Loading...
Logo TinLit
Read Story - Loveless
MENU
About Us  

Karena libur, gue benar-benar nggak keluar kamar. Selly juga ambil libur di hari yang sama karena bertepatan sama libur sekolah, dan dia udah pergi main dari pagi tadi. Gue pengin ngobrol berdua sama dia soal semalam, tapi mau ngumpulin tenaga dulu rencananya. Ibu masih di kios, kayaknya sebentar lagi juga pulang. Gue udah izin buat nggak nemenin Ibu jualan karena nggak enak badan, siapa sangka diizinin.

Soal kerja part time gue udah dapat ide. Berkat bantuan Lala juga, sih. Kemarin gue ngobrol banyak sama dia kalau gue lagi butuh kerjaan, dan dia nanya, bakat gue apa selain di bidang farmasi? Gue bilang gambar dan desain. Gue suka keduanya dari SMP. Terus, karena sekarang ini platform menulis dan penerbit mulai menjamur, gue dikasih saran buat coba bikin kover buku atau kover cerita buat di aplikasi menulis. Gue bikin beberapa contohnya dan diunggah di Instagram. Lala yang emang punya koneksi luas karena gampang banget bergaul anaknya langsung mempromosikan akun gue dan ternyata lumayan banyak yang melirik. Semalam aja dengan kondisi agak mau mati sedikit gue berhasil ngerjain tiga kover sederhana buat di aplikasi. Nggak mahal kok, kisaran Rp45.000,- sampai Rp75.000,- untuk aplikasi berbayar, beda lagi kalau untuk buku cetak. Gue juga menyediakan jasa bikin ilustrasi. Nggak nyangka kalau bikin ilustrasi novel, tuh, lagi rame banget peminatnya. Jadi, gue unggah ilustrasi-ilustrasi yang pernah gue bikin.

Terkesan serakah, ya? Padahal, kerjaan normal gue juga udah cukup menyita banyak waktu, tapi gue butuh kerjaan yang menghasilkan secepat mungkin. Nggak masalah badan gue mau seremuk apa. 

Gue bukan lebay. Keluhan lambung ini emang udah ada dari dulu, mungkin karena kebiasaan makan gue yang berantakan. Semua bermula pas gue dengar Bapak sama Ibu ngobrol. Bapak belum makan dari pagi karena nggak ada beras. Ada bubur, tapi buat jualan. Gue sama Selly masih bisa makan itu, tapi Bapak memilih buat nggak makan. Setiap ditanya, Bapak selalu bilang puasa, tapi buka puasa pun cuma minum air putih. Dari situ gue mikir gimana caranya makan sesedikit mungkin biar bisa lebih hemat beras. Gue bisa makan sehari sekali, bahkan nggak makan sama sekali. Ibu marah-marah karena gue nggak mau makan, tapi gue berlagak bandel saat itu. Gue juga selalu memastikan makan setelah Bapak sama Ibu makan.

Ternyata kebiasaan itu kebawa sampe gue dewasa. Pas PKL, lambung gue lumayan sering bermasalah karena emang kurang makan dan lumayan stres sama tekanan di tempat PKL. Ibu bilang itu cuma apotek kecil, nggak ada tantangan, padahal salah besar. Apotekernya salah satu guru pelajaran produktif di sekolah gue, jadi tekanannya nggak main-main. Cuma kalau sampai muntah darah baru beberapa hari belakangan ini. Gue mikirnya ada luka di tenggorokan saking seringnya gue muntah, tapi dokter bilang kemungkinan karena perdarahan lambung dan sebetulnya itu kondisi darurat medis. Benar nggak, sih? Untung banget gue masih bisa kerja dan berusaha terlihat normal sampe hari ini.

Gue sempat nyari tau, tapi malah takut sendiri dan stres banget jadinya. 

Setiap napas, tuh, rasanya berat dan sesak. Kayak dibebat dari depan sampe belakang. Belum sakitnya. Gue jadi kangen disayang. Childish nggak, sih, kalau sekarang gue berharap Ibu ada terus manjain gue? Semenjak dituntut jadi dewasa, gue mulai lupa rasanya jadi manusia. Jadi, dewasa, tuh, menurut gue fase paling nggak manusiawi dalam hidup.

