, di saat genting itu, Shadow Freya menemukan celah. Dengan cepat, ia menyusup ke dalam pikiran Freya dan mengambil alih kendali untuk sesaat.
Freya merasakan dirinya seperti terjebak dalam kabut gelap, ketakutan dan kebingungan menguasai pikirannya.
“Sudah waktunya kau menyerah dan bergabung denganku,” suara Shadow Freya bergema di dalam benaknya.
Saat itu, Freya melihat kilasan ingatan masa lalu, dimulai dari saat pertama kali ia menjejakkan kaki ke dunia manusia, hingga mengenal cinta. Sosok Zack dengan segala kenangan manis yang terukir bersamanya, perkenalannya dengan Sasmita, para remaja yang menjadi target buruannya, pertemuannya dengan Zayn, Neo, Yara. Lalu, wajah Raka. Kemudian, berganti kilasan bayangan-bayangan lainnya. Raka yang tiba-tiba saja berubah menjadi sosok berbahaya, lalu bayangan teman-teman mereka, semua hal yang ia perjuangkan dan ingin ia selamatkan, Sebuah kekuatan baru mengalir melalui dirinya, melawan bayangan yang mencoba menguasainya.
Dengan sekuat tenaga, Freya menolak bayangan itu, mengusirnya keluar dari pikirannya. Bayangan itu meraung marah sebelum menghilang untuk sementara.
Namun, saat Freya membuka matanya, ia menyadari satu hal mengerikan. Setiap kali ia menggunakan kekuatan gelap Shadow Freya, sebuah bagian dari dirinya perlahan-lahan hilang. Dan bagian itu mulai muncul dalam wujud sosok baru yang berdiri di kejauhan, mengamati dengan mata kosong yang dingin.
Sosok itu tak lain adalah, Freya asli, yang terperangkap dalam dimensi lain, kini mengintai dan menunggu kesempatan untuk kembali, mengancam untuk menggantikan Freya yang ada sekarang.
Menarik sekali
Comment on chapter World Building dan Penokohan