Loading...
Logo TinLit
Read Story - Premonition
MENU
About Us  

Begitu membuka mata, samar-samar dia melihat beberapa orang mengerumuninya sambil ribut-ribut. Ia ingin berkata sesuatu namun mulutnya kaku dan kepalanya sakit sekali.

Dengan lemah ia berusaha menggerakan tangannya, di situ ia merasakan kulitnya bergesekan dengan pasir.

Pasir?

Matanya membelalak seketika. Sontak kepalanya memutar ke samping, ke arah suara deburan ombak.

Laut?

Dia ingat ia sedang berada di tengah laut di atas kapal. Terus kenapa dia terdampar di sini?

Masih bingung dengan apa yang menimpa dirinya, dua orang berseragam putih mengangkatnya ke atas tandu dan membawanya ke dalam mobil ambulans.

Di dalam ambulans, mereka memeriksa denyut nadi dan tekanan darahnya. Dan dengan cekatan memasangkan infus.
Dia merasa tubuhnya semakin melemah dan pandangannya kembali kabur.
Ketakutan mulai merasuki kepalanya. Inikah akhir hidupnya? Sungguh tragis! Dia bahkan belum genap 20 tahun. Bayangan orang yang disayanginya datang silih berganti. Kedua orangtuanya, teman-temannya, Nico sepupunya. Napasnya mendadak tertahan.

Di mana Nico sekarang? Baru sadar dia orang terakhir yang bersamanya tapi kemudian…
Tubuhnya gemetar hebat mengingat kejadian itu.

Apa dia baik-baik saja? 

Pria mendadak panik,  ingin mengangkat tubuhnya namun tidak bisa. Pandangannya gelap total dan dia pun kembali tak sadarkan diri.

Begitu membuka matanya kembali, dia sudah terbaring di rumah sakit dengan selang infus tertancap di tangannya. Pusing di kepalanya sudah mereda. Ia melihat sekeliling tapi yang dia lihat hanya tirai dinding berwarna biru.
Seseorang tiba-tiba membuka tirai dinding itu. 

"Sudah bangun?" tanyanya seraya memeriksa denyut nadi dan detak jantung pemuda itu.

“Sepertinya sudah kembali normal."

"Berapa lama saya terbaring di sini Sus?" mulutnya sudah tidak kaku lagi.

"Kurang lebih satu jam," balas suster dengan ekspresi datar.

“Saudara ingat kenapa bisa terdampar di tepi pantai?"

Mata pria itu membelalak seketika. Dia langsung meraba-raba bajunya mencari sesuatu.

"Suster bawa hape kan? boleh saya pinjem sebentar?"

"Hape? Maksudnya?" tanya suster itu terlihat bingung.

"Handphone suster, boleh pinjem, please?"
Suster mengernyitkan dahinya. "Apa itu?"

"Eh?" pria itu kaget.

"Suster nggak tahu handphone? Kalau smartphone tahu dong?"

"Baru dengar," balasnya cuek. Ia kemudian membawa buku catatan kecil dari sakunya dan sebatang pulpen.

Pria itu memijit-mijit kedua pelipisnya. Dia syok berat kalau di zaman ini masih ada yang belum punya handphone bahkan mendengarnya pun belum pernah. Jangan-jangan suster itu bercanda? Tapi dari ekspresi wajahnya menunjukkan dia serius.

"Identitas saudara belum diketahui. Bisa sebutkan namanya?"

"Edward," jawabnya pelan. "Biasa dipanggil Edo

Edo mulai merasa ada yang aneh. Bagaimana pun juga mustahil ada orang normal yang belum pernah dengar kata "handphone" kecuali dia mahluk purba yang dia percaya sudah lama punah.

"Usia?"

"Dua Puluh," balas Edo, matanya masih melekat pada suster. Masih tidak percaya orang semuda itu tidak memiliki ponsel.

"Berarti lahir tahun 1962 yah, bulan sama tanggal?"

Edo tersentak seketika. "Tahun 1962?"

"Iya, bulan sama tanggal?"

"2002 dong Sus harusnya. Sekarang ‘kan tahun 2022."

Suster itu langsung tertegun seketika, menatap Edo. Dia kemudian menempelkan tangannya di keningnya. Suhunya normal. Ia kemudian memeriksa kepala Edo, meraba-raba kalau-kalau ada benjolan. Tidak ada.

"Saya panggil dokter dulu," kata suster. Ia langsung bergegas keluar. 

Edo tertegun lama, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

Beberapa teori muncul di kepalanya. Jangan-jangan?

Edo tiba-tiba panik.
Seorang pasien laki-laki paruh baya tiba-tiba masuk ke ruangan dengan membawa koran di tangannya. Dia kemudian duduk di ranjang sebelah Edo dan mulai fokus membaca.

"Permisi Pak, boleh pinjam korannya satu lembar aja, sebentar?"

Tanpa berkata, pria paruh baya itu kemudian memberikan halaman yang berisi lowongan pekerjaan.

"Makasih Pak."

 Edo mengambil halaman koran itu dan matanya langsung tertuju pada bagian atas halaman. Dia menahan napas saat melihat tahun di korannya.

1982?

Kecurigaannya terbukti. Pandangannya kembali gelap total.

 

SELESAI

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • galilea

    Ini nggak ada tombol reply ya?

    @Juliartidewi, makasih kak atas masukannya, nanti direvisi pas masa lombanya selesai. Thank youu...

    Comment on chapter Bab 6
  • juliartidewi

    Waktu SD, aku pernah diceritain sama guruku, ada anak yang ditarik bangkunya sama anak lain pas mau duduk. Anak itu jatuh, terus jadi buta semenjak saat itu. Mungkin kena syarafnya.