Pas lagi bengong, tiba-tiba perut gue bunyi. Wajar, sih, beberapa hari ini makan gue jauh banget dari kata benar. Selain mual, berasa ada yang nyangkut di tenggorokan yang bikin gue susah mencerna makanan. Sejujurnya gue mulai takut sama gejala yang makin beragam, tapi nggak bisa cerita ke siapa-siapa. Kemarin kalau bukan Lala yang mancing cerita juga gue nggak akan cerita. Setelah kenal dekat, dia ternyata tipe cewek yang lumayan senang ngobrol. Padahal, dulu pas awal dia masuk kok kesannya nyebelin. Nggak punya pendirian dan terkesan nggak peduli sama orang. Ternyata dia kelihatan begitu karena partnernya Cantika aja.

Namanya Lalisa, tapi karena nama itu sama kayak idol girl group, jadi dia lebih suka dipanggil Lala. Bukan ... bukan karena nggak suka sama girl group-nya, tapi karena dia nggak ngerasa secantik itu buat dipanggil Lalisa. Padahal, sebagai perempuan dia cantik kok. Kulitnya bukan yang putih banget kayak Cantika tapi tetap mulus dan wangi banget. Ada bekas jerawat di wajahnya, tapi itu nggak bikin dia kelihatan jelek atau gimana. Menurut gue normal-normal aja, karena adanya pun hormonal, tapi dia nggak percaya diri karena itu. Dan satu fakta lagi yang baru gue tau kemarin, Lala itu orang kaya gabut yang kebetulan nyangkut di sini. Nenek sama kakeknya kaya dari lahir, orang tuanya kerja di perusahaan BUMN, kakaknya arsitek yang cewek, yang cowok owner penerbit semi-mayor yang baru merintis, dan dia ditawarin buat lanjut kuliah farmasi, tapi nggak mau karena udah capek mikir. Aneh, kan?

Keberadaan dia bikin gue kangen sama Alisa. Mereka bertolak belakang emang. Apalagi, Lala ini terkesan lebih cuek walaupun sama-sama perhatian. Bukan cuek, sih, dia cuma nggak bisa menunjukkan perhatiannya secara langsung. Kalau Alisa emang manis dan perhatian banget.

Eh? Kenapa gue tiba-tiba mikirin Lala? Gue menggeleng beberapa kali. Duduk bengong kayak gini emang riskan banget masuk pikiran aneh-aneh.

"Mas udah makan?"

Tuh, kan. Gue sampe bisa dengar suara Ibu saking kosongnya isi kepala. Gue nggak jawab.

Tiba-tiba pintu kamar gue terbuka. Ibu masuk, terus tanya lagi, "Mas? Makan belum?"

Gue pukul kepala gue sekali. Biar suara Ibu keluar dari sana. Kayaknya saking kangennya semua yang gue pikirin berubah jadi audiovisual gitu.

"Kok malah bengong?"

Lho? Ternyata beneran Ibu. Tumben banget. "Belum, Bu," jawab gue.

"Makan dulu."

"Nanti aja, Bu. Belum enak makan."

"Ibu ambilin bubur, ya? Ada sisa tadi. Diisi yang lembut-lembut aja biar nggak sakit perutnya."

Hm? Ibu tau yang bermasalah itu perut gue? 

"Seprai kamu udah Ibu cuci. Lain kali simpan di keranjang cucian, jangan malah dilipat gitu aja. Jorok."

Ah, berarti Ibu lihat darahnya? Gue nggak bermaksud jorok, tapi emang lupa. Semalam udah capek banget dan seprainya juga nggak ada di tempat kemarin gue simpan, jadi gue tinggal tidur. Rencananya mau dicuci hari ini, tapi malah keduluan Ibu.

"Kamu ada luka? Seprai kamu ada darahnya."

Gue bingung mau jawab apa soalnya darah itu bukan bersumber dari luka luar. Nyembur gitu aja dari mulut gue nggak bisa ketahan dan nggak keburu lari ke kamar mandi. Gue bahkan masih ingat sensasinya setelah itu. 

"Mas?"

"Nggak kok, Bu, pelipisku berdarah lagi kemarin jadi ke mana-mana darahnya."

