Loading...
Logo TinLit
Read Story - Paint of Pain
MENU
About Us  

Vincia duduk di sofa ruang tamu dengan jurnal pemberian Tante Hilma terbuka di pangkuannya. Lampu di langit-langit memancarkan cahaya hangat, menyoroti lembaran penuh pertanyaan-pertanyaan mendalam. Gohvin berdiri di dekat jendela, sosoknya samar di temaram.

“Pertanyaan pertama: ‘bagian mana dari dirimu yang paling kauhindari?’” ujar Vincia lantas mengerucutkan bibir sambil menatap Gohvin.

“Kau selalu sok kuat dan takut terlihat rapuh.”

Vincia meringis lalu memindahkan jurnal ke atas meja. Di sana ia menulis: bagian aku yang terlalu butuh orang lain. Karena sekuat apa pun aku pura-pura bisa berdiri sendiri, sebenarnya aku takut sendirian. Aku tidak pernah berani mengakui itu.

Gohvin mengangguk. “Apa pertanyaan selanjutnya?”

Vincia menunduk sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga. “Bukan pertanyaan, sih. ‘Tuliskan satu kejadian dalam hidupmu, di mana kau merasa bersalah’.”

Detik berikutnya, Vincia sudah menuliskan kisahnya pada garis-garis di lembaran jurnal. Saat papa sakit, aku justru memasang ekspresi datar. Aku takut melihat papa lemah. Aku takut kehilangan, jadi aku memilih untuk berpura-pura tidak peduli. Sampai papa tiada, aku masih menyesal kenapa tidak memanfaatkan waktu sebaik mungkin.

Ketika Gohvin menggeser pelan kotak tisu ke hadapan Vincia, gadis itu baru sadar kalau air mata menetes ke pipinya.

“Kau masih tiga belas tahun waktu itu, wajar saja,” cetus Gohvin

“Terima kasih,” kata Vincia lantas menyeka tangis dan terburu-buru berpindah ke pertanyaan selanjutnya: ‘apa saja sisi egois dari dirimu?’.”

Glabela Vincia berkerut. Menurutnya, ia selama ini selalu menghindar konflik, mengalah, dan mengutamakan orang lain. 

Gohvin mendengkuskan tawa. “Kau ingin orang lain paham tanpa harus bicara, ingin jadi prioritas tanpa terlihat butuh, dan terkadang menyimpan dendam kecil meski bilang sudah ikhlas.”

Vincia tersentak. “Apa itu egois?” tanyanya disambut anggukan Gohvin. Gadis itu tersenyum kecut. Detik berikutnya, ia menuliskan jawaban di jurnal setelah menyadari kebenaran ucapan Gohvin.

“Jika melepaskan semua yang kau genggam selama ini, siapa dirimu sebenarnya?” Setelah membaca pertanyaan, Vincia menatap lembaran itu lama. Tanpa jawaban muncul di kepala.

“Kalau pertanyaan itu belum bisa dijawab, jangan memaksakan diri, Vincia,” ujar Gohvin bangkit lantas menutup perlahan jurnal di  atas meja, “nanti kau akan menemukannya saat sudah siap.”

Vincia  mengangguk, matanya menatap jauh ke luar jendela. Pertanyaan itu terus berputar di pikirannya, seperti bayangan yang tidak pernah hilang.

***

Malam ini, Vincia memutuskan bersantai sejenak. Setelah 12 malam ia habiskan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di jurnal pemberian Tante Hilma.

Layar ponsel menyala di genggaman tangan Vincia. Aplikasi Komiring terbuka. Gadis itu merapikan letak bantal di punggungnya sambil menggulir halaman dengan ibu jari tangan kanan.

Sekilas ia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.

Glabela Vincia mengernyit. Hilang! Komik karya Valdo yang biasa terpampang di halaman utama hilang. Gadis itu mengulang kembali dari bagian atas. Namun, tetap saja ia tidak menemukan Paint the Rain yang biasanya ada di urutan teratas.

Vincia menegakkan punggung. Ia mengetuk kolom pencarian, tetapi nama pengarang dan judul komik sama-sama tidak ditemukan.

“Ceritanya sudah masuk ke bagian kekalahan karakter utama?” tanya Gohvin yang berdiri di dekat jendela.

Vincia menunjukkan layar ponselnya. “Biasanya Paint the Rain selalu di halaman utama setiap malam. Sekarang malah tidak ketemu. Nih, lihat kolom komentar pengguna penuh dengan pertanyaan serupa.”

