Loading...
Logo TinLit
Read Story - Paint of Pain
MENU
About Us  

Tidak ada yang bisa membaca masa depan. Meskipun sekarang dekat, tetapi jarak, kesalahpahaman, dan luka bisa  merenggangkan kebersamaan itu. 

Senja hangat membelai dedaunan yang mulai berguguran di teras kos-kosan. Vincia duduk sambil mencoret-coret buku sketsa di meja. Di depannya, Valdo sibuk dengan tablet gambar dan kerutan tipis di keningnya.

‘Vincia, tolong ke sini. Aku butuh bantuanmu,’ panggil Valdo tanpa menoleh, suaranya akrab, hangat, dan penuh harap.

Vincia meletakkan pensil lalu berpindah duduk di sebelah Valdo. Ia memperhatikan deretan panel komik yang masih setengah jadi. Gambarnya tentang Raint dan teman-temannya sedang berdebat karena ada isu pengkhianatan di antara mereka.

‘Bagus. Karakternya makin hidup sekarang,’ ujar Vincia, matanya berbinar. Gadis itu menunjuk satu panel. ‘Cuma kayaknya ekspresi di sini terlalu tenang. Padahal dia habis kehilangan peta denah dan dituduh sebagai pengkhianat.”

Valdo menoleh, senyumnya tipis. ‘Nah, itu yang aku maksud.’

Mereka berdiskusi lama, tentang gestur tubuh, sorot mata, bahkan bayangan di latar. Vincia lupa waktu, hanyut dalam antusiasme Valdo dan dunia kecil fiktif di layar tablet.

‘Wah, Vincia, kau benar-benar hebat,’ puji Valdo sambil meregangkan punggung, ‘orang lain kalau baca komikku cuma bisa bilang ‘keren’ atau ‘bagus’, tapi kau bisa memberi saran membangun. Terima kasih, ya, bertemu denganmu membangkitkan lagi hobi masa kecilku. Bahkan kau mengajariku banyak hal.’

Vincia tersenyum, entah kenapa hatinya hangat. ‘Karena aku tahu kau serius mengerjakan komik ini. Aku kagum melihat orang yang bisa total melakukan apa yang dia suka.’

Valdo terkekeh pelan. ‘Andai kau jadi anggota redaksi Komiring, pasti Paint the Rain bisa diterima jadi karya resmi.’

Mendadak, ekspresi Vincia sedikit muram. ‘Sebenarnya, aku sudah pernah melamar di sana, tapi ditolak karena masih mahasiswa. Aku akan coba lagi kalau sudah lulus, ya.’

‘Kau serius?’ tanya Valdo takjub, ‘itu berarti aku harus menunggu 3 sampai 4 tahun lagi, ya?’

‘Ah, benar juga. Itu lama, ya.’ Vincia mendadak tidak enak hati.

Tatapan Valdo melembut. ‘Kenapa tidak pernah cerita tentang ini?’

‘Aku mau kasih kejutan,’ jawab Vincia seraya merunduk dengan wajah tersipu.

‘Terima kasih, ya, Vinz,’ ujar Valdo tulus.

‘Semangat, ya, Raint,’ balas Vincia dengan kehangatan yang sama.

Saat itu mereka masih tertawa bersama, berbagi cerita tentang mimpi masing-masing. Tidak ada yang menyangka apa yang terjadi di masa depan.

Cahaya matahari menyinari sketsa di atas meja. Gambar seorang lelaki yang sedang fokus menggambar di tablet. Ternyata ada masa-masa dalam hidup, saat orang yang duduk paling dekat sekarang bisa saja menjadi yang paling jauh di kemudian hari.

***

 

“Apa kau baik-baik saja setelah kejadian kemarin?” tanya Gohvin pada Vincia saat mereka berjalan berdampingan di trotoar sepulang dari kampus. 

Vincia  menghela napas, menatap langit yang mulai kelabu. “Tentu saja. Berkat kau. Terima kasih, ya,” balasnya.

Keheningan mengisi perjalanan mereka di bawah lampu-lampu jalan yang memantulkan cahaya ke aspal basah. Jam menunjuk pukul tujuh malam, Vincia merasa lega hari ini bisa melanjutkan lukisannya.