"Kenapa itu bisa luka?"

Ibu akhirnya nanya setelah gue pikir nggak akan pernah peduli. 

"Kepentok, Bu."

Setelah itu Ibu keluar. Gue pikir, ya udah. Ibu cuma sebatas basa-basi aja, bukan peduli. Tapi, ternyata Ibu balik lagi bawa semangkuk bubur.

"Makan dulu, Mas."

Gue membetulkan posisi jadi setengah duduk, dan berniat mengambil alih mangkuk itu dari tangan Ibu, tapi ternyata Ibu nyuapin gue. Iya, nyuapin gue untuk pertama kalinya lagi setelah belasan tahun. Gue masih terpaku saat sendok itu udah ada di depan mulut.

"Jangan sakit ... jangan luka. Nggak ada yang bisa Ibu andalkan selain kamu."

Refleks gue mengangkat kepala, melihat Ibu lebih dekat, dan ... Ibu nangis. Makanan yang ada di mulut gue mendadak pahit. Gue bisa membaca ke mana arahnya. Dari dulu Ibu sangat bergantung sama Bapak. Jadi, pas Bapak nggak ada Ibu benar-benar kelimpungan nggak punya tumpuan. Terus ada gue, cowok, dianggap paling kuat buat nerusin tanggung jawab Bapak. Gue pengin, tapi belum bisa sampai di titik itu. Ego anak muda itu dahsyat. Secara pribadi, gue belum bisa sepenuhnya ikhlas atas tanggung jawab yang diberikan, dan itu benturan setiap hari. 

Kayak ... kapan gue memikirkan diri sendiri? Kapan gue mencintai diri gue lebih banyak? Kapan gue berhenti mengorbankan diri untuk orang lain? Atau pertanyaan terakhir saat gue nggak menemukan jawaban atas pertanyaan gue sebelumnya adalah kapan gue bisa lapang menerima semuanya? Gue cuma bisa pasrah mengikuti ke mana takdir ini mengarah.

Setelah beberapa suap memasukan makanan ke mulut gue, Ibu keluar lagi. Bawa minum dan entah apa.

"Ini buat kamu."

Gue terkejut karena ternyata itu tablet. 

"Ibu jual anting sama cincin buat beli ini. Kamu bilang lagi coba usaha baru, tapi Icel semalam bilang HP kamu nggak memadai, Mas, jadi Ibu beliin ini. Siapa tau lebih menghasilkan."

"Tapi, Bu, cincin Ibu ...."

"Nggak apa-apa. Nanti kalau Ibu ada rezeki beli lagi."

"Makasih, ya, Bu."

Kalau sebelumnya kondisi HP gue bisa dijadikan alasan buat istirahat, kali ini nggak bisa karena difasilitasi. Artinya gue harus kerja lebih keras lagi. Gue nggak tau ini apa. Apakah bentuk perhatian atau sogokan?

***

Selly pulang sekitar pukul 20.30, dan cukup bikin gue ngamuk. Gue pernah muda, tapi nggak pernah sampe selama itu. Tapi, Ibu membela anak itu. Katanya, nggak apa-apa dia main karena di hari biasa Selly capek belajar.

Pas makan malam, lagi hening-heningnya cuma denting sendok sama piring yang kentara, tiba-tiba Selly bilang sesuatu yang bikin gue sama Ibu kompak diam.

"Bu, setelah lulus nanti, boleh nggak aku kuliah?"

Sebenarnya, itu bukan pertanyaan yang mustahil gue dengar dari bibir Selly. Karena dia pintar dan punya cita-cita, tapi dengan kondisi ekonomi keluarga yang kayak gini nyaris nggak mungkin dia kuliah. Baru setingkat SMA aja gue udah nggak bisa napas, gimana dia kuliah? 

"Tapi, tenang ... tenang. Aku nggak akan minta uang dari Ibu atau Mas Nunu."

Itu malah lebih bikin gue kaget lagi. Kecuali dia dapat beasiswa, hampir nggak mungkin bisa lanjut kuliah tanpa bantuan gue sama Ibu.

"Maksud kamu gimana, sih? Jangan bertele-tele coba. Mas nggak ngerti."