Beberapa komentar bermunculan:

“Eh, kok Paint the Rain tidak ditemukan?”

Paint the Rain ditarik karena mau cetak ke komik fisik, ya?”

“Sempat kukira internetku terputus, ternyata Paint the Rain memang dihapus.”

Punggung Vincia bersandar. Kepalanya menoleh pada Gohvin. “Memangnya kalau mau cetak, langsung ditarik dari aplikasi ya? Teman-teman di Jubookya memang sering heboh membicarakan ini.”

Gohvin mendengkus, setengah mengejek. “Coba cari apakah ada pernyataan resmi dari pihak Komiring? Jangan-jangan pengarangnya bermasalah.”

“Jangan bicara yang seram begitu, Gohvin,” tegur Vincia lantas mencebik.

Gohvin mengangkat bahu. “Dunia yang cepat memuja, biasanya juga lebih cepat melupakan.”

Vincia diam. Kata-kata Gohvin menggantung di udara, lebih dingin dari angin malam yang menyelinap lewat jendela.

***

Lonceng kecil di atas pintu toko buku berdencing, menandakan seseorang baru saja masuk. Vincia tengah sibuk melayani pelanggan di meja kasir. Ia sama sekali tidak menyadari ancaman yang datang ke arahnya.

“Vincia!”

Mendengar namanya dipanggil, Vincia mengangkat wajah. Ia melihat Valdo datang ke arahnya. Wajah kusut, mata merah, langkah terburu. Lelaki itu menghampiri dengan luapan amarah yang tidak sempat disembunyikan.

Orang-orang di dalam toko menoleh. Beberapa berhenti mengambil barang. Lagu pop dari pengeras suara toko seolah-olah lenyap.

Seketika, Vincia keluar dari balik meja kasir demi menuntun pelanggan yang terpaku untuk segera menjauh. Karena ia tidak tahu hal buruk apa yang akan dilakukan Valdo beberapa detik lagi.

“Itu kau, kan?” desis Valdo yang kini berdiri menjulang di depan Vincia.

Glabela Vincia berkerut. “Apa maksudmu?”

“Kau merusak karierku sebagai komikus,” tuduh Valdo tanpa penjelasan.

“Aku tidak mengerti,” sahut Vincia tetap tenang.

“Jangan pura-pura bodoh. Kau yang melaporkan bahwa aku menjiplak gambar komikus lain!” sergah Valdo sambil menyugar rambut ke belakang. Matanya liar seperti binatang yang terluka.

“Aku tidak mengerti apa maksudmu, tapi bisa kita bicarakan lebih tenang. Di sini—”

“Jangan membodohiku! Cuma kau yang tahu, Vincia! Cuma kau yang ingin aku hancur!” cecar Valdo lantas menggebrak meja kasir, pensil dalam kotak di dekatnya terjatuh ke lantai.

Vincia mundur setengah langkah. Tubuhnya gemetar. Namun di sisi lain, ia bisa merasakan kehadiran Gohvin, tepat di belakangnya. Tatapan Gohvin tegas, dingin, penuh perlindungan.

Saat Valdo mengangkat tangan, siap menampar atau mungkin lebih, Gohvin dengan sigap bergerak, berdiri di antara mereka. Seketika ayunan tangan Valdo terhenti di udara, seolah-olah ada yang menahannya. Seketika ekspresi marah itu berubah bingung, seperti ada keganjilan di antara mereka.

Tatapan mata Vincia yang semula penuh ketakutan kini berubah tajam, dingin, menembus.

Valdo tertegun. Niat yang tadinya melangkah pasti, mendadak ragu. “Apa-apaan ini?”

Bibir Vincia menyunggingkan senyum tipis yang tidak pernah Valdo lihat sebelumnya. “Jangan sentuh.”

Valdo menelan ludah. Ia merasa aneh. Seolah-olah tidak sedang berhadapan dengan Vincia. Rambut, wajah, dan tubuhnya memang sosok yang ia kenal. Namun, seolah-olah ada sesuatu yang bukan Vincia di balik mata itu. Sesuatu yang jauh lebih kuat. Lebih dingin. Lebih berani. 

Meskipun suaranya goyah, Valdo mencoba tertawa sinis. “Apa … apa yang kaulakukan? Jangan berlagak sok kuat!”

Lagi-lagi Valdo terpaku, ekspresi Vincia sulit dibaca. Ini bukan gadis yang ia kenal. Vincia yang dahulu pasti sudah menangis sambil meminta maaf. Sekarang sosok di hadapannya mampu berdiri tegak, menatap balik tanpa rasa takut.

