Loading...
Logo TinLit
Read Story - Big Secret
MENU
About Us  

Aku yakin, aku akan disidang dengan mereka, cepat atau lambat. Seperti saat ini. Kami berkumpul di kantin kampus, selepas mengambil nilai.

“Jadi? Teman?” Tanya Tika dengan lugas. Aku masih ingat Risa pun disidang Tika persis seperti ini, setelah ketahuan pergi dengan pacarnya. Apa coba yang salah dari pergi dengan orang yang disuka.

“Ya, Tika. Ga ada yang bisa aku ceritakan lagi.” Putusku. Aku tak mau ceritanya merembet kemana-mana.

“Teman SMP? Teman SMA? Teman main? Teman apa?” sudah kuduga, tak mudah bicara dengan Tika.

“Kenalan, jadi teman.” Kenalan proyek Kakek.

“Kenal dimana, Day? Keren juga bisa dapet kenalan begitu,” Risa seperti tak bisa membaca raut wajahku yang enggan bicara soal ini.

“Kenal di Mall.” Jawabku lagi. Memang Tentrem Hotel ada Mall nya. Aku tak sepenuhnya salah. Akan jadi salah paham kalau aku bilang ketemu di hotel.

“Hei, udahlah, jangan sidang Dayu begini.” Ina angkat suara, mungkin ia menyadari aura ku yang tak semenyenangkan biasanya. “Lihat wajahnya, suram sekali kan. Sepertinya bukan hal yang seperti kita pikirkan. Benar kan, Day?” Ina memandangku minta persetujuan.

“Ya, tidak seperti yang kalian pikirkan. Aku tak punya perasaaan apa-apa. Hanya teman.”

“Kami bukannya mau menuntut, hanya menanyakan. Konfirmasi.” Bantah Tika seketika. “Aku tak mau ada rahasia diantara kita. Kita berteman sudah lama.”

DEG. Denyut aneh membuatku mulas seketika.

“Dayu,” kami semua menoleh mendengar panggilan itu. Aku bahkan mereka semua mengejap tak percaya dengan pengelihatan kami.

Alde berdiri beberapa langkah dari meja kami. Wajahnya tetap dingin, tak terbaca. Pakaiannya kasual, tak menunjukkan mahasiswa kedokteran.

“Salep,” ia mengulurkan plastik kecil padaku. Aku jadi ingat dahiku sendiri. Aku bangkit menerimanya.

“Terima kasih,” ia berjalan kedepanku, membuat jarak kami hanya beberapa senti saja. Tangannya menyibak poniku.

“Masih sakit?” suaranya benar-benar membuatku gemetar.

“Se, sedikit.” Aku tak yakin, suaraku terdengar.

“Oleskan salepnya sehari sekali.”

“I, Iya,” lalu Alde berbalik pergi. Dengan langkah panjang meninggalkanku dalam diam. Tepatnya kami semua. Seperti tersihir, terdiam semua.

“Ada apa antara kamu dan Alde?” Tika kembali bertanya.

 

>.<

 

Mataku pedih. Mungkin karena terlalu keras mengucek mata. Hatiku pun pedih. Kenapa malam ini, semua kenangan kembali?

 

“Aku tahu, kamu cucunya yang punya Handoko Group. Jangan sok ya,” Alena dengan dua teman geng nya, menghadangku didepan kelas. Tak butuh waktu lama untuk tak kenal dengan Alena. Ia kapten cheers yang sangat terkenal disini. Semua anak pasti mengenalinya. Hanya saja, kenapa ia mengenaliku?

Aku diam saja. Berusaha untuk tak cari perkara. Aku baru masuk boarding school ini enam hari.

Alena menelitiku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Seperti aku barang yang mau dinilainya.

“Ga nampak ya, kayak anak biasa aja,” ucap Alena pelan.

“Gimana Len?” cewe berambut sebahu dengan bando merah menyala, melirik Alena.