Gue jadi kesal sendiri, padahal muka dia sumringah, tapi nggak tau kenapa gue malah kesal.

"Pak Taufik, atasannya Mas, baik banget, ya. Dia, kan, nanya-nanya aku peringkat berapa di sekolah? Aku jawab satu terus sampe sekarang. Terus ditanya lagi, ada niat kuliah nggak? Aku bilang ada tapi nggak tau bisa atau nggak."

Perut gue langsung melilit begitu nama atasan gue disebut. Tapi, gue nggak langsung bereaksi. Butuh informasi lebih banyak.

"Nah, terus dia nyuruh aku nyari-nyari kampus dari sekarang. Katanya pilih kampus yang aku mau, tanya-tanya sama alumni sana kalkulasi biayanya berapa dari awal sampe akhir. Gitu aja bikin aku kaget, terus Pak Taufik bilang, aku bisa cicil bayarnya. Jadi, potong gaji dan itu fleksibel berapa pun aku sanggupnya tiap bulan. Nggak masalah, deh, aku kerja di situ dulu. Nanti setelah lulus kuliah aku cari kerjaan yang lebih baik. Dia ngusap-ngusap kepalaku, Bu, kayak sama anaknya sendiri. Aku jadi kangen Bapak."

Semaksimal mungkin gue udah berusaha menahan diri, tapi apa yang ada di kepala si cabul itu bikin gue mual. Gue langsung bangun dan jalan cepat ke kamar mandi. Memikirkan apa yang dia rencanakan dan mungkin dia lakukan ke adik gue mendorong muntah lebih parah. Kalau dia aja berani melakukan hal hina kayak gitu—dalam konteks pemeriksaan—terhadap seorang anak kecil, apalagi setelah dia menawarkan sesuatu dan membuat kita berutang budi, dia pasti menjadikan itu alasan untuk mengikat. Gue benci banget memikirkan itu semua. Setelah selesai, gue kembali ke meja makan.

Tangan gue bergerak mengusap sudut mata yang berair, kemudian bilang, "Mulai besok kamu nggak usah masuk lagi."

Jelas itu bikin Selly sama Ibu berbalik menatap gue dengan tatapan marah.

"Kenapa? Kok tiba-tiba Mas nyuruh aku berhenti?"

"Iya kamu kenapa, Mas? Atasanmu udah baik sama Icel. Kok kamu malah minta adikmu berhenti?"

"Aku tau dia, lebih dari siapa pun." Gue menekankan. "Jadi, daripada terjadi sesuatu yang nggak kita inginkan. Lebih baik berhenti sekarang."

"Mas iri, kan? Mas iri karena aku baru masuk, tapi diistimewakan? Mas iri karena aku bisa kuliah?" Selly langsung marah dan bentak-bentak gue.

"Jangan kelewatan kamu, Mas. Kalau kamu nggak bisa memberikan kehidupan yang layak buat adikmu, seenggaknya jangan mempersulit jalannya! Icel pintar, sayang kalau dia nggak kuliah." Ibu ikut mengamuk.

"Itu bukan kebaikan, itu kesepakatan! Kita nggak pernah tau apa yang bakal dia ambil dari Icel setelah Icel mengiakan. Kasusnya udah banyak! Dan aku nggak mau itu terjadi sama adikku." Tanpa sadar gue menggebrak meja. Gue berusaha membuat mereka buka mata kalau nggak semua kebaikan bisa diterima mentah-mentah, apalagi dari orang yang baru kita kenal. "Kamu tinggal pilih, tetap di sana dan nggak melakukan apa-apa termasuk mengiakan kesepakatan itu, atau nggak usah sama sekali."

"Mas jahat!" Dia langsung pergi gitu aja setelah gue berujar demikian.

"Mas yang bakal menanggung semuanya. Kalau kamu mau kuliah, Mas bisa usahakan dan nabung dari sekarang. Kita punya waktu satu tahun buat nabung, Cel."

"Ibu benar-benar nggak ngerti sama kamu, Mas. Kenapa harus mempersulit diri kalau ada jalan yang mudah? Kamu nggak akan mampu. Nggak akan bisa. Sekarang aja kamu banyak ngeluh, gimana kalau Icel kuliah. Jahat kamu jadi kakak."

