Setelah 10 hari absen, Ezra kembali muncul di sekolah. Begitu bel istirahat berbunyi, dia langsung menghampiri Julie di bangkunya.
"Sekarang sudah masuk bulan Mei. Bisa weekend ini kita ke sana?" tanya Ezra penuh harap. "Aku nggak punya banyak waktu."
"Paru-paru kamu?" Julie menutup buku catatannya.
Sedikit tersentak, Ezra diam membeku tidak menjawab. Dia sama sekali tidak suka membahas kondisi kesehatannya. Memangnya kenapa kalau paru-parunya bermasalah?
"Maksudnya... akan sangat beresiko kalau kamu sampai kolaps di tengah-tengah. Selain berbahaya juga merepotkan dan tujuanmu nggak akan tercapai," kata Julie seolah menjawab pertanyaan Ezra yang tak terungkap.
Ezra baru sadar saat kolaps kemarin, Irgie tidak sendirian menanganinya tetapi bersama Julie.
"Untuk yang kemarin, aku minta maaf. Hal itu nggak akan terulang lagi. Aku jamin."
Raut wajah Ezra memang meyakinkan. Tapi Julie tampak masih ragu. "Oke."
Mata Ezra langsung berbinar-binar senang. Kedua tangannya mengepal seolah bilang Yeah.
"Tapi…"
"Huh?"
"Untuk memastikan, nanti pulang sekolah kamu ikut aku."
Ezra mengernyitkan dahinya. "Kemana?"
"Suatu tempat."
Julie bangkit dari kursinya bersiap untuk ke luar.
"Tepatnya di mana? Buat apa?"
Julie tidak menjawab kemudian melirik ke arah Irgie. "Ajak juga sepupumu."
Ia kemudian berjalan ke luar kelas.
Ezra melipat kedua tangannya di dada, kesal karena pertanyaan-pertanyaannya tidak dijawab.
******
"Mau kemana kita Jul?"
"Ikuti aja aku. Tempatnya nggak jauh dari dari sini"
"Okay," kata Irgie antusias. Ia menoleh ke belakang. Berbeda dengan dirinya, Ezra terlihat bosan dan terpaksa.
"Kira-kira mau ngapain kita di sana?"
Julie tidak menjawab. Bukannya mau main rahasia atau kejutan tapi dia bingung bagaimana harus menjelaskannya tanpa terdengar seperti orang sakit jiwa.
"Sudah sampai."
"Toko Antik?" kata Irgie sambil melirik plank di depan bangunan yang tampak seperti rumah hantu.
"Mau belanja Jul?"
Julie tak menghiraukannya dan masuk ke dalam. Irgie dan Ezra mengikuti.
"Selamat datang," sambut Madam Alina dia kemudian tersenyum melihat Julie.
Irgie dan Ezra melihat sekeliling ruangan. Mereka cukup terkesima melihat barang-barang yang dipajang di toko.
"Kalian, tolong cari jam di rak ini. Harus di rak ini."
"Jam? Kamu lagi butuh jam antik Jul?"
"Buat apa?" tanya Ezra mulai kehilangan kesabaran. Dari tadi dia meminta penjelasan tapi tidak diberikan.
"Nanti aku jelasin. Bantu aku cari jam dulu di sini," balas Julie datar.
"Bisa dibilang ini penting buat misi kamu nyari kakakmu," tambah Julie berusaha memberikan Ezra motivasi.
Ezra menghela napas kemudian mencari jam di antara barang-barang antik di Rak 7. Begitu pun Irgie yang tampak terhibur melihat benda-benda antik yang unik itu.
"Kamu lagi ngetes mereka?"
Madam Alina tiba-tiba muncul dari belakang.
Julie sama sekali tidak kaget dan hanya melempar senyuman.
"Kalian merencanakan sesuatu ya?" tanya Madam, tersenyum. "Eh gimana kamu udah tahu dari mana bakatmu berasal?"
Julie sedikit terhenyak Madam Alina masih ingat percakapan terakhirnya dengannya.
"Nenek buyut."
"Oh loncat generasi," Madam Alina mengangguk-angguk. "Kalau ada apa-apa, saya ada di meja kasir."
Julie mengangguk.
"Gak ada jam Jul. Tapi aku nemu ini," kata Irgie bangga.
"Kamera?"
"Kamera antik," Irgie membuka bagian belakang kamera. "Masih pake roll film."
Dia bergegas ke meja kasir.
Julie mengalihkan pandangan ke Ezra yang mengangkat kedua telapak tanganya yang kosong.
Julie menghela napas. "Oke."
Selama perjalanan pulang, Irgie sibuk memainkan kamera yang menggantung di lehernya. Tidak sabar memasang film dan mencobanya. Kata Madam Alina, kamera itu masih berfungsi.
"Jul kapan-kapan kita ke sana lagi," ajaknya.
"Aku nunggu penjelasan," kata Ezra.
"Penjelasannya akan sangat absurd. Aku nggak yakin kalian bisa menghandelnya."
Julie menghentikan langkahnya. Irgie dan Ezra pun sama.
"Sejak tahu kemampuan kamu, kayaknya kita udah biasa sama hal-hal yang nggak masuk akal," tutur Irgie.
Hening beberapa saat kemudian Julie menceritakan keganjilan Rak 7 di toko antik Madam Alina. Buku catatannya, jam tangan ibunya dan juga jam liontin bocah bernama Kenzo. Semuanya diceritakan dengan datar tanpa ekspresi maupun dramatisasi. Namun isinya sukses membuat Irgie stress garuk-garuk kepala.
"Kita nggak nemu jamnya Jul, berarti aman ya?"
Ezra cuma bisa menggeleng-geleng kepala. "Gimana udah puas?"
Julie melanjutkan langkahnya. Hasil tes mereka berdua "negatif" diintai oleh maut. Kalau merujuk pada ramalan itu berarti Pluto sudah tidak menghalangi jalan.
Di perempatan mereka berpisah. Julie belok ke kiri sementara Irgie dan Ezra belok ke kanan.
Ini nggak ada tombol reply ya?
Comment on chapter Bab 6@Juliartidewi, makasih kak atas masukannya, nanti direvisi pas masa lombanya selesai. Thank youu...