Alena menggedikkan bahu. Menarik ujung bibirnya kebawah.

“Yang penting kita udah tau kan,” putus Alena sebelum melenggang pergi.

 

Aku tak pernah tahu apa yang dipikirkan Alena saat itu.    

 

>.<

 

Rony. Aku benar-benar tak bisa memikirkan apapun, saat melihat sosoknya didepan gerbang kos pagi ini. Senyumnya lebar saat melihatku. Kemeja biru garis tambah cocok dipadukan dengan kulit bersihnya.

“Pagi, Dayu.”

“Pa, pagi,” aku tergagap, karena bingung. Aku sedikit menyesal tak menunggu Ina atau Risa untuk berangkat tadi. Aku hanya memikirkan mengembalikan buku di perpus.

“Sudah sarapan?”

“Belum, ma-“

“Ayo sarapan denganku,” repetnya cepat. Padahal aku mau bilang mau makan di warung dekat kos.

“Eng, ga usah,”

“Gapapa, yuk. Anggap aja sebagai ucapan terima kasihku, selalu dibantu di koperasi.” Dengan mata penuh harapnya, akhirnya aku hanya mengangguk saja.

Tak ada yang salah dengan Rony. Bahkan cenderung keren. Mahasiswa kedokteran dengan tampang yang sangat menunjang. Bahkan bisa bikin dia jadi seleb dokter besok. Tapi, aku selalu merasakan perasaan ganjil saal didekatnya.

Bukan, bukan ganjil karena misteri yang berbau horror. Tapi lebih kepada firasat yang tak menyenangkan tentang Rony.

Tika bahkan sudah menjelaskan soal track record Rony sebagai playboy kelas kakap. Tapi aku merasa bukan itu masalahnya. Semua akan baik-baik saja, asal aku tak beri hati padanya.

“Kok diem?” Rony tengah memandangiku dengan senyum kecil khasnya. Ia bahkan sudah menandaskan minumannya. Sementara aku masih sibuk menyuap.

“Ga papa. Sering kesini?” aku memandang sekeliling. Ini bukan warung makan. Ini rumah makan. Menunya sederhana, tapi harganya tak sesederhana itu. Hanya ada beberapa orang, selain kami.

“Ya, lumayan. Biasanya sama Alde. Tapi hari ini dia ke Kebumen.”

Alde? Entah apa yang kupikirkan tentangnya. Semua jadi satu.

“Masih koas?”

“Seharusnya sudah selesai. Kami ambil sumpah akhir bulan ini.” sumpah dokter, setelah dua tahun menjalani koas. Artinya setelah ini, mereka bergelar dokter, bukan sarjana kedokteran lagi. “Dayu masih wisuda tahun depan ya?”

“Insyaallah,” aku pun ingin lekas lulus. Sudah mulai merancang tentang tema skripsi ku kelak.

“Semoga lancar ya,” kini senyum tampannya yang nampak. Aku tak tahu, tapi seperti sedang berusaha membuatku terpesona.

“Makasi,” nyatanya aku sama sekali tak terpesona.

 

>.<

 

“Jadi? Gimana babang Rony tadi?” Ina menatapku penuh minat pada apa saja jawabanku padanya. Aku bertemu dengannya setelah keluar dari perpus. Ina menggandeng tanganku ke dekat aula, duduk dipinggirnya. Aku tak melihat Risa ataupun Tika.

“Mana Risa? Tika?” tanyaku.

Ina mendegus. “Jangan alihkan perhatian deh. Tika pergi sama anak Fisip itu, si Desy. Dijemput naik mobil merah. Risa? Kenapa tanya kemana dia? Tentu saja pergi sama pacarnya.”

“Oh, Desy? Makin sering ya mereka pergi?”

Ina menggedikkan bahunya. “Ya, lumayan sering. Aku Tanya Tika, katanya ada bisnis sama si Desy itu.”

“Bisnis? Bisnis apa?”