Gue sakit hati dengar apa yang Ibu bilang setelah semua yang gue usahakan, tapi itu lebih baik dibanding membiarkan adik gue disentuh apalagi dilecehkan. Gue cuma berusaha menjaga dia sebaik yang gue bisa. Dibenci bukan masalah besar. Suatu hari mereka pasti ngerti maksud dari apa yang gue lakukan hari ini.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (36)
  • serelan

    Bahagia selalu ya kalian... Mas Nu udh nemuin kebahagiaan.. tetap bahagia selamanya, skrng ada orang² yg sayang banget sama Mas Nu. Ibu, Icel sama calon istrinya🥰

    Comment on chapter Chapter 24 - Penuh cinta
  • serelan

    Kejahatan pasti terbongkar. Mau sepintar apapun nyembunyiin bangkai pasti lama² kecium jg baunya.. para korban akhirnya pada speak up. Gak akan ada celah lagi buat si Topik ngelak. Kalo selama ini dia bisa bungkam para korban dengan powernya. Klo kasusnya udh nyebar gini udh gak bisa d tutupin lagi.. buat Wisnu harus sembuh ya biar bisa lebih lama lagi ngerasain kehangatan keluarganya..

    Comment on chapter Chapter 23 - Titik hancur
  • serelan

    Harus bahagia ya kalian.. jadi keluarga yg saling jaga.. dan si Topik² itu pokoknya harus dapet karma dari perbuatannya gimanapun caranya, dimudahkan jalannya..

    Comment on chapter Chapter 22 - Hangat
  • serelan

    Ya allah... siapa yang naro bawang di chapter ini? 😭 nangis banget baca ini...

    Comment on chapter Chapter 21 - Keputusan besar
  • serelan

    Nah ketauan kan sifat si Topik Topik itu.. ke orang² aja dia selalu bilang etika sopan santun pengen banget d pandang tinggi sama org. Tapi etika sopan santun dia aja minus. Dia lebih rendah drpd org yg dia kata²in.. sakit otaknya, cuma org² yg jual diri kyanya yg dia anggap punya etika sama sopan santun.. udh kebalik otaknya.

    Comment on chapter Chapter 20 - Pengakuan mengejutkan
  • serelan

    Nah gitu bu... baek baek sama Wisnu. Lagi sakit loh itu anaknya... Kira² Mas Wisnu bakal jujur gak ya ke keluarganya soal penyakitnya?

    Comment on chapter Chapter 19 - Memberi ruang
  • serelan

    Itu uang yang dihasilin sama Wisnu dari hasil kerja kerasnya selama ini yang selalu diambil semuanya sama si ibu ibu itu anda anggap apa bu? Kok masih aja bilangnya gak mau membantu keluarga padahal hasil kerjanya anda ambil semua. Selalu seneng klo ambil lembur karena nambah duit yg akhirnya diambil anda juga.. Masa gak boleh sesekali bahagiain diri sendiri buat apresiasi dari hasil kerja kerasnya, walau capek bisa tetap bertahan. Gak tiap hari loh bu... si ibu pengennya idup enak tapi Wisnu anaknya jadi sapi perah terus

    Comment on chapter Chapter 18 - Hilang fungsi
  • serelan

    Nu, kuat ya kamu... harus kuat... Icel jangan berubah pikiran lagi ya.. terus turutin apa kata Mas mu, karena apa yg dia bilang pasti yang terbaik buat kamu...

    Comment on chapter Chapter 17 - Tempat untuk pulang
  • serelan

    La, kamu ada rasa kah sama Nunu? Peduli banget soalnya sama Wisnu... Sell, mulai ya buat berubah jadi lebih baik, lebih perhatian sama Masmu ya...

    Comment on chapter Chapter 16 - Es pisang ijo segerobak
  • serelan

    Gimana perasaanmu Sell lihat Mas mu kya gitu? Nyesel? Peduli? Atau masih sama aja...