Begitu tiba di rumah, Vincia langsung mencuci tangan dan kaki lalu berganti pakaian. Saat hendak makan malam, terdengar ketukan pelan di pagar.

Vincia tidak langsung bangkit. Ada sesuatu di dadanya yang menegang. Gohvin menoleh ke arah suara, rautnya berubah.

 “Vincia,” panggilan suara lembut dari luar.

Suara itu. Suara yang terakhir kali Vincia dengar lima tahun lalu. Kala tangisnya ditinggalkan tanpa alasan. Saat itu dirinya lebih kecil, memeluk boneka kura-kura sambil menunggu pintu itu dibuka. Namun, tidak pernah terjadi.

Vincia memejam. Jantungnya berdebar, tetapi bukan memberi tanda rindu melainkan takut. Karena luka itu belum sembuh, dan kini dipaksa terbuka.

“Apa yang harus aku lakukan, Gohvin?” bisik Vincia pilu.

Bayangan Gohvin lebih gelap malam ini. Mata hitamnya menatap lurus ke arah pintu, wajahnya datar tanpa emosi. Namun suaranya masuk ke kepala Vincia, dingin dan jelas. “Kau tidak harus membukakan pintu, Vincia. Ingat, ibumu yang memilih untuk meninggalkanmu.”

Air mata Vincia menggenang. Tangannya mengepal. Tanpa berkata apa-apa, Vincia berbalik ke kamar, urung makan malam, membiarkan pintu depan tetap terkunci.

Suara ketukan di luar akhirnya mereda. Disusul derap langkah pelan yang menjauh. Kemudian hujan turun.

Vincia berganti piama lalu berbaring miring di dalam selimut. Ia membiarkan air mata membasahi bantal hingga kantuk membuainya dalam lelap.

***

 

Pemilik agen koran terkenal berwajah ramah. Namun, pagi ini menunjukkan wajah marahnya pada Vincia. Gadis itu baru saja memarkirkan sepeda di samping kios. Ia sudah selesai berkeliling mengantarkan koran dan majalah ke rumah-rumah yang berlangganan.

“Vincia,” ujar pria itu selembut mungkin. Padahal hatinya pasti sedang dongkol. “Kemari.”

Vincia yang terkejut, buru-buru turun dari sepeda. Rambutnya berantakan karena angin. Kantong mata jelas terlihat menghitam.

“Ini kenapa koran di Blok B nomer 4 dan 9 tertukar? Terus koran untuk Blok C nomer 25 malah tidak diantar sama sekali. Pelanggan komplain tadi lewat telepon, katanya sudah menunggu di pagar, tapi korannya tidak datang.”

Vincia terdiam. Biasanya, ia hafal betul jalur pengantarannya. Hari-hari sebelumnya, ia yang paling cepat dan jarang membuat kesalahan. “Maaf, Pak. Tadi saya agak kurang fokus.”

Pemilik agen koran mendengkus. “Ada apa, Vincia? Padahal saya suka caramu bekerja yang rajin dan teratur, tapi hari ini kacau.”

Vincia menggigit bibir bawahnya, lalu menarik napas. “Maaf, Pak. Tidak akan saya ulangi,” ucapnya lirih, hampir tidak terdengar. Tangannya meremas pinggir jaket.

“Ya sudah, pulanglah dan beristirahat. Besok lebih teliti lagi.”

Vincia mengangguk dan berbalik pulang. Gadis itu menghela napas berat. Semua ini gara-gara ketukan di pagar tadi malam. Disusul mimpi yang datang bersama kenangan masa lalu. Tanpa diundang.

Sore itu, Vincia masih anak-anak. Dengan rambut dikucir dua dan gaun hijau muda, ia duduk di sofa. Sepasang netranya berbinar memandang kue. Di pangkuannya, sebuah kotak kado berbungkus kertas hijau bergambar kura-kura.