“Aku bukan orang yang bisa kauinjak seenaknya, Valdo.” Suara Vincia lebih dalam dan tenang, sekaligus penuh ancaman.

Vincia melangkah maju. Hanya satu langkah, tetapi cukup membuat Valdo mundur tiga langkah tanpa sadar.

“Cukup, Valdo. Aku sudah cukup lama diam dan memaklumi semua sikapmu. Sekarang aku tahu siapa diriku, kau tidak berhak menentukan apa yang harus aku lakukan,” ujar Vincia di bawah dukungan Gohvin, “jangan pernah merendahkan aku atau siapa pun lagi seperti ini.”

Tatapan mata itu seperti menembus ke dalam diri Valdo. Menyinggung semua kebohongan, ketakutan, dan kepengecutan yang selama ini ia sembunyikan. Lelaki itu merasakan lehernya dingin dan punggungnya basah oleh keringat.

Di detik itu, Valdo sadar. Bahwa Vincia yang selama ini bisa ia kendalikan sudah hilang. Yang berdiri di depannya sekarang adalah versi yang bahkan tidak pernah berani ia  bayangkan.

Orang-orang di toko tertegun. Beberapa pegawai mulai mendekat, siap melerai. Sementara pelanggan tampak sibuk dengan ponsel masing-masing.

Valdo memandang Vincia beberapa detik. Tanpa sepatah kata pun, lelaki itu akhirnya memalingkan wajah, lalu pergi dengan langkah terburu-buru. Mulutnya terus memaki-maki pelan. Ekspresinya masih menyimpan amarah, tetapi kali ini juga ada bayangan ketakutan.

Bel di atas pintu kembali berdencing saat Valdo keluar.

Vincia terisak pelan, lalu jatuh berlutut. Napasnya terengah-engah, keringat dingin membasahi pelipis. Gohvin yang berdiri di depannya berbalik dan ikut berlutut di hadapannya.

“Kau tidak perlu takut,” bisik Gohvin pelan hanya untuk Vincia, “aku di sini.”

 

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (10)
  • juliartidewi

    Kalau minat baca penduduk Indonesia sudah tinggi, semua penulis pasti diapresiasi sehingga tidak ada lagi persaingan yang sangat ketat seperti sekarang. Setiap penulis akan memiliki karya2nya sendiri yang sudah diterbitkan karena setiap penulis akan memiliki penggemar2nya sendiri. Semoga karya Kakak sukses!

    Comment on chapter Epilog
  • deana_asta

    Apakah yang digambar Gohvin adalah Frita??? ๐Ÿ˜ฎ

    Comment on chapter [15] Nomor Tanpa Nama
  • deana_asta

    Ditunggu kelanjutannya Kak ๐Ÿคฉ

    Comment on chapter [14] Ingat Waktu Itu
  • deana_asta

    Baca chapter ini, sedih bgt ๐Ÿ˜ญ

    Comment on chapter [11] Nyaris Tanpa Suara
  • deana_asta

    Tiba2 ada 3 novel yang sangat familier ๐Ÿคฉ

    Comment on chapter [10] Ia Meneguk Napas
  • deana_asta

    Gohvin sweet bgt sihhh ๐Ÿ˜

    Comment on chapter [6] Orang-orang Sudah Sibuk
  • deana_asta

    Kok sedih sih Vincia, lagian Valdo gimana sih ๐Ÿ˜ญ

    Comment on chapter [5] Tidak Jadi Pergi
  • deana_asta

    Wahhhhhh gak nyangkaaa ternyata Gohvin lelaki itu ๐Ÿคฉ

    Comment on chapter [4] Niat untuk Bertemu
  • deana_asta

    Siapa Gohvin ini sebenarnya ๐Ÿค”