    Comment on chapter Chapter 15 - Tempat untuk jatuh
Similar Tags
Stuck On You
324      260     0     
Romance
Romance-Teen Fiction Kisah seorang Gadis remaja bernama Adhara atau Yang biasa di panggil Dhara yang harus menerima sakitnya patah hati saat sang kekasih Alvian Memutuskan hubungannya yang sudah berjalan hampir 2 tahun dengan alasan yang sangat Konyol. Namun seiring berjalannya waktu,Adhara perlahan-lahan mulai menghapus nama Alvian dari hatinya walaupun itu susah karena Alvian sudah memb...
Mari Collab tanpa Jatuh Hati
4565      1736     2     
Romance
Saat seluruh kegiatan terbatas karena adanya virus yang menyebar bernama Covid-19, dari situlah ide-ide kreatif muncul ke permukaan. Ini sebenarnya kisah dua kubu pertemanan yang menjalin hubungan bisnis, namun terjebak dalam sebuah rasa yang dimunculkan oleh hati. Lalu, mampukah mereka tetap mempertahankan ikatan kolaborasi mereka? Ataukah justru lebih mementingkan percintaan?
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
613      282     7     
Fantasy
Lily adalah siswa kelas 12 yang ambisius, seluruh hidupnya berputar pada orbit Adit, kekasih sekaligus bintang pemandunya. Bersama Adit, yang sudah diterima di Harvard, Lily merajut setiap kata dalam personal statement-nya, sebuah janji masa depan yang terukir di atas kertas. Namun, di penghujung Juli, takdir berkhianat. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Adit, meninggalkan Lily dalam kehampaan y...
Tic Tac Toe
375      302     2     
Mystery
"Wo do you want to die today?" Kikan hanya seorang gadis biasa yang tidak punya selera humor, tetapi bagi teman-temannya, dia menyenangkan. Menyenangkan untuk dimainkan. Berulang kali Kikan mencoba bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungannya. Akan tetapi, pikirannya berubah ketika menemukan sebuah aplikasi game Tic Tac Toe (SOS) di smartphone-nya. Tak disangka, ternyata aplikasi itu b...
Metanoia
45      38     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
Taruhan
48      46     0     
Humor
Sasha tahu dia malas. Tapi siapa sangka, sebuah taruhan konyol membuatnya ingin menembus PTN impian—sesuatu yang bahkan tak pernah masuk daftar mimpinya. Riko terbiasa hidup dalam kekacauan. Label “bad boy madesu” melekat padanya. Tapi saat cewek malas penuh tekad itu menantangnya, Riko justru tergoda untuk berubah—bukan demi siapa-siapa, tapi demi membuktikan bahwa hidupnya belum tama...
Secret Love
348      234     3     
Romance
Cerita ini bukan sekedar, cerita sepasang remaja yang menjalin kasih dan berujung bahagia. Cerita ini menceritakan tentang orang tua, kekasih, sahabat, rahasia dan air mata. Pertemuan Leea dengan Feree, membuat Leea melupakan masalah dalam hidupnya. Feree, lelaki itu mampu mengembalikan senyum Leea yang hilang. Leea senang, hidup nya tak lagi sendiri, ada Feree yang mengisi hari-harinya. Sa...
Liontin Semanggi
1376      848     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Rania: Melebur Trauma, Menyambut Bahagia
164      135     0     
Inspirational
Rania tumbuh dalam bayang-bayang seorang ayah yang otoriter, yang membatasi langkahnya hingga ia tak pernah benar-benar mengenal apa itu cinta. Trauma masa kecil membuatnya menjadi pribadi yang cemas, takut mengambil keputusan, dan merasa tidak layak untuk dicintai. Baginya, pernikahan hanyalah sebuah mimpi yang terlalu mewah untuk diraih. Hingga suatu hari, takdir mempertemukannya dengan Raihan...
Alicia
1376      664     1     
Romance
Alicia Fernita, gadis yang memiliki tiga kakak laki-laki yang sangat protektif terhadapnya. Gadis yang selalu menjadi pusat perhatian sekolahnya karena memiliki banyak kelebihan. Tanpa mereka semua ketahui, gadis itu sedang mencoba mengubur luka pada masa lalunya sedalam mungkin. Gadis itu masih hidup terbayang-bayang dengan masa lalunya. Luka yang berhasil dia kubur kini terbuka sempurna beg...