    Comment on chapter Bab 6
  • juliartidewi

    Kalau kata 'perkirakan' di sini sudah benar karena kalau 'perkiraan' merupakan kata benda.

    Comment on chapter Bab 4
  • juliartidewi

    Ada kata 'penampakkan' di naskah. Setahu saya, yang benar adalah 'penampakan'. Imbuhan 'pe' + 'tampak' + 'an'. Kalau akhiran 'kan' dipakai untuk kata perintah seperti 'Tunjukkan!'.

    Comment on chapter Bab 3
  • juliartidewi

    Pas pelajaran mengedit di penerbit, katanya kata 'dan' tidak boleh diletakkan di awal kalimat.

    Comment on chapter Bab 1
Similar Tags
Yang Tertinggal dari Rika
2818      1238     11     
Mystery
YANG TERTINGGAL DARI RIKA Dulu, Rika tahu caranya bersuara. Ia tahu bagaimana menyampaikan isi hatinya. Tapi semuanya perlahan pudar sejak kehilangan sosok paling penting dalam hidupnya. Dalam waktu singkat, rumah yang dulu terasa hangat berubah jadi tempat yang membuatnya mengecil, diam, dan terlalu banyak mengalah. Kini, di usianya yang seharusnya menjadi masa pencarian jati diri, Rika ju...
Sebelah Hati
1393      813     0     
Romance
Sudah bertahun-tahun Kanaya memendam perasaan pada Praja. Sejak masih berseragam biru-putih, hingga kini, yah sudah terlalu lama berkubang dengan penantian yang tak tentu. Kini saat Praja tiba-tiba muncul, membutuhkan bantuan Kanaya, akankah Kanaya kembali membuka hatinya yang sudah babak belur oleh perasaan bertepuk sebelah tangannya pada Praja?
Spektrum Amalia
881      580     1     
Fantasy
Amalia hidup dalam dunia yang sunyi bukan karena ia tak ingin bicara, tapi karena setiap emosi orang lain muncul begitu nyata di matanya : sebagai warna, bentuk, dan kadang suara yang menghantui. Sebagai mahasiswi seni yang hidup dari beasiswa dan kenangan kelabu, Amalia mencoba bertahan. Sampai suatu hari, ia terlibat dalam proyek rahasia kampus yang mengubah cara pandangnya terhadap diri sendi...
Langit Tak Selalu Biru
87      74     4     
Inspirational
Biru dan Senja adalah kembar identik yang tidak bisa dibedakan, hanya keluarga yang tahu kalau Biru memiliki tanda lahir seperti awan berwarna kecoklatan di pipi kanannya, sedangkan Senja hanya memiliki tahi lalat kecil di pipi dekat hidung. Suatu ketika Senja meminta Biru untuk menutupi tanda lahirnya dan bertukar posisi menjadi dirinya. Biru tidak tahu kalau permintaan Senja adalah permintaan...
Perjalanan yang Takkan Usai
511      399     1     
Romance
Untuk pertama kalinya Laila pergi mengikuti study tour. Di momen-momen yang menyenangkan itu, Laila sempat bertemu dengan teman masa kecil sekaligus orang yang ia sukai. Perasaan campur aduk tentulah ia rasakan saat menyemai cinta di tengah study tour. Apalagi ini adalah pengalaman pertama ia jatuh cinta pada seseorang. Akankah Laila dapat menyemai cinta dengan baik sembari mencari jati diri ...
Merayakan Apa Adanya
581      419     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Happy Death Day
609      346     81     
Inspirational
"When your birthday becomes a curse you can't blow away" Meski menjadi musisi adalah impian terbesar Sebastian, bergabung dalam The Lost Seventeen, sebuah band yang pada puncak popularitasnya tiba-tiba diterpa kasus perundungan, tidak pernah ada dalam kamus hidupnya. Namun, takdir tetap membawa Sebastian ke mikrofon yang sama, panggung yang sama, dan ulang tahun yang sama ... dengan perayaan h...
SABTU
3417      1354     10     
True Story
Anak perempuan yang tumbuh dewasa tanpa ayah dan telah melalui perjalanan hidup penuh lika - liku, depresi , putus asa. Tercatat sebagai ahli waris cucu orang kaya tetapi tidak merasakan kekayaan tersebut. Harus kerja keras sendiri untuk mewujudkan apa yang di inginkan. Menemukan jodohnya dengan cara yang bisa dibilang unik yang menjadikan dia semangat dan optimis untuk terus melanjutkan hidupn...
Unexpectedly Survived
136      118     0     
Inspirational
Namaku Echa, kependekan dari Namira Eccanthya. Kurang lebih 14 tahun lalu, aku divonis mengidap mental illness, tapi masih samar, karena dulu usiaku masih terlalu kecil untuk menerima itu semua, baru saja dinyatakan lulus SD dan sedang semangat-semangatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Karenanya, psikiater pun ngga menyarankan ortu untuk ngasih tau semuanya ke aku secara gamblang. ...
Rania: Melebur Trauma, Menyambut Bahagia
231      186     0     
Inspirational
Rania tumbuh dalam bayang-bayang seorang ayah yang otoriter, yang membatasi langkahnya hingga ia tak pernah benar-benar mengenal apa itu cinta. Trauma masa kecil membuatnya menjadi pribadi yang cemas, takut mengambil keputusan, dan merasa tidak layak untuk dicintai. Baginya, pernikahan hanyalah sebuah mimpi yang terlalu mewah untuk diraih. Hingga suatu hari, takdir mempertemukannya dengan Raihan...