Alma, sang ibu duduk di samping Vincia. Perempuan itu berambut hitam panjang, mengenakan terusan panjang biru muda. Wajahnya lembut, dengan mata yang teduh tetapi menyimpan kelelahan. Ia merapikan poni putrinya yang sedikit berantakan.

‘Ayo, kita tiup lilinnya, Vincia.’

Vincia memandang ke pintu. ‘Tapi, mama … papa belum pulang.’

‘Papa nanti pulang, kok. Cuma agak terlambat karena jalannya macet.’ Alma berusaha menjelaskan selembut mungkin. Agar perasaan putrinya tidak makin muram. ‘Sekarang sama mama dulu, ya?’

Vincia menggigit bibirnya, lalu mengangguk. Ia menarik napas panjang lalu meniup lilin berbentuk angka delapan itu. Dalam hati, ia berharap ayahnya muncul di ambang pintu sebagai kejutan.

‘Selamat ulang tahun, Vincia,’ ucap Alma lembut, lalu menarik Vincia ke pelukan.

‘Mama, ini hadiahnya apa?’ tanya Vincia. Gadis kecil itu mencoba ceria, meskipun suaranya serak menahan kecewa.

Alma mengedikkan dagu pada kotak itu. ‘Buka, dong. Mama sama papa pilih ini buat Vincia.’

Vincia cepat-cepat membuka pita dan sobekan kertas kado. Di dalamnya, sebuah kalung mungil berliontin kura-kura hijau berkilau. ‘Wah, ini kalungnya cantik, Ma.’

Alma tersenyum, matanya berkaca-kaca. ‘Mama ingin Vincia ingat, bahwa kau adalah anak yang kuat, manis, dan paling mama sayang.’

‘Bagaimana dengan papa? Apa papa juga sayang Vincia?’

‘Tentu saja. Papa bekerja keras untuk keluarga kita. Biar Vincia bisa sekolah, bisa beli buku gambar, beli sepatu yang secantik tuan putri itu.’

Vincia tertawa kecil sambil menggenggam kalung itu erat.

Akan tetapi, sampai jam menunjukkan pukul tujuh malam, pintu tidak kunjung terbuka. Perlahan, sepasang netra mungil itu mulai menitikkan air mata.

‘Kenapa papa belum pulang, Ma? Hari ini Vincia, kan, ulang tahun.’

Alma yang sedang memasak makan malam, berlutut di depan Vincia. Ia menarik putrinya ke pelukan, membelai rambut Vincia dengan lembut.

‘Dengarkan mama, ya,’ pinta Alma sambil mengusap air mata di pipi Vincia, ‘selama apa pun papa di luar sana, mama selalu di sini bersama Vincia. Mama janji tidak akan meninggalkan Vincia.’

Vincia memeluk ibunya erat, kalung di lehernya bergoyang pelan. Malam itu, di rumah mereka yang sederhana, Vincia merasa punya dunia paling aman di pelukan ibunya.

Dan saat itu, ia percaya sepenuhnya pada janji ibunya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (9)
  • deana_asta

    Apakah yang digambar Gohvin adalah Frita??? ๐Ÿ˜ฎ

    Comment on chapter [15] Nomor Tanpa Nama
  • deana_asta

    Ditunggu kelanjutannya Kak ๐Ÿคฉ

    Comment on chapter [14] Ingat Waktu Itu
  • deana_asta

    Baca chapter ini, sedih bgt ๐Ÿ˜ญ

    Comment on chapter [11] Nyaris Tanpa Suara
  • deana_asta

    Tiba2 ada 3 novel yang sangat familier ๐Ÿคฉ

    Comment on chapter [10] Ia Meneguk Napas
  • deana_asta

    Gohvin sweet bgt sihhh ๐Ÿ˜

    Comment on chapter [6] Orang-orang Sudah Sibuk
  • deana_asta

    Kok sedih sih Vincia, lagian Valdo gimana sih ๐Ÿ˜ญ

    Comment on chapter [5] Tidak Jadi Pergi
  • deana_asta

    Wahhhhhh gak nyangkaaa ternyata Gohvin lelaki itu ๐Ÿคฉ

    Comment on chapter [4] Niat untuk Bertemu
  • deana_asta

    Siapa Gohvin ini sebenarnya ๐Ÿค”

    Comment on chapter [3] Ini Juga Rumahku
  • deana_asta

    Vincia yang tenang yaaaa ๐Ÿ˜‚

    Comment on chapter [2] Aroma Gurih Kaldu
Similar Tags
Interaksi
364      287     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...
SABTU
2449      1009     10     
True Story
Anak perempuan yang tumbuh dewasa tanpa ayah dan telah melalui perjalanan hidup penuh lika - liku, depresi , putus asa. Tercatat sebagai ahli waris cucu orang kaya tetapi tidak merasakan kekayaan tersebut. Harus kerja keras sendiri untuk mewujudkan apa yang di inginkan. Menemukan jodohnya dengan cara yang bisa dibilang unik yang menjadikan dia semangat dan optimis untuk terus melanjutkan hidupn...
To the Bone S2
392      285     1     
Romance
Jangan lupa baca S1 nya yah.. Udah aku upload juga .... To the Bone (untuk yang penah menjadi segalanya) > Kita tidak salah, Chris. Kita hanya salah waktu. Salah takdir. Tapi cintamu, bukan sesuatu yang ingin aku lupakan. Aku hanya ingin menyimpannya. Di tempat yang tidak mengganggu langkahku ke depan. Christian menatap mata Nafa, yang dulu selalu membuatnya merasa pulang. > Kau ...
Yu & Way
134      109     5     
Science Fiction
Pemuda itu bernama Alvin. Pendiam, terpinggirkan, dan terbebani oleh kemiskinan yang membentuk masa mudanya. Ia tak pernah menyangka bahwa selembar brosur misterius di malam hari akan menuntunnya pada sebuah tempat yang tak terpetakanโ€”tempat sunyi yang menawarkan kerahasiaan, pengakuan, dan mungkin jawaban. Di antara warna-warna glitch dan suara-suara tanpa wajah, Alvin harus memilih: tet...
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
116      93     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.
Finding the Star
1149      866     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
The Call(er)
1379      824     10     
Fantasy
Ketika cinta bukan sekadar perasaan, tapi menjadi sumber kekuatan yang bisa menyelamatkan atau bahkan menghancurkan segalanya. Freya Amethys, seorang Match Breaker, hidup untuk menghancurkan ikatan yang dianggap salah. Raka Aditama, seorang siswa SMA, yang selama ini merahasiakan kekuatan sebagai Match Maker, diciptakan untuk menyatukan pasangan yang ditakdirkan. Mereka seharusnya saling bert...
RUANGKASA
42      38     0     
Romance
Hujan mengantarkan ku padanya, seseorang dengan rambut cepak, mata cekung yang disamarkan oleh bingkai kacamata hitam, hidung mancung dengan rona kemerahan, dingin membuatnya berkali-kali memencet hidung menimbulkan rona kemerahan yang manis. Tahi lalat di atas bibir, dengan senyum tipis yang menambah karismanya semakin tajam. "Bisa tidak jadi anak jangan bandel, kalo hujan neduh bukan- ma...
Ameteur
82      75     1     
Inspirational
Untuk yang pernah merasa kalah. Untuk yang sering salah langkah. Untuk yang belum tahu arah, tapi tetap memilih berjalan. Amateur adalah kumpulan cerita pendek tentang fase hidup yang ganjil. Saat kita belum sepenuhnya tahu siapa diri kita, tapi tetap harus menjalani hari demi hari. Tentang jatuh cinta yang canggung, persahabatan yang retak perlahan, impian yang berubah bentuk, dan kegagalan...
A Sky Between Us
35      30     2     
Romance
Sejak kecil, Mentari selalu hidup di dalam sangkar besar bernama rumah. Kehidupannya ditentukan dari ia memulai hari hingga bagaimana harinya berakhir. Persis sebuah boneka. Suatu hari, Mentari diberikan jalan untuk mendapat kebebasan. Jalan itu dilabeli dengan sebutan 'pernikahan'. Menukar kehidupan yang ia jalani dengan rutinitas baru yang tak bisa ia terawang akhirnya benar-benar sebuah taruha...