    Comment on chapter [3] Ini Juga Rumahku
  • deana_asta

    Vincia yang tenang yaaaa ๐Ÿ˜‚

    Comment on chapter [2] Aroma Gurih Kaldu
Similar Tags
UNTAIAN ANGAN-ANGAN
586      473     0     
Romance
โ€œMimpi ya lo, mau jadian sama cowok ganteng yang dipuja-puja seluruh sekolah gitu?!โ€ Alvi memandangi lantai lapangan. Tangannya gemetaran. Dalam diamnya dia berpikirโ€ฆ โ€œIya yaโ€ฆ coba aja badan gue kurus kayak diaโ€ฆโ€ โ€œCoba aja senyum gue manis kayak diaโ€ฆ pastiโ€ฆโ€ โ€œKalo muka gue cantik gue mungkin bisaโ€ฆโ€ Suara pantulan bola basket berbunyi keras di belakangnya. ...
Main Character
3838      1972     0     
Romance
Mireya, siswi kelas 2 SMA yang dikenal sebagai ketua OSIS teladanramah, penurut, dan selalu mengutamakan orang lain. Di mata banyak orang, hidupnya tampak sempurna. Tapi di balik senyum tenangnya, ada luka yang tak terlihat. Tinggal bersama ibu tiri dan kakak tiri yang manis di luar tapi menekan di dalam, Mireya terbiasa disalahkan, diminta mengalah, dan menjalani hari-hari dengan suara hati y...
Kainga
2824      1444     13     
Romance
Sama-sama menyukai anime dan berada di kelas yang sama yaitu jurusan Animasi di sekolah menengah seni rupa, membuat Ren dan enam remaja lainnya bersahabat dan saling mendukung satu sama lain. Sebelumnya mereka hanya saling berbagi kegiatan menyenangkan saja dan tidak terlalu ikut mencampuri urusan pribadi masing-masing. Semua berubah ketika akhir kelas XI mereka dipertemukan di satu tempat ma...
Imperfect Rotation
349      302     0     
Inspirational
Entah berapa kali Sheina merasa bahwa pilihannya menggeluti bidang fisika itu salah, dia selalu mencapai titik lelahnya. Padahal kata orang, saat kamu melakukan sesuatu yang kamu sukai, kamu enggak akan pernah merasa lelah akan hal itu. Tapi Sheina tidak, dia bilang 'aku suka fisika' hanya berkali-kali dia sering merasa lelah saat mengerjakan apapun yang berhubungan dengan hal itu. Berkali-ka...
Layar Surya
3586      1740     17     
Romance
Lokasi tersembunyi: panggung auditorium SMA Surya Cendekia di saat musim liburan, atau saat jam bimbel palsu. Pemeran: sejumlah remaja yang berkutat dengan ekspektasi, terutama Soya yang gagal memenuhi janji kepada orang tuanya! Gara-gara ini, Soya dipaksa mengabdikan seluruh waktunya untuk belajar. Namun, Teater Layar Surya justru menculiknya untuk menjadi peserta terakhir demi kuota ikut lomb...
Langit Tak Selalu Biru
133      117     4     
Inspirational
Biru dan Senja adalah kembar identik yang tidak bisa dibedakan, hanya keluarga yang tahu kalau Biru memiliki tanda lahir seperti awan berwarna kecoklatan di pipi kanannya, sedangkan Senja hanya memiliki tahi lalat kecil di pipi dekat hidung. Suatu ketika Senja meminta Biru untuk menutupi tanda lahirnya dan bertukar posisi menjadi dirinya. Biru tidak tahu kalau permintaan Senja adalah permintaan...
Halo Benalu
2763      1008     1     
Romance
Tiba-tiba Rhesya terlibat perjodohan aneh dengan seorang kakak kelas bernama Gentala Mahda. Laki-laki itu semacam parasit yang menempel di antara mereka. Namun, Rhesya telah memiliki pujaan hatinya sebelum mengenal Genta, yaitu Ethan Aditama.
Tok! Tok! Magazine!
156      137     1     
Fantasy
"Let the magic flow into your veins." โ€ขโ€ขโ€ข Marie tidak pernah menyangka ia akan bisa menjadi siswa sekolah sihir di usianya yang ke-8. Bermodal rasa senang dan penasaran, Marie mulai menjalani harinya sebagai siswa di dua dimensi berbeda. Seiring bertambah usia, Marie mulai menguasai banyak pengetahuan khususnya tentang ramuan sihir. Ia juga mampu melakukan telepati dengan benda mat...
That's Why He My Man
2436      1318     9     
Romance
Jika ada penghargaan untuk perempuan paling sukar didekati, mungkin Arabella bisa saja masuk jajaran orang yang patut dinominasikan. Perempuan berumur 27 tahun itu tidak pernah terlihat sedang menjalin asmara dengan laki-laki manapun. Rutinitasnya hanya bangun-bekerja-pulang-tidur. Tidak ada hal istimewa yang bisa ia lakukan diakhir pekan, kecuali rebahan seharian dan terbebas dari beban kerja. ...
Help Me Help You
3599      1709     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...