“Wah itu aku gatau, Day. Kelihatannya penting buat Tika. Kamu tahu sendiri kan, gimana Bapaknya belum bisa kerja lagi, sejak kecelakaan itu. Jadi mungkin dia putar otak buat nyari tambahan. Tika memang program beasiswa, tapi buat kos sama makan, dia tetap minta orang tuanya.” Jelas Ina panjang.

“Iya, bisa jadi sih. Katanya Desy itu sukses di Surabaya kan.”

“Orang tuanya, catet. Desy nya kayak biasa aja. Cenderung konsumtif malah. Lhah, malah ngomongin Tika, gimana tadi sama babang Rony?”

“Engga gimana-gimana, Na. Kita ngobrol biasa. Makan. Udah gitu aja.” Ina seperti tak puas dengan jawabanku.

“Dia nanyain apa aja?”

“Ya, banyak hal. Lebih ke urusan kampus sih.” Aku tak bohong, karena tadi kami membahas soal itu.

“Yahh, kirain mau modusin. Ngerayu. Gimana katanya playboy kelas kakap? Apa jangan-jangan kelas teri?”

Kami tertawa. Aku menikmati setiap momen yang ada. Saat mereka hanya memandangku sebagai Dayu. Hanya Dayu.

 

>.<

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
CHERRY & BAKERY (PART 1)
4307      1158     2     
Romance
Vella Amerta—pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...
Ketika Kita Berdua
38006      5454     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
My Sunset
7445      1612     3     
Romance
You are my sunset.
RUANGKASA
45      41     0     
Romance
Hujan mengantarkan ku padanya, seseorang dengan rambut cepak, mata cekung yang disamarkan oleh bingkai kacamata hitam, hidung mancung dengan rona kemerahan, dingin membuatnya berkali-kali memencet hidung menimbulkan rona kemerahan yang manis. Tahi lalat di atas bibir, dengan senyum tipis yang menambah karismanya semakin tajam. "Bisa tidak jadi anak jangan bandel, kalo hujan neduh bukan- ma...
Da Capo al Fine
343      281     5     
Romance
Bagaimana jika kau bisa mengulang waktu? Maukah kau mengulangi kehidupanmu dari awal? Atau kau lebih memilih tetap pada akhir yang tragis? Meski itu berarti kematian orang yang kau sayangi? Da Capo al Fine = Dari awal sampai akhir
Secarik Puisi, Gadis Senja dan Arti Cinta
1220      814     2     
Short Story
Sebuah kisah yang bermula dari suatu senja hingga menumbuhkan sebuah romansa. Seta dan Shabrina
I'il Find You, LOVE
6218      1696     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
Forbidden Love
10013      2136     3     
Romance
Ezra yang sudah menikah dengan Anita bertemu lagi dengan Okta, temannya semasa kuliah. Keadaan Okta saat mereka kembali bertemu membuat Ezra harus membawa Okta kerumahnya dan menyusun siasat agar Okta tinggal dirumahnya. Anita menerima Okta dengan senang hati, tak ada prangsaka buruk. Tapi Anita bisa apa? Cinta bukanlah hal yang bisa diprediksi atau dihalangi. Senyuman Okta yang lugu mampu men...
IMAGINE
385      274     1     
Short Story
Aku benci mama. Aku benci tante nyebelin. Bawa aku bersamamu. Kamu yang terakhir kulihat sedang memelukku. Aku ingin ikut.
It Takes Two to Tango
472      346     1     
Romance
Bertahun-tahun Dalmar sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di kota kelahirannya. Kini, ia hanya punya waktu dua minggu untuk bebas sejenak dari tanggung jawab-khas-lelaki-yang-beranjak-dewasa di Balikpapan, dan kenangan masa kecilnya mengatakan bahwa ia harus mencari anak perempuan penyuka binatang yang dulu menyelamatkan kucing kakeknya dari gilasan roda sepeda. Zura tidak merasa sese...