Aku mengejap saat melihat ID caller yang berkedip. Mba Rara? Tumben telepon. Aku beringsut keluar Toko buku, setelah pamit pada Ina ada telepon.
“Halo, Mba?” aku langsung was-was, jangan-jangan ada sesuatu dengan Kakek.
“Halo, Mba Dayu. Ini Mba Rara.” Suaranya terdengar lembut seperti biasa.
“Ada apa dengan Kakek, Mba?” tanyaku langsung. Tak bisa lagi menutupi kekhawatiranku.
“Oh, Pak Handoko sehat kok, Mba Dayu.” Aku menghela nafas lega. Syukurlah bukan tentang Kakek.
“Lalu? Tumben Mba Rara telepon?”
“Oh, iya, Mba Dayu kapan pulang?”
“Kamis, Mba Ra.”
“Oiya, hari jumatnya bisa ketemu ya?”
“Oh, bisa. Aku di rumah aja. Ada apa, Mba?”
“Pak Handoko mau buat surat wasiat. Jadi, diharap seluruh keluarga hadir.” Apa?
“Surat wasiat? Kakek masih sehat, buat apa surat wasiat?”
“Tenang, Mba Dayu. Ini memang sudah direncanakan sejak jauh hari. Lebih baik segera disahkan didepan notaris. Hingga tidak ada pertanyaan tentang siapa pewaris bisnis Pak Handoko.”
“Oh, begitu. Makasih infonya, Mba Rara.”
“Apa Mba Dayu tahu, Ibu Anita juga sedang dalam perjalanan pulang?”
“Mama pulang???” pekikku kaget.
“Iya, sedang transit di Jakarta.”
“Makasi infonya, Mba Ra.”
Yaampun, Mama pulang, dan tidak katakan apapun padaku.
>.<
“Mama juga mendadak pulang kok, sayang. Kakek mu itu ga sabaran orangnya.” Dumel Mama ditelepon, saat aku membombardir dengan pertanyaan kenapa pulang ga bilang-bilang.
“Aku malah baru aja dikasitahu sama Mba Rara ini, Ma.”
“Oya? Sebenernya Mama ini kan orang lain ya, engga ikutan gapapa, tapi Kakekmu tetep minta Mama dateng.”
“Berarti Ayah juga pulang?”
“Kelihatannya begitu. Dia belum bilang kamu?”
“Belum, Ma.”
“Oh ya, Day. Mama ini mau boarding. Nanti Mama kabari sudah sampai Jogja ya. Besok kita pulang bareng.”
“Mama mau ke Jogja?”
“Iya dong, mau tahu juga gimana anak Mama sekolahnya. Sudah ya Day,” telepon terputus.
Aku ternganga. Ampun deh si Mama. Ga pake babibu, langsung bilang mau kesini. Denting chat terdengar.
Ayah : Day, Ayah sudah di Semarang.
Dayu : Kenapa ga bilang mau pulang??
Ayah : Kakekmu mendadak suru pulang, Day.
Kapan pulang?
Dayu : Besok, Yah. Sama Mama. Barusan boarding dri jkt.
Ayah : oke, sayang.
“Kenapa, Day?” Ina sudah duduk disampingku. “Ada sesuatu?”
Aku menggeleng. “Ga papa, Na. Tanteku datang dari Jakarta.”
“Oya? Mau nginep kos?”
Aku kembali menggeleng. Mana Mama mau. “Nanti nginep hotel. Aku suruh temani.”
“Ohhh, lumayan kan Day, nginep hotel mumpung gratis ini.” cekikikan Ina. “Eh, jadi cari buku itu engga?”
“Oiya dong, ketemu?”
>.<
Mama memelukku erat. Begitu menemukanku, sekeluarnya dari kereta bandara. “Duh, Dayu ku sudah besar,” mungkin kami sudah tak bertemu dua tahun. Sejak aku mulai kuliah.
“Mama sehat?” Mama bukan orang yang sembarangan. Gaya hidupnya sehat. Nampak lebih muda dari usianya yang hampir kepala lima. Walau garis keriput nampak di wajahnya, tapi riasannya tetap menunjang. Rambutnya digerai, diselipi kacamata hitam. Syal marun melingkar di leher jenjangnya. Dengan tas tangan bermerk, dan koper besar entah berisi apa.
“Look at me. So healthy and fresh.” Ucapnya percaya diri. Aku tahu.
Mama mengelus pipiku. “Kamu tambah kurus, sayang. Gimana makanmu?”
“Aku baik-baik aja kok, Ma. Ayo.“ aku mengambil koper besar Mama. “Mama check in dimana?”
“Grand Inna. Dekat kan dari sini?” Mama mengeluarkan ponselnya. Mengutak atik sembari kami jalan.
“Iya, jalan kaki deket kok, Ma.”
“Hmmm Rista juga di Jogja, katanya.” Mama menyebut nama adik satu-satunya Mama yang berdomisili di Bandung.
“Oh ya? Kok ga kasih kabar ke Dayu,”
“Makin sibuk dia, Day. Mungkin ngurusin bisnisnya disini.” Setahuku tante Rista punya bisnis catering lumayan terkenal di Bandung. Lama juga aku tak bertemu dengannya. Mungkin terakhir kali saat meninggalnya Eyang Kung, Bapaknya Mama di Bandung, itu sudah empat tahun lalu.
“Iya juga sih, Ma.”
“Aden kuliah di Aussie, katanya.” Itu anak pertama Tante Rista. Sudah pasti bocah itu kuliah keluar negeri. “Kalo Astrid di Taruna Nusantara Magelang.” Itu anak kedua Tante Rista. Kadang aku melihatnya keluar di feed IG ku. Dia memang hobi pasang status.
“Iya, Ma. Aku pernah chat sama Astrid. Mungkin tahun lalu.”
“Oh ya? Pernah ketemu?”
Aku hanya menggeleng.
“Dayu!” Ya Tuhan! Hotelnya begitu dekat dengan stasiun, kenapa pula harus ketemu Risa??? Ia menghampiri, turun dari motor pacarnya.
“Siapa, Day?” bisik Mama.
“Teman Kampus, teman kos,” kataku ikut berbisik.
“Halo, Tante. Saya Risa, teman Dayu. Mau kemana, Tante?” Risa langsung menyalami Mama.
“Oh iya halo juga, Risa. Tante mau check in di hotel. Mau ikut?” Akhirnya, tanpa rencana, Risa ikut mengantar ke hotel, bahkan kembali ngobrol di resto hotel